SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM – Sejarah panjang tentang Kota Solo menyelimuti Benteng Vastenburg Solo. Sayang sekali, bangunan cagar budaya tersebut baru saja disita oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.
Penyitaan kawasan di mana bangunan cagar budaya itu berdiri, terkait dengan perkara tindak pidana korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh PT Asuransi Jiwasraya (Persero) atas nama terpidana Benny Tjokrosaputro.
Pemerhati sejarah Kota Solo, Dani Saptono mengungkapkan, Benteng Vastenburg dulunya digunakan sebagai tempat kontrol pada masa pemerintahan Hindia Belanda.
“Surakarta ini termasuk vostern london atau tanah yang dikuasai raja. Fungsi dari pemerintah kolonial sendiri di situ adalah sebagai kontrol atau pengawas. Makanya perlu dibangun sebuah pusat militer dan politis di dekat keraton,” terang Doni.
Selain itu, Benteng Vastenburg juga merekam suatu peristiwa sejarah, di mana Pakubuwono II melakukan negosiasi dengan Ki Gede Sala terkait dengan kasus pembebasan lahan dibangunnya Desa Sala untuk menjadi Keraton Solo.
Sebagai pengingat peristiwa tersebut, ditanami pula pohon beringin di dalam Benteng Vastenburg.
“Orang Jawa dulu belum mengenal namanya monumen. Untuk pengingat, dibuatlah satu monumen berupa penanaman pohon beringin,” katanya.
Setelah kemerdekaan, Benteng Vastenburg sempat dipakai juga untuk asrama TNI Brigif. Dimana sekarang asrama TNI Brigif telah berpindah ke Kabupaten Karanganyar.
Kemudian menjelang peristiwa reformasi 98, Benteng Vastenburg juga sempat mau dijadikan pusat pertokoan, menyambung dengan kompleks PGS dan juga BTC.
Namun karena meletus peristiwa 98, rencana itu akhirnya berhenti dan mangkrak