Beranda Daerah Boyolali Terkait Penyakit LSD, Disnakan Boyolali: Peternak Harus Sabar Mengobatinya, Jangan Grusa-grusu Dijual

Terkait Penyakit LSD, Disnakan Boyolali: Peternak Harus Sabar Mengobatinya, Jangan Grusa-grusu Dijual

Upaya penanganan sapi yang terpapar lumpy skin deseases (LSD) terus digencarkan jajaran Disnakan Boyolali. Waskita

BOYOLALI, JOGLOSEMARNEWS.COM — Upaya penanganan sapi yang terpapar lumpy skin deseases (LSD) terus digencarkan jajaran Disnakan Boyolali. Tak hanya pengobatan dan vaksinasi, petugas juga masif melakukan sosialisasi kepada peternak.

“Intinya, peternak harus sabar melakukan pengobatan dengan bantuan Disnakan. Jangan malah tergesa- gesa atau grusa-grusu menjual ternaknya,” ujar Kabid Kesehatan Hewan (Keswan) Disnakan Boyolali, Afiany Rifdania, pada Senin (23/1/2023).

Dijelaskan, kerugian ekonomi yang timbul akibat paparan LSD cukup banyak. Karena ternak akan mengalami penurunan berat badan, lantaran tak mau makan. Maka akan berpengaruh pada produksi susu serta kerusakan kulit permanen.

“Juga terjadi penurunan atau kehilangan fertilitas pada sapi jantan maupun betina,” jelas Afiany.

Diakui, pihaknya sudah melakukan perhitungan dampak ekonomi akibat paparan LSD. Dimana di Boyolali terdapat 161.168 ekor ternak yang potensial terdampak LSD. Terdiri 62.387 ekor sapi perah, sapi potong 98.096 ekor dan kerbau 655 ekor.

“Jika dijual, sapi yang terkena LSD harga jual bisa turun hingga 47 persen dari harga normal,” katanya.

Jika asumsi normal harga sapi Rp 18 juta/ekor, maka harga bisa turun menjadi Rp 9,5 juta. Lalu produksi susu juga berpotensi turun sampai 65 persen. Padahal satu ekor sapi perah bisa menghasilkan 10 liter dalam sehari.

Baca Juga :  Rehab Tugu Batas Kota Boyolali Dihentikan, Diduga Cagar Budaya

“Memang, angka kematian akibat LSD cukup rendah. Yakni, 0-10 persen saja,” lanjutnya.

Kondisi ini, lanjut dia, berbeda dengan PMK, karakteristik penyembuhan LSD lebih lama. Sebab, LSD menyerang kulit sapi. Bahkan kasus terparah, juga membuat daging sapi terjangkit LSD berbentol-bentol merah.

“Meskipun aman dikonsumsi, namun, menurunkan nilai jual. Karena kondisi daging dianggap tidak segar,” ujar dia.

Diungkapkan, selama ini peternak cenderung panik. Begitu ada temuan suspek LSD, justru menjual ternak tersebut dengan harga murah. Belum lagi, pihak pemborong sapi yang terkena LSD. Biasanya akan memotong sapi untuk dijual dagingnya.

“Proses penyembuhannya memang lama. Asalkan peternak itu sabar untuk kami melakukan pengobatan. Beberapa kasus sudah sembuh, sudah mulus lagi. Tapi perlu waktu, kira-kira satu bulan.”

Namun demikian, penyembuhan LSD bisa dipercepat. Yakni dengan memberikan makanan yang bergizi pada ternak.

“Jika cepat diobati, maka bisa menekan potensi terpapar. Untuk sapi perah cenderung lebih cepat sembuh dibanding sapi potong. Karena pemberian nutrisi makanan lebih banyak,” katanya.

Baca Juga :  Pertamina Kembali Tindak Tegas SPBU di Boyolali, Ini Penyebabnya

Sebelumnya, Kepala Disnakan Boyolali, Lusia Dyah Suciati, mengaku, pihaknya sudah menerima 580 laporan LSD hingga pertengahan bulan ini. Diantaranya, 32 dinyatakan positif LSD berdasarkan hasil laboratoriun.

“Sisanya, gejala klinis yang mengarah LSD. Kemudian yang sudah sembuh 20 ekor. Saat ini, Disnakan terus membuka hotline aduan untuk PMK dan LSD,” tutupnya. Waskita