BOYOLALI, JOGLOSEMARNEWS.COM — Kasus kematian ikan hingga 200 ton di Waduk Kedungombo (WKO), Kecamatan Kemusu tak mempengaruhi pasokan ikan di Boyolali Kota dipenuhi dari keramba di Waduk Cengklik.
“Selama ini, stok ikan di Kota Susu dikaver oleh petani karamba jaring apung (KJA) Waduk Cengklik. Sedangkan di WKO mayoritas dikirim ke Semarang dan sekitarnya,” ujar Kabid Perikanan Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakan) Boyolali, Nurul Nugroho, Minggu (8/1/2023).
Dijelaskan, selama ini, petani KJA terpusat di WKO dan Waduk Cengklik, Ngemplak. Masa pembesaran ikan berkisar selama tiga bulan. Sedangkan harga ikan nila dan mas dari petani beragam. Untuk harga pembelian partai besar berkisar Rp 27 ribu/kilogram. Sedangkan untuk eceran, harga berkisar Rp 35 ribu/kilogram.
Boyolali sendiri dipastikan surplus ikan. Menilik, ada seribu lebih KJA Waduk Cengklik. Sedangkan di WKO ada 750 KJA. Kemudian, produksi rata-rata perharinya, WKO bisa menghasilkan 5-7 ton. Sedangkan di Waduk Cengklik berkisar 3- 5 ton/hari. Sistem KJA di Waduk Cengklik dan WKO berbeda. Sehingga jumlah ikan yang dihasilkan juga berbeda.
“Di Waduk Cengklik, KJA hanya menggunakan satu jaring. Lantaran kedalaman waduk hanya berkisar tiga meter saja. Sedangkan petak karamba berukuran kecil, yakni 5x 5 meter.” ujar Nurul,
Berbeda dengan WKO bisa dua lapis jaring dengan kedalaman lebih dari 10 meter. Selain itu, petak karamba juga berbeda. Di WKO petak karamba mencapai 6 x6 meter bahkan 7x 7 meter.
Sedangkan di Waduk Bade memang tidak diizinkan ada karamba. Namun, menerapkan budidaya ikan dengan sistem tebar.
“Di Bade dari dulu sudah kita programkan untuk culture based fisheries (CBF). Tidak boleh ada karamba.”
Budidaya ikan di Waduk Bade dilakukan dengan sistem tebar. Dari kelompok masyarakat menebar benih, dipanen dengan alat tangkap yang ramah lingkungan di situ.
“Tidak boleh ada karamba, sistemnya berbeda, jadi alami”, pungkasnya Waskita