Oleh : Khafid Sirotudin*
Hari Senin 8 Mei 2023 lalu, kami melihat dari dekat Kebun Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (KB-TPH) milik Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Jateng. Tepatnya di kebun Tragung, Kabupaten Batang seluas 22,61 hektar. Lokasinya tidak jauh dari exit tol Kandeman Batang.
Di KB-TPH Kandeman terdapat pohon induk Srikaya Rovi, Kelengkeng Kateki dan Durian Kromo Banyumas sebanyak 94 pohon. Berdasarkan data yang disampaikan Balai Benih TPH wilayah kerja Banyumas, terdapat pohon produksi sebanyak 1.882 tanaman berupa : Srikaya Rovi, Buah Naga, Durian Montong, Durian Kani, Durian Kromo, Sirsak Madu, Alpukat, Kelengkeng Itoh, Kelengkeng Kateki, Jambu Jamaica, Jambu Citra, Jambu Deli Hijau, Jambu Kristal dan Jeruk.
Banyaknya jenis buah menunjukkan kurang fokusnya Distanbun dalam mengembangkan bibit dan produksi buah-buahan. Semestinya cukup dikembangkan tanaman buah dengan prinsip “One Area, One Product, One Variety” (Satu Areal, Satu Produk dan Satu Vatietas).
Kita bisa mencontoh Malaysia dalam mengembangkan buah Durian jenis Musang King. Atau Philipina mengembangkan pisang kepok putih dalam satu kawasan seluas ribuan hektare.
Masalah klasik dalam pengembangan KB TPH, disampaikan Kepala Balai Benih TPH wilayah Banyumas dalam pertemuan tersebut. Di antaranya berupa kurangnya dukungan anggaran, terbatasnya saprotan (pupuk, pestisida, herbisida, dll), belum tersedianya fasilitas pengairan/sumber air memadai (embung), minimnya personil pengelola kebun, buruknya akses jalan masuk kebun, belum adanya MCK.
Kami mafhum jika beragam alasan klasik selalu disampaikan terhadap situasi dan kondisi puluhan unit kebun dinas pertanian perkebunan Jawa Tengah yang seperti itu. Pertanyaan yang bisa diajukan, misalnya : jika permintaan anggaran dipenuhi sesuai kebutuhan standar biaya produksi tanaman buah, apakah distanbun bisa menghasilkan out-put dan out-come yang telah disepakati dalam rapat RAPBD ?.
Oleh karenanya Wakil Ketua Komisi B DPRD Jateng, Dra. Sri Marnyuni, MM berharap agar ke depan semua KB-TPH Distanbun berubah menjadi BLUD (Badan Layanan Umum Daerah).
Hewan Penyerbuk
Pada sesi diskusi di tengah kebun, kami sampaikan betapa penting kehadiran serangga penyerbuk bagi tanaman hortikultura, khususnya buah-buahan. Keberadaan dan kehadiran hewan penyerbuk (polinator) tanaman seringkali diabaikan, selain persyaratan dan ketentuan lain yang mempengaruhi produktivitas tanaman harus terpenuhi : pengolahan tanah, bibit unggul, ketersediaan air, saprotan (pupuk, dll), PHT (penanganan hama terpadu) serta sumber daya insani perawat tanaman yang mahir dan terampil.
Seperti kita ketahui, ada empat macam penyerbukan serbuk sari pada tanaman, yaitu penyerbukan sendiri (outogami), penyerbukan tetangga (geitonogami), penyerbukan silang (alogami) dan penyerbukan bastar (hibridogami). Dari 4 macam penyerbukan tersebut, terdapat penyerbukan yang dilakukan serangga (entomogami), burung (ornitogami), kelelawar (kiropterogami) dan siput (malakogami).
Tanpa peran hewan penyerbuk (pollinator) hampir dipastikan semua tanaman buah di kebun tidak akan berproduksi. Hewan penyerbuk sangat berperan memindahkan serbuk sari antar bunga. Serbuk sari terbawa oleh polinator dimana sebagiannya menyentuh kepala putik sehingga terjadi polinasi (penyerbukan) pada tanaman buah-buahan dan bibitpun akan terbuahi.
Sebagai polinator, serangga membantu dalam proses penyerbukan tanaman buah. Terjadi simbiosis mutualisme dalam proses penyerbukan tanaman oleh hewan polinator. Serangga mengunjungi bunga guna mengambil nektar untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Sedangkan tanaman bisa menghasilkan buah jika dibantu penyerbukan oleh serangga polinator.
Terdapat berbagai jenis serangga penyerbuk, yaitu : lebah (bee), tawon (hymenoptera), kumbang (coleoptera), lalat (diptera), lalat buah (hoverflies), kupu-kupu, ngengat dan semut. Peranan serangga polinator sangat besar manfaatnya dalam menjaga keberadaan suatu spesies tanaman melalui proses penyerbukan dalam mempertahankan keanekaragaman genetik tumbuhan pada suatu populasi.
Kami menyarankan agar KB-TPH Tragung dan Kandeman melakukan komunikasi, meminta bantuan dan bekerjasama dengan beberapa peternak lebah Apis mellifera dari kecamatan Gringsing-Batang. Dimana disana berdiri Pusat Madu Apiari Pramuka yang sudah berdiri hampir 40 tahun.
Di Gringsing banyak peternak lebah Apis mellifera yang kesulitan mencari area “angon” (penggembalaan) lebah seiring meluasnya kerusakan kawasan hutan akibat laju deforestasi dan pertambangan Galian C, serta konversi lahan perkebunan rakyat dan PTPN IX menjadi lahan pemukiman dan industri. Terlebih dua tahun terakhir, dimana 4.000 hektar area perkebunan karet, randu dan pisang milik PTPN IX beralih fungsi menjadi Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB).
