SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Pihak Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman (PHPT) Sukoharjo mendorong para petani untuk mulai menggunakan agens pengendali hayati (APH) dalam budidaya tanaman.
Selain bisa diproduksi dari bahan-bahan di lingkungan sekitar, APH organik dinilai bisa menjadi solusi maraknya hama penyakit pada tanaman yang terjadi belakangan ini.
Pemakaian APH juga dipandang efektif untuk mengembalikan kerusakan struktur tanah imbas pemakaian unsur kimia berlebihan.
Hal itu disampaikan oleh Petugas Pengendali Organisme Tumbuhan (POPT) Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman (PHPT) Sukoharjo, Dwi Hariyanto saat memberikan pelatihan pembuatan Agensia Hayati PGPR dan POC kepada kelompok tani (Poktan) Raharjo, Desa Gawan, Kecamatan Tanon, Sragen, Rabu (21/12/2022).
Pelatihan dihadiri tim POPT dari Lah PHPT, PPL Kecamatan Tanon, dan diikuti 30 pengurus Poktan yang tergabung dalam Gapoktan Raharjo Desa Gawan.
Dalam kegiatan itu, perwakilan Poktan dan petani diberikan penjelasan terkait APH, manfaat serta proses pembuatannya.
Mereka juga langsung diajak mempraktekkan pembuatan Agens Hayati baik jenis pupuk maupun pestisida pengendali hama.
Mereka dilatih pembuatan beberapa agens hayati seperti Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) atau bakteri pemacu tumbuh, Moretan atau mikroorganisme pertanian yang berfungsi sebagai pupuk organik, Nitrobakter, dan Bio Saka.
“Hari ini kita mengadakan pelatihan pembuatan APH organik. Yang bisa digunakan untuk membantu petani mengatasi permasalahan pupuk dan pertumbuhan tanaman,” paparnya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM di sela kegiatan, Rabu (21/12/2022).
Menurutnya, agens hayati organik itu sangat mudah dibuat karena menggunakan bahan-bahan alami yang tersedia di lingkungan sekitar.
Seperti air bekas cucian beras (leri), daun-daunan, akar tanaman, tetes tebu, terasi dan bakteri mikroorganisme.
Agens hayati bisa dipakai untuk zat perangsang pertumbuhan, untuk pembusukan jerami, dan mengendalikan organisme pengganggu tanaman atau hama.
“Para petani kita latih langsung praktek agar nanti bisa dikembangkan di kelompok. Sehingga mereka tahu dan bisa dikembangkan lebih jauh. Karena agens hayati ini dibuat dari bahan organik di sekitar kita, sehingga biaya sangat murah,” urainya.
Dwi menguraikan pengembangan agens hayati itu juga merupakan upaya mengajak petani kembali pada pola pertanian organik atau back to nature.
Selain mengikis ketergantungan kimia, agens hayati dipandang sangat membantu untuk memperbaiki struktur tanah, menghindari residu kimia berlebihan dan menghindari pemakaian kimia dalam pertanian.
Terlebih hasil uji lab di beberapa wilayah, tingkat keasaman tanah mulai menurun yang berimbas munculnya serangan hama kerdil dan karatan.
“Bahannya dari bahan alami jadi biaya sangat murah ketimbang pakai pestisida atau pupuk kimia. Ini jadi solusi di tengah pupuk urea yang susah seperti ini. Dengan mikro bakteri alami dan mengunakan perangsang akan jauh lebih murah dan yang jelas mengembalikan struktur tanah,” jelasnya.
Namun ia menekankan efek agens hayati memang membutuhkan proses, bertahap dan tak bisa instan seperti pupuk atau pestisida kimia.
Akan tetapi ia meyakinkan metode alami itu sangat tepat untuk melepaskan ketergantungan pertanian dari kimia.
Kembali ke Pertanian Organik
Kades Gawan, Sutrisna menyampaikan pelatihan itu diikuti 30 orang pengurus Gapoktan dan perwakilan pengurus 8 kelompok tani hamparan dan Gapoktan Raharjo di Desa Gawan.
Pelatihan dimaksudkan untuk memberikan pemahaman sekaligus teknik pembuatan Agens Hayati organik yang bisa digunakan sebagai penyubur tanaman maupun pengendali hama.
Selain bisa dibuat swadaya dan murah, penggunaan agens hayati juga untuk mendorong petani kembali pada pertanian organik seperti anjuran pemerintah.
“Kami ingin kelompok dan petani mulai membuka wawasan kembali ke pertanian organik di tengah kondisi keterbatasan subsidi pupuk dan kondisi kesuburan tanah mulai menurun efek pemakaian kimia membabi buta. Sekarang rata-rata PH tanah di Gawan itu hanya 4 sampai 5, padahal normalnya 6-6,5. Makanya sekarang harus dikendalikan dengan model pertanian pendahulu kita atau organik. Dulu paribasane godong pring (daun bambu) aja dibawa ke sawah tapi ternyata tanaman juga bagus dan kesuburan terjaga,” terangnya.
Kades menyebut pelatihan itu sangat penting mengingat saat ini para petani di Desa Gawan juga dipusingkan dengan fenomena penyakit kerdil pada tanaman yang berimbas penurunan produksi.
Pengurus Gapoktan Raharjo, Sutarno menyampaikan terimakasih atas kehadiran tim POPT dan dukungan Pemdes Gawan terhadap keluhan petani.
Menurutnya pelatihan itu sangat membantu petani dan Poktan menciptakan agens hayati sendiri.
Sehingga bisa menekan risiko terserang hama serta menyelamatkan petani dari kerugian akibat penurunan produksi.
“Terus terang saat ini petani wilayah kami sedang pusing karena banyak padi terserang ngebrok (kerdil). Mudah-mudahan dengan dilatih membuat agens hayati ini nanti bisa menjadi solusi membantu mengatasi hama dan tanaman bisa subur,” ujarnya. Wardoyo