SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kepergian sosok bidan perintis dan senior asal Ngandul, Sumberlawang Margareta Sri Nyukupi Poernomo, menghadirkan duka mendalam.
Tak hanya bagi keluarga, kerabat dan kolega, masyarakat utamanya di wilayah Sragen Barat, merasa sangat kehilangan.
Keikhlasan dan pengabdian total almarhumah dalam melayani masyarakat dan membantu persalinan, begitu membekas dan meninggalkan kesan tak terlupakan.
Di mata keluarga, perjuangan almarhumah begitu membekas. Pengorbanan tulus dan perjuangan tak kenal lelah untuk keluarga dan pengabdian masyarakat selalu berjalan beriringan dilakoni almarhumah.
Sang putra, Tatag Prabawanto mengisahkan selama 84 tahun, sang ibu dikenalnya sebagai sosok sangat perhatian terhadap keluarga dan anak-anaknya.
“Menjadi bidan mulai tahun 1960, ibu adalah orang yang hebat. Dalam situasi sulit atau tidak, kepentingan keberhasilan untuk anak-anaknya adalah yang utama,” papar mantan Sekda Sragen tersebut kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Selasa (27/12/2022).
Kehebatan lain yang ia kenang sampai kini adalah pengorbanan almarhumah untuk selalu menjalani laku prihatin demi keluarga dan kelancaran tugas.
Hal itulah yang membuat almarhumah selalu sabar dan memberikan totalitasnya sebagai bidan tanpa berharap harus ada imbalan.
“Setiap yang beliau lakukan memberikan pertolongan pada pasien, tidak melulu harus menerima bayaran. Tidak di bayar pun tidak pernah mempermasalahkan,” tuturnya.
Bahkan, masih lekat di benak Tatag, sang ibunda rela malam-malam berjalan menyusuri rel kereta api sampai ke perbatasan Purwodadi demi melayani membantu persalinan warga Sragen di perbatasan.
Kala itu, ia yang masih kecil, sering diajak menemani jalan kaki menuju pasien yang jaraknya jauh karena keterbatasan transportasi kala itu.
Semua itu dilakoni dengan senang tanpa ada sedikit pun keluhan. Totalitas pengabdian itulah yang selalu tertanam di benak anak-anaknya hingga kini.
“Itu pengalaman nyata yang saya alami ketika kecil selalu diajak menemani beliau. Bagi saya, beliau sosok ibu yang kuat dan hebat. Kami bangga punya teladan beliau,” kenangnya.
Tak hanya perjuangan tak kenal waktu, pelayanan yang diberikan pun tak melulu harus berbalas imbalan uang.
Tatag mengisahkan karena dulu waktu masih zaman susah, sang ibunda ikhlas walau tak selalu menerima bayaran ketika membantu persalinan warga.
Bahkan dibayar hasil kebun apakah itu sayuran, ketela pohon dan hasil bumi lainnya pun, selalu diterima dengan senang hati.
“Meski hanya seonggok ketela pohon, ibu tetap melayani dengan tuntas dan senang. Jiwa menolong orang tanpa pamrih itu yang kami sangat kagumi. Tengah malam pun diketuk untuk menolong pasien, ibu langsung berangkat. Sungguh kami sangat bangga memiliki beliau,” tuturnya.
Almarhumah meninggal dunia Minggu (25/12/2022) malam pukul 18.45 WIB karena kondisinya yang sudah tua.
Sempat dirawat di RSUD dr Moewardi Surakarta, almarhumah tutup usia kemarin malam.
Sosok bidan legendaris penuh pengabdian itu meninggal dalam usia 84 tahun. Dia meninggalkan 6 anak dan 15 cucu. Wardoyo