SLEMAN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Alot, itulah yang terjadi dalam musyawarah kesepakatan ganti rugi lahan terdampak pembangunan Jalan Tol Jogja – Solo bagi warga Padukuhan Nglarang di Balai Kalurahan Tlogoadi.
Bahkan, musyawarah tersebut juga sempat diwarnai aksi walk out dari sejumlah warga.
Penyebabnya, warga merasa keberatan karena nilai ketetapan ganti kerugian, khususnya pada lahan pekarangan yang terdampak tol dinggap tidak wajar.
Artinya, nilai tersebut lebih rendah dari yang diharapkan.
Lurah Tlogoadi, Sutarja menceritakan, warga terdampak tol di padukuhan Nglarang, keluar dari ruang musyawarah karena nilai ganti rugi untuk tanah pekarangan dianggap tidak wajar.
Padahal lahan tersebut dibeli oleh Negara untuk membangun jalan tol.
Namun nilai appraisal atau taksiran ganti rugi dianggap seperti orang biasa membeli tanah sehingga warga kesulitan untuk mencari tanah pengganti.
“Yang jelas untuk dibelikan tanah dengan harga yang ditetapkan itu masih sulit. Pemerintah kan harusnya tidak memberatkan warga. Paling tidak, uang ganti rugi jika untuk membeli (tanah) tidak kesulitan. Appraisal yang sekarang, warga kesulitan mencari tanah pengganti. Rekoso, ya pas-pasan,” kata Sutarja, Senin (16/1/2023).
Warga terdampak kesulitan untuk mencari tanah pengganti.
Belum lagi harus merelakan sejarah dan kenangan, akibat tanahnya tergerus jalan tol.
Kendati demikian, Pemerintah Kalurahan Tlogoadi tidak bisa berbuat banyak.
Menurut Sutarja, pihaknya tidak bisa mencampuri terkait harga appraisal tanah terdampak pembangunan jalan Tol Yogya-Solo.
Dalam proses pengadaan tanah, pihak Kalurahan hanya bertugas mengurus perihal kelengkapan administrasi.
Untuk diketahui, lahan terdampak jalan Tol Yogya-Solo di Kalurahan Tlogoadi ada 267 bidang dari 348 pihak yang berhak (PYB).
Jumlah lahan terdampak tersebut tersebar di tiga padukuhan. Yaitu Nambongan, Nglarang dan Karangbajang.
Pelaksanaan musyawarah di hari sebelumnya berjalan lancar.
Namun pelaksanaan hari ketiga ini yang dikhususkan bagi warga Padukuhan Nglarang tidak berjalan mulus.
Sedianya Musyawarah digelar dalam dua sesi. Namun menurut Sutarja di sesi pertama pukul 09.00-11.00 WIB, sejumlah warga memilih Walk Out atau keluar dari ruangan.
Sementara di sesi kedua, yang digelar pada pukul 11.00-13.00 WIB tidak ada warga yang mau masuk.
“Jadi sesi pertama mayoritas (warga keluar. Yang sesi kedua tidak mau masuk (ruang musyawarah),” katanya.
Sementara itu, Ketua Pengadaan Tanah yang juga Kepala Kanwil BPN DIY, Suwito menjelaskan, musyawarah sesi pertama sedianya ada 30 bidang dari 44 PYB dan sesi kedua 31 bidang.
Warga untuk sementara ini ada yang belum menerima appraisal karena nilainya tidak sesuai harapan masyarakat.
“Yang jelas nilainya belum sesuai harapan. Tadi mereka belum menerima atau menolak,” kata Suwito.
Soal nilai appraisal lahan terdampak tol menurut dia masing-masing bidang berbeda. Bidang Depan dan Bidang belakang nilainya berbeda.
Tergantung lokasi lahan. Bagi warga yang saat ini belum menerima, pihaknya memberikan durasi waktu selama 14 hari untuk berfikir.
“14 hari kami nego, supaya (warga) menerima,” kata dia.
Diketahui, musyawarah kesepakatan ganti rugi merupakan salah satu tahapan yang harus dilalui sebelum pencairan UGR.
Dalam proses ini, warga dimintai kesepakatan nilai dan bentuk ganti kerugian.
Setelah tahapan itu dilalui, berikutnya adalah validasi data. Ketika data dianggap lengkap dan valid maka berkas diajukan ke LMAN untuk permohonan pencarian UGR.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Jalan Tol Yogya-Solo, Kementerian PUPR, Dian Ardiansyah sebelumnya mengungkapkan, pembebasan lahan terdampak jalan Tol Yogya-Solo seksi 2 di Kalurahan Tlogoadi senilai Rp 417 miliar.
Jumlah tersebut akan digunakan untuk membayar Uang Ganti Rugi (UGR) sebanyak 267 bidang yang terbagi di tiga Padukuhan. Yakni Nambongan, Nglarang dan Karangbajang.
“Kami berharap warga bisa menerima dengan baik sehingga kita bisa segera melanjutkan ke proses berikutnya,” kata dia.