SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Keterbatasan fisik ternyata bukan halangan untuk berbuat positif. Seperti yang dilakoni Mbah Karno (65), petani asal Dukuh Toyogo RT 5/2, Toyogo, Sambungmacan, Sragen.
Dalam kondisi didera stroke hampir lima tahun, sisa-sisa tenaga tuanya ternyata tetap bisa bermanfaat untuk alam dan lingkungan.
Di tengah serba keterbatasan, kakek itu masih semangat meluangkan waktu dan tenaganya untuk membuat kandang burung hantu atau pagupon serta penangkaran alami burung hantu.
Semua itu dilakoni demi mimpi mulianya yakni membantu pengembangbiakan burung hantu demi menyelamatkan pertanian yang belakangan banyak terusik oleh hama tikus.
Ditemui di rumahnya setahun silam, petani yang tinggal sebatang kara itu menceritakan kepeduliannya terhadap burung hantu bermula dari fenomena serangan hama tikus yang merajalela sejak dua tahun lalu.
Keresahan petani yang putus asa karena tidak ada lagi solusi, akhirnya membuatnya tergerak memikirkan bagaimana mengembalikan keseimbangan ekosistem melalui predator burung hantu.
Buat Pagupon Dibagi Gratis
Usahanya diawali dengan membuat kandang atau pagupon. Dengan sisa tenaganya ia buat sendiri pagupon dari bahan kayu jati, triplek, papan dan tiang besi.
Pagupon itu kemudian ia pasang di sawahnya. Ternyata usahanya berbuah hasil. Tak butuh waktu lama, pagupon itu langsung dihinggapi burung hantu yang berada di alam bebas.
Dari 4 pagupon yang sudah ia pasang, kini semua sudah dihuni oleh burung hantu yang datang dari alam liar. Bahkan sebagian di antaranya sudah beranak pinak.
“Awalnya prihatin, kasihan petani hama tikus seperti nggak terkendali. Apalagi pasang setrum dilarang dan sudah banyak memakan korban. Akhirnya saya punya ide buat gupon (kandang atau rumah burung hantu) sendiri. Saya beli bahan sendiri, saya kerjakan setiap longgar. Alhamdulillah sudah ada 4 pagupon yang saya hasilkan dan saya pasang di sawah. Dulunya dapat bantuan 8 gupon dari pemerintah,” ujarnya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM .
Mbah Karno menuturkan pagupon yang ia pasang semuanya tidak pernah diisi burung hantu. Akan tetapi dengan desain yang luas, ternyata otomatis menarik burung hantu liar untuk mendiami.
Hal itu membuatnya makin bersemangat. Setiap hari ia selalu memanfaatkan waktu luang untuk membuat pagupon.
Pagupon buatannya berukuran 40 x 80 cm dengan ketebalan lantai 2 cm. Meski dibuat dengan sederhana, pagupon kreasi Mbah Karno tak kalah dengan buatan perajin aslinya.
Saat ini, ia sudah memiliki stok 7 pagupon siap pasang. Ia menyebut untuk membuat satu pagupon, dibutuhkan setidaknya dua sampai tiga hari.
“Sebenarnya untuk samben (sampingan) saja. Namanya orang sakit, ya sebisanya. Kadang dua hari, kadang tiga hari dapat satu gupon. Kalau ada petani wilayah sini yang butuh, saya beri gratis. Tapi kalau petani luar wilayah ya cukup ngganti bahannya saja. Kalau beli di Solo ya sekitar Rp 500.000an Mas,” urainya.
Penangkaran Burung Hantu
Selain pagupon untuk sawah, Mbah Karno juga membuat satu kandang besar berukuran 1 x 1 meter di rumahnya.
Kandang setinggi 1,5 meter itu difungsikan untuk merawat atau menangkar apabila ada induk burung hantu atau anakan yang sakit. Saat ini, ada tiga ekor anakan burung hantu yang belum lama menetas dan ia pelihara agar cepat besar.
“Ini kemarin dari indukan yang hingga juga. Menetas 3 ekor, kita ambil bawa pulang, kita rawat nanti kalau sudah besar kita lepas lagi. Terserah nanti mau hinggap di mana nggak papa. Saya malah senang nanti kalau makin banyak gupon di sawah-sawah dan burung hantu makin banyak,” jelasnya.
Dari 4 pagupon yang ia pasang di sawah wilayah Toyogo Utara tol dan sudah didiami sekitar 6 burung hantu, Mbah Karno menyebut banyak mengalami perubahan.
Jika sebelumnya tanaman padi selalu dirusak tikus, sejak adanya gupon itu, kini tanaman padinya aman dari serangan tikus.
“Setelah kami pasangi gupon dan ada burung hantu, padi jadi aman. Bibit juga aman. Kemarin saya bisa jual bibit sampai 20 patok,” jelasnya.
Di bagian akhir, Mbah Karno menyampaikan perjuangan kerasnya merintis pagupon dan penangkaran burung hantu itu semata-mata untuk membantu pertanian.
Upayanya memberi gratis ke petani, juga untuk memperbanyak gupon di wilayahnya sehingga otomatis membantu mendongkrak populasi burung hantu.
“Mimpi saya hanya satu, dengan burung hantu makin banyak, setidaknya bisa mengendalikan hama tikus. Karena burung hantu itu tiap malam bisa makan 9 ekor tikus. Niat saya hanya mbantu petani. Sekarang di wilayah desa ini sudah ada sekitar 15 gupon di sawah. Makin banyak gupon dan burung hantu, otomatis hama tikus akan mereda,” tandasnya.
Perjuangan Mbah Karno, memantik apresiasi dari sejumlah tokoh di Sragen Timur. Ketua BPD Desa Banyurip, Sambungmacan, Kisworo mengaku salut dengan apa yang dilakukan Mbah Karno.
Gagasan menangkar burung hantu, membuat kandang dan memberikannya gratis ke petani itu dinilai sebagai keistimewaan di tengah kondisi keterbatasan fisik Mbah Karno.
“Kami sangat salut. Beliau sudah stroke hampir 5 tahun, masih menyempatkan memikirkan bagaimana memajukan pertanian dengan gagasan menanggulangi hama tikus. Ini sangat menginspirasi masyarakat lain di Toyogo dan sekitarnya untuk membuat gupon-gupon lebih banyak. Sehingga akan membantu mengembangkan burung hantu secara alamiah,” paparnya yang kebetulan tengah belajar melakukan penangkaran alami di rumah Mbah Karno.
Ia sangat berharap ide yang dilakukan Mbah Karno bisa menggerakkan kepedulian pemerintah. Yakni dengan memperbanyak pengadaan gupon-gupon penangkaran burung hantu di semua wilayah Sragen.
Langkah itu diyakini akan efektif untuk mengembalikan keseimbangan ekosistem dan menekan hama tikus dengan aman.
“Kami lihat sendiri, di sawah yang dipasangi gupon ada burung hantunya, juga nggak ada serangan tikus. Makanya kami berharap ada langkah konkrit pemerintah kabupaten maupun pusat untuk memperbanyak sistem penangkaran dan pemasangan gupon burung hantu in demi menyelamatkan pertanian. Apalagi Sragen ini dikenal sebagai lumbung pangan terbesar kedua di Jateng dan nasional,” tandasnya. Wardoyo