Beranda Daerah Wonogiri Mengenal Resistensi Antimikroba alias AMR si Silent Pandemic yang Serang Manusia Hewan...

Mengenal Resistensi Antimikroba alias AMR si Silent Pandemic yang Serang Manusia Hewan Tumbuhan, Obat Biasa Tak Mempan

WONOGIRI, JOGLOSEMARNEWS.COM – Waspada dan waspada! Pasalnya hingga kini masih muncul aneka varian Covid-19 imbas negara api menyerang.

Fakta ini masih ditambah lagi kewaspadaan mengenai resistensi antimikroba atau antimicrobial resistence alias AMR. AMR atau resistensi antimikroba merupakan silent pandemic.

AMR atau resistensi antimikroba ini bisa menyerang manusia, hewan, tumbuhan, hingga lingkungan.

Melansir kemkes.go.id, Sabtu (29/10/2022), resistensi antimikroba atau AMR harus diwaspadai karena dapat menyerang manusia, hewan, tumbuhan, makanan, dan lingkungan. Masalah tersebut dapat dicegah dengan pendekatan One Health.

Hal itu menjadi salah satu pembahasan dalam side event presidensi G20. Kementerian Kesehatan RI menyelenggarakan serangkaian pertemuan teknis yang mengarah pada side event G20 pada 24 Agustus 2022, di mana negara-negara anggota membahas bagaimana memajukan aksi bersama untuk mengatasi ancaman AMR atau resistensi antimikroba.

AMR atau resistensi antimikroba terjadi secara alami ketika mikroorganisme terpapar obat antimikroba dan beradaptasi untuk bertahan hidup dari paparan. Hal ini dapat terjadi pada manusia, hewan dan lingkungan.

Mikroorganisme yang resisten kemudian dapat menyebar dari waktu ke waktu, yang berarti obat-obatan biasa tidak lagi efektif digunakan untuk pengobatan. AMR atau resistensi antimikroba mempengaruhi semua negara, bahkan resistensi dapat terjadi di berbagai negara dan secara kolektif menghasilkan infeksi resisten yang disebut ‘the silent pandemic’.

Baca Juga :  Fenomena Akhir Tahun, Kebutan Proyek Pembangunan Fisik di Tengah Hujan Deras

”Sekarang saatnya bagi negara G20 untuk mengimplementasikan rencana aksi nasional AMR atau resistensi antimikroba kita sendiri di semua sektor, menggunakan bukti ilmiah sebagai dasar kita dan meningkatkan intervensi,” ujar Direktur Mutu Layanan Kesehatan Kalsum Komaryani.

Dikatakan Kalsum Komaryani, dibutuhkan data yang lebih akurat dan andal terkait resistensi, penggunaan, dan konsumsi antimikroba pada manusia, hewan, tumbuhan, makanan, dan lingkungan. Hal tersebut harus dilakukan dengan bekerja sama menggunakan pendekatan One Health.

”Selain itu, jika kami mendapatkan akses yang lebih baik dan lebih adil terhadap vaksin, terapi, dan alat diagnostik, ini akan membantu mencegah dan mengendalikan infeksi pada kesehatan manusia, tumbuhan, dan hewan,” ucap Kalsum Komaryani.

Melalui serangkaian diskusi teknis, negara-negara anggota G20 mengidentifikasi sejumlah perkembangan yang diharapkan dapat mengatasi AMR atau resistensi antimikroba. Ini termasuk Kolaborasi Quadripartite (FAO, UNEP, WHO, WOAH) untuk One Health, dan integrasi AMR sebagai jalur aksi dari One Health Joint Plan of Action (OH JPA).

Pembentukan Platform Kemitraan Multi-Stakeholder pada AMR oleh Quadripartite dan inisiatif SECURE oleh WHO dan Global Antibiotic Research & Development Partnership (GARDP) dimaksudkan untuk menemukan antibiotik berdasarkan kebutuhan kesehatan masyarakat.

Baca Juga :  Penyebab Angin Kencang atau Puting Beliung hingga Lesus di Awal Musim Penghujan

Negara-negara G20 harus berkomitmen untuk meningkatkan cakupan dan kualitas diagnosis infeksi dan infeksi yang resisten di semua tingkat sistem kesehatan mereka.

Pemerintah Indonesia berharap dapat berkolaborasi dengan India karena mengambil alih peran tuan rumah G20 pada tahun 2023 dan bergerak maju dalam pekerjaan mendesak untuk mengatasi AMR atau resistensi antimikroba dengan negara-negara anggota. Aris Arianto