SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kasus pembunuhan anak oleh ibu kandungnya di Tlobongan, Sidoharjo, Sragen, beberapa waktu lalu menyajikan kisah mengharukan.
Betapa tidak, sang ibu Suwarni (64) warga Dukuh Tlobongan, RT 22, Desa Sidoharjo Kecamatan Sidoharjo, Sragen, ternyata hidup dalam kondisi keterbatasan ekonomi.
Bahkan untuk menghidupi keluarga dan membesarkan anak-anaknya, janda itu rela jualan sayur keliling dengan sepeda onthel.
Profesi itu dilakoninya hampir 26 tahun. Sayang perjuangannya justru berakhir tragis. Karena rasa malu kelakuan anaknya, Supriyanto (46) yang suka mencuri dan berjudi, Suwarni pun gelap mata.
Saat dihadirkan di Mapolres Sragen, Jumat (4/11/2022), Suwarni tampak
memakai masker warna biru muda dengan penutup rambut yang sudah memutih.
Ia mengenakan baju tahanan warna biru tua dengan kedua tangannya diikat. Dari wajahnya, ibu itu seakan tak menyesali perbuatannya.
Ia malah mengaku lega sudah menghabisi anaknya itu dengan cara dikepruk batu bongkahan cor seberat 15 kg sebanyak 8 kali.
“Kalau ditanya apa menyesal, ya menyesal karena anak saya sendiri. Tapi setidaknya saya membantu warga agar tidak resah lagi atas kelakuan anak saya selama ini,” ujar Suwarni kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Sabtu (5/11/2022).
Perempuan kelahiran 30 Agustus 1958 itu sebenarnya seorang petani yang juga pedagang keliling antarkampung di wilayah Kota Sragen.
Setiap hari, ia kulakan dagangan di Pasar Bunder kemudian dijual keliling di wilayah Sragen kota menaiki sepeda onthel. Pekerjaan itu dilakoninya sejak 1996.
Kanit I Satreskrim Polres Sragen, Ipda Heri Wibowo, mewakili Kapolres Sragen, AKBP Piter Yanottama, menjelaskan apa yang dirasakan Suwarni usai ditahan.
“Menurut pengakuan pelaku, perbuatannya ini sedikit mengurangi beban tetangga. Sebagai orang tua, Mbah Suwarni merasa malu karena anaknya sering membuat resah warga. Namun, yang namanya orang tua, tetap menyesal karena yang dibunuh adalah anak kandungnya sendiri,” kata Heri.
Suwarni yang mendengarkan kata-kata Ipda Heri hanya menganggukkan kepala sambil menahan tangis.
Heri mengungkapkan korban Suprianto meninggal dunia setelah ditimpa bongkahan beton cor seberat sekitar 15 kg.
Batu itu tidak disiapkan Suwarni, tetapi sudah ada sebelumnya di halaman rumah. Korban dikepruk dengan batu saat tertidur lelap di teras rumah.
Saat ditanya bagaimana bisa mengangkat beton seberat itu, Suwarni hanya menjawab tidak tahu.
“Mungkin (pengaruh) setan kayake (kayaknya). Jadi batu sebesar itu kuat saya angkat,” ungkap Suwarni.
Heri menerangkan Polda Jateng sempat berinisiatif memeriksa kejiwaan Mbah Suwarni. Namun, dari riwayatnya, kata dia, Mbah Suwarni tidak memiliki gangguan kejiwaan.
“Kami masih menunggu hasilnya. Kami juga berkoordinasi Kejaksaan Negeri Sragen,” ujarnya.
Heri menunjukan barang bukti berupa bongkahan beton cor-coran, sebuah cangkul dan gagang yang patah, tikar, karpet, sebuah tangga, dan ponsel tersangka.
Suwarni dijerat Pasal 338 KUHP atau pasal 351 Ayat (3) KUHP dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara. Wardoyo