SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM – Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat selalu memiliki daya tariknya sendiri dengan tradisi Kejawen yang masih kental hingga saat ini.
Salah satu tradisi Kejawen yang masih dipegang teguh tersebut adalah tradisi Sadranan yang selalu dilakukan saat bulan Ruwah.
Menurut Pengageng Parentah Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, KGPH Dipokusumo, tradisi Sadranan merupakan bagian dari kegiatan tradisi keraton yang telah berlangsung turun temurun. Nyadran menjadi tradisi terutama sejak dinasi Mataram.
“Sehingga dalam proses perjalanan itu ada beberapa makam yang ditengarai jadi suatu pertanda bahwa itu makam yang menurunkan raja-raja. Baik itu raja-raja di Surakarta maupun di Yogyakarta untuk dinasti mataram,” ujarnya, Senin (27/2/2023).
Nyadran Ruwah tahun ini digelar Senin (27/2/2023), yang dimulai dari Nyadran ke makam Ki Ageng Henis di Kecamatan Laweyan. Untuk diketahui, Ki Ageng Henis merupakan ayah dari Danang Sutawijaya yang disebut dengan Panembahan Senopati.
“Urutannya ke Makam Ki Ageng Selo di Purwodadi terlebih dulu, kemudian Ki Ageng Henis dan Ki Ageng Pemanahan. Baru ke Imogiri,” tuturnya.
Gusti Dipo menambahkan, sesuai dengan tradisi, pelaksanaan Nyadran diikuti oleh keluarga keraton dan abdi dalem.
“Jadi kalau sadranan itu yang dijadikan tolok ukurnya adalah utusan dalem. Karena utusan dalem itu sebagai pertanda pembuka bagi siapa saja yg datang ke makam tersebut. Untuk memulai nyekar atau nyadran. Kalau filosofinya nyadran itu sesuai dengan adat Jawa adalah sangkan paraning dumadi bahwa kita harus memahami asal usul kehidupan leluhur. Kemudian juga menghormati para leluhur, mendoakan para leluluhr agar kehidupan kita semakin hari semakin baik,” ungkapnya. Prihatsari