SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kasus pungutan liar (pungli) terjadi di salah satu SD Negeri di Sragen Kota.
Kali ini, seorang petinggi aparat yang baru saja pindah tugas ke Sragen mengaku dimintai Rp 1,5 juta saat hendak memasukkan anaknya pindah ke SDN tesebut.
Kasus pungli salah sasaran itu kini ramai jadi perbincangan di kalangan petinggi dan menuai keprihatinan.
Pasalnya insiden pungli itu terjadi di tengah semangat pemerintah menggratiskan biaya pendidikan apalagi di tingkat SDN.
Pungli itu ditarik oleh kepala sekolah SDN tersebut kepada istri sang pejabat dari salah satu korps aparat tersebut.
“Ini sudah keterlaluan. Kami sangat prihatin, kok masih ada pungli yang terang-terangan dimintai uang Rp 1,5 juta pada anak yang masuk dari pindahan orangtuanya. Padahal pejabat instansi vertikal itu memang sering pindah tugas dan setahu kami ada kuota khusus untuk anak-anak dari jalur pindah tugas orangtuanya,” papar anggota DPRD Sragen, Bambang Widjo Purwanto kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Senin (11/7/2022).
Tak hanya mendengar, ia mengaku memang sempat berbincang dengan petinggi aparat yang sebelumnya bertugas di luar Jawa itu.
Dari keterangannya, setelah mendapat tugas baru di Sragen, sang pejabat yang sudah lama terpisah dengan keluarga itu kemudian berinisiatif mengajak keluarganya mengikuti ke Sragen.
Ia juga mengurus kepindahan anaknya yang masih SD ke salah satu SDN di pusat Kota Sragen. Pengurusan dilakukan oleh sang istri dengan meminta izin sekaligus mengantar putranya ke SDN tersebut.
“Saat menghadap kepala sekolah, dimintai Rp 1,5 juta untuk biaya masuk. Saat ditanya untuk biaya apa, katanya untuk sekolah. Padahal setahu kami sekolah negeri apalagi SDN kan nggak ada biaya apapun. Wong siswa baru untuk masuk dan daftar ulang saja digembar-gemborkan gratis,” urai Bambang.
Ia sangat menyayangkan masih adanya pungli di SDN yang dilakukan oknum kepala sekolah. Jika tidak disikapi dengan tegas, dikhawatirkan itu akan menjadi budaya buruk yang merusak citra pendidikan di Sragen.
“Kalau sama pejabat saja berani minta uang, apalagi dengan masyarakat biasa yang kadang takut dan asal manut,” tegas Bambang.
Saat dikonfirmasi, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Sragen, Suwardi tak menampik memang sudah mendengar dan mendapat laporan soal oknum kepala SDN di Sragen yang diduga meminta uang kepada pejabat yang memindahkan anaknya tersebut.
Ia juga sudah memberikan peringatan kepada oknum tersebut untuk mengembalikan uang. Sebab tindakan itu dinilai menyalahi aturan karena sekolah negeri dilarang menarik biaya dengan dalih apapun.
“Kalau soal kuota khusus anak pejabat tidak ada. Yang ada adalah kuota jalur afirmasi kepindahan tugas orangtuanya. Sepanjang masih ada kuota, bisa diisi dan memang nggak ada biaya masuk. Sekolah dilarang menarik biaya. Kecuali kalau sekolah punya program mbangun, wali murid ada yang ingin nyumbang sukarela, dibolehkan. Dengan catatan tidak ada keharusan, waktu dan jumlahnya tidak ditentukan. Harus sukarela nggak boleh diminta,” tandasnya. Wardoyo