Kita tahu bahwa madu yang dihasilkan lebah Apis mellifera berasal dari berbagai jenis nektar tanaman yang menjadi wilayah jangkauan terbang lebah (1-2 km) dari penempatan stup lebah budidaya jenis Apis mellifera.
Meski madu dihasilkan dari beragam nektar tanaman, namun di pasar kita mengenal madu murni/asli lebah Apis mellifera berdasarkan jenis nektar dominan (sekitar 60 persen). Misalnya : madu kelengkeng, rambutan, kopi, randu, karet dan multiflora.
Sedangkan madu murni yang dihasilkan lebah liar Apis cerana (Jawa : tawon Glodok) atau Apis dorsata (Jawa : tawon Gung) tidak dipasarkan berdasarkan jenis nektar. Sebab tidak ada jenis nektar yang dominan dan non budidaya. Begitu juga dengan madu lebah tanpa sengat (stingless bee), yang di Jawa disebut klanceng (trigona sp). Madu klanceng murni/asli tidak dijual berdasar jenis nektar dominan. Namun berdasarkan jenis atau spesies lebah klanceng yang memiliki 14 genus dan ratusan spesies.
Lebah Polinator Tersohor
Peringatan Hari Lebah Sedunia (World Bee Day) diadakan setiap tanggal 20 Mei. Untuk tahun 2023 mengambil tema “Bee Engaged in Pollinator Friendly Agricultural Production”. Tema ini diangkat sebagai pengingat masyarakat dunia, betapa pentingnya lebah sebagai hewan penyerbuk atas berbagai ragam jenis tanaman.
Sekaligus mengingatkan kita semua, lebah adalah sahabat dan mitra petani untuk mengoptimalkan produksi hasil pertanian. Lebah merupakan “partner in progress” produkivitas hasil pertanian.
Beberapa hasil studi empiris menyatakan produksi tanaman hortikultura (sayuran dan buah-buahan) sebagian besar penyerbukannya dilakukan lebah (80%) dan sisanya dilakukan kumbang dan serangga polinator lainnya. Kami pernah menyaksikan langsung bagaimana petani apel di Aumori Jepang begitu memuliakan lebah. Juga di beberapa negara lain yang budidaya pertaniannya maju. Petani, para ahli dan akademisi serta pemerintah bersinergi sesuai tupoksi dalam usaha meningkatkan produktivitas pertanian.
Mereka menyadari betapa penting kehadiran lebah sebagai polinator tanaman yang kesohor. Di beberapa negara, para petani menghargai jasa penyerbukan koloni lebah menjadi tambahan pendapatan bagi peternak lebah Apis mellifera.
Suatu ketika kami diajak mengelilingi kebun kopi seluas 50 hektar milik teman saat menjelang akhir musim bunga kopi. Terdapat kurang lebih 35.000 tegakan tanaman kopi, tetapi hanya mampu memproduksi kopi sedikit. Setelah mengamati dari dekat atas ribuan tanaman kopi itu, sebagian besar bunga kopi ternyata hanya berupa “mata yuyu” alias gagal menjadi buah kopi.
Selama mengelilingi kebun kami juga mengamati betapa minim koloni lebah yang hinggap di bunga tanaman kopi. Padahal masa bunga kopi itu pendek bila dibandingkan jenis tanaman perkebunan lain. Kemudian kami menyarankan agar menghubungi dan memfasilitasi peternak lebah Apis mellifera agar mau menggembalakan koloni lebah selama musim bunga kopi berlangsung.
Kami juga menyarankan opsi lain berupa memelihara lebah klanceng sebanyak mungkin disesuaikan jumlah tanaman kopi. Meskipun konsekuensinya harus menambah investasi baru untuk pengadaan sejumlah stup koloni klanceng dan vegetasi tanaman pakan lebah. Serta menambah 1-2 karyawan kebun yang bertugas secara khusus memelihara dan merawat koloni klanceng, serta beragam tanaman penghasil resin (getah), pollen, nektar secara melimpah dan proporsional.
Koloni lebah klanceng dapat menghasilkan madu sepanjang tahun dan tanpa menggembala (Jawa : angon). Asalkan jumlah dan keragaman vegetasi tanaman pengasil NePoReA (Nektar, Pollen, Resin, Air) terpenuhi secara adil (proporsional) dan melimpah. Koloni klanceng juga harus terlindungi dari predator alami semacam bunglon, kadal, katak pohon, unggas, burung dan manusia (pencuri, perusak).
Memelihara lebah klanceng juga mensyaratkan pertanian secara organik dan nir pestisida kimiawi. Kalaupun terpaksa memakai pestisida kimiawi, dosis dan tata cara pemakaian haruslah memperhatikan cara penyemprotan dan penggunaan agar koloni klanceng tidak mati secara masif.
Keberadaan lebah sebagai faktor penentu produktivitas tanaman sangat dibutuhkan petani. Saatnya mewujudkan pembangunan “green economy” yang mampu menghadirkan industri pertanian, perkebunan dan kehutanan yang berkelanjutan. Berjalan sesuai garis edar Sunatullah, tanpa merusak alam dan saling melindungi kehidupan sesama makhluk ciptaan Tuhan di bumi. Selamat Hari Lebah Sedunia 2023.
No Tree, No Bee, No Honey, No Healthy, No Money.
Wallahua’lam
Weleri, 19 Mei 2023
*)Penulis adalah Pemerhati Pangan dan Pembudidaya Klanceng.