SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM – Konflik internal di Keraton Solo, menyita perhatian publik. Demikian pula di kalangan pengamat sejarah.
Dani Saptono, Ketua Solo Societeit, komunitas pecinta sejarah di Solo, mengaku miris mengetahui hal tersebut.
“Ya, kita sangat miris. Keraton ini kan sebagai pusat kebudayaan Jawa kalau orang Jawa pengen belajar. Pengen tahu istilahnya kiblat menjadi Jawa yang benar. Itukan harusnya norma berkiblat ke kraton karena pusat kebudayaan,” ujarnya saat dihubungi Senin, (26/12/2022).
Menurut Dani, jika konflik terus berkelanjutan. Maka keraton sebagai produsen simbol-simbol dari tradisi dan budaya Jawa tidak akan lagi bisa dijadikan sebagai contoh.
“Kalau keraton sendiri, kemudian secara etik dan etis tidak bisa lagi dijadikan sebagai contoh lalu kita sebagai orang Jawa mau belajar ke mana. Konteks keraton bukan hanya soal bangunan bukan soal fisik. Tapi soal yang lebih urgent lagi yaitu soal sikap,” terangnya.
“Sikap sebagai publik figur kebudayaan. Kalau kita sebagai orang Jawa kehilangan publik figur contoh untuk menjadi orang Jawa yang benar. Jangan salahkan kemudian orang Jawa akan luntur kebudayaannya. Karena tidak ada kiblatnya,” kata Dani lebih lanjut.
Dani berharap Keraton dapat kembali ke marwahnya sebagai publik figur kebudayaan ke depannya.
“Kita tidak berurusan dengan konflik yang terjadi di kraton. Karena itu urusan internal mereka, tetapi kita berharap bahwa keraton ini bisa menjadi seperti semula. Sebagai pembawa pengemban marwah, sebagai kebudayaan jawa. Ini siapapun yang akan berkuasa dalam kraton sebagai pengemban kebudayaan haruslah memiliki 2 pondasi utama, yaitu kelayakan dan kemampuan bisa jadi publik figur yang benar untuk menuntun masyarakat Jawa ini menjadi Jawa yang benar. Karena keraton itukan sekarang bukan lagi sumber kekuasaan politik,” pungkasnya. Ando