JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Upaya kaum buruh untuk menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No. 2/2022 tentang Cipta Kerja terus menggelombang.
Bahkan, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) menyatakan bakal melakukan aksi bersama Aliansi Aksi Sejuta Buruh untuk menolak Perppu Cipta Kerja tersebut.
“Sudah diputuskan bahwa KSPSI akan melakukan aksi-aksi. Bukan hanya dari KSPSI saja tapi juga bersama dengan konfederasi, federasi, dan serikat pekerja di luar KSPSI. Sejauh ini, kami sudah membentuk Aliansi Aksi Sejuta Buruh yang rencananya akan memprotes Perpu ini,” kata Ketua Umum KSPSI Moh Jumhur Hidayat pada Tempo, Selasa (3/1/2023).
Jumhur mengatakan pihaknya menggelar rapat Aliansi Aksi Sejuta Buruh. Untuk pelaksanaan aksi menolak Perpu Cipta Kerja. Namun, dia belum bisa memastikan kapan pelaksanaan aksi tersebut.
“Oh ya pasti bulan ini. Mungkin minggu ini atau minggu depan sudah mulai juga, kan bergilir,” tuturnya.
KSPSI menilai semua isi Perpu Cipta Kerja hampir sama dengan Undang-Undang Cipta Kerja, bahkan lebih buruk. Sebabnya, tak ada lagi cuti besar setelah enam tahun kerja selama sebulan dengan tetap dibayar upah.
“Artinya, silahkan cuti tapi tidak dapat upah. Ya ini bukan cuti namanya,” tegas Jumhur.
Karena itu, KSPSI menolak Perpu Ciptaker karena lebih buruk dari UU 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Bahkan Perpu Ciptaker ini juga lebih buruk dari UU Ciptaker, karena makin membuat keadaan buruh menjadi lebih sulit.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meneken Perpu No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perpu Ciptaker pada 30 Desember 2022. Beleid ini menuai sejumlah protes dari berbagai pihak.
Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek) sebelumnya juga menolak penerbitan Perpu Cipta Kerja itu.
Presiden Aspek Mirah Sumirat mengatakan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat gagal memenuhi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk melakukan perbaikan dalam dua tahun, kemudian justru memaksakan pemberlakuan Undang Undang Cipta Kerja melalui Perpu.
“Ini akal-akalan untuk memaksakan kepentingan pemodal,” ujarnya dalam keterangan tertulis pada Senin (2/1/2023).
Aspek menuntut pemerintah membatalkan Perpu Cipta Kerja ini.
Mirah meminta pemerintah menggantinya dengan penerbitan Perpu Pembatalan Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja serta memberlakukan kembali undang-undang sebelum adanya Undang Undang Cipta Kerja.
Hal ini demi menjamin hak kesejahteraan rakyat Indonesia dan untuk memberikan keadilan dan kepastian hukum.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengungkapkan alasan pemerintah mengeluarkan Perpu Cipta Kerja (Ciptaker) karena alasan mendesak.
“Pemerintah memandang ada cukup alasan untuk menyatakan bahwa diundangkannya Perpu Nomor 2 Tahun 2022 ini didasarkan pada alasan mendesak,” kata Mahfud MD dalam pernyataan pers bersama Menteri Koordinator Bidang Ekonomi Airlangga Hartarto dan Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariejdi Kantor Presiden Jakarta, Jumat lalu.
Mahfud menjelaskan, dampak perang Ukraina yang secara global maupun nasional memengaruhi negara-negara lain termasuk Indonesia akan mengalami ancaman inflasi ancaman inflasi, stagflasi, krisis multisektor, suku bunga, kondisi geopolitik, krisis pangan sehingga pemerintah harus mengambil langkah-langkah strategis secepatnya.
Dari pertimbangan aspek hukum dan peraturan perundang-undangan terkait keluarnya Perpu Nomor 2 Tahun 2022atau Perpu Cipta Kerja tersebut karena kebutuhan mendesak sesuai dengan putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009.
“Yang waktu itu, saya sebagai ketua MK menandatangani alasan dikeluarkannya Perpu itu ya pertama karena ada kebutuhan yang mendesak ya kegentingan memaksa untuk bisa menyelesaikan masalah hukum secara cepat dengan undang-undang, tetapi undang-undang yang dibutuhkan untuk itu belum ada,” ungkap Mahfud.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan ada sejumlah hal yang disempurnakan dalam Perpu Cipta Kerja.
“Yang utama terkait dengan ketenagakerjaan dengan upah minimum alih daya, kemudian sinkronisasi dana harmonisasi dengan UU Nomor 7 dan UU Nomor 1 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, dan tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah atau HAKD,” kata Airlangga.
Selanjutnya diatur pula soal penyempurnaan sumber daya air bagi kepentingan umum dan perbaikan kesalahan “typo” atau rujukan pasal, “legal drafting”, dan kesalahan lain yang nonsubstansial.
“Yang lain seluruhnya disempurnakan sesuai pembahasan dengan kementerian dan lembaga terkait, dan sudah dikomunikasikan dengan kalangan akademisi,” ungkap Airlangga.
Menurut Airlangga, dalam Perpu Cipta Kerja, pekerja alih daya yang sebelumnya dibuka total untuk seluruh sektor kemudian diatur untuk sejumlah sektor tertentu saja.
“Pengupahan itu sudah mengikuti apa yang diminta serikat buruh. Jadi kalau sebelumnya ada unsur inflasi dan unsur pertumbuhan ekonomi, sekarang dua unsur itu dimasukkan ditambah unsur daya beli masyarakat di kabupaten dan sebagainya,” tambah Airlangga.