Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Ritual Sadranan di Lereng Merapi-Merbabu, Kearifan Lokal yang Terus Terjaga

Arak- arakan warga Dukuh Dungus, Desa Seboto, Gladagsari membawa tenong berisi aneka makanan dan jajanan pada Kamis (9/3/2023). Waskita

BOYOLALI, JOGLOSEMARNEWS.COM — Ritual nyadran atau sadranan digelar warga di Dukuh Dungus, Desa Seboto, Gladagsari pada Kamis (9/3/2023). Ritual diikuti warga di makam dukuh setempat.

Ritual diawali dengan arak- arakan warga yang membawa tenong berisi aneka makanan dan jajanan. Ada nasi tumpeng lengkap dengan lauk ayam utuh, sambel goreng dan krupuk. Ada pula aneka makanan kecil atau jajanan pasar.

Arak- arakan ke makam dukuh setempat pun semakin panjang karena warga dilewati ikut menyusul dibelakangnya. Sesampai di makam, tenong pun dibuka dan jajanan pasar pun dimakan bersama. Bahkan, para warga juga saling bertukar jajanan pasar yang dibawa.

Kemudian dilakukan doa tahlil yang dipimpin tokoh agama. Tujuannya, untuk mendoakan arwah leluhur. Usai tahlil, tibalah saatnya menikmati hidangan utama berupa nasi tumpeng dan lauk ayam. Semua nampak gembira, bahkan pengunjung dari luar pun tak perlu berkecil hati.

Pasalnya, warga dengan senang hati akan menawari makanan yang dibawa. Warga merasa gembira dan puas jika makin banyak yang turut menikmati makanan yang dibawanya. Mereka percaya dengan membagi makanan tersebut bakal membawa berkah bagi dia dan keluarganya.

Usai makan bersama, warga pun pulang ke rumah masing- masing. Namun perayaan sadranan belum juga usai. Pasalnya sesampai di rumah, warga akan membuka pintu rumahnya lebar- lebar. Mereka menantikan sanak keluarga maupun tetangga untuk saling berkunjung.

Kades Seboto, Kamali menjelaskan, ritual nyadran atau sadranan digelar rutin dua kali setahun. Yaitu pada bulan Sapar dan Ruwah pada penanggalan Jawa. Kegiatan ini terus dilestarikan warga hingga sekarang.

“Ini bentuk kearifan lokal, warga mendoakan leluhur yang telah meninggal dunia dan menanamkan kerukunan,” katanya disela acara.

Suasana Nyadran di Dukuh Dungus, Desa Seboto, Gladagsari, Kamis (9/3/2023). Waskita

Terkait dengan makanan dalam tenong, lanjut dia, makanan tersebut dulunya dibawa ke makam untuk disuguhkan tamu yang berasal dari luar daerah. Tujuannya, agar warga luar daerah yang ikut sadranan ini tidak repot mencari makanan usai ritual.

Dwiadi Agung Nugroho, anggota DPRD Boyolali yang juga warga Dungus menambahkan, nyadran sebagai kearifan lokal harus terus dilestarikan. Selain sebagai bentuk menghormati dan mendoakan leluhur, juga membina kerukunan warga.

“Sebelumnya warga bergotong royong membersihkan makam. Dan usai sadranan, warga saling berkunjung untuk mempererat persaudaraan dan kerukunan.” Waskita

Exit mobile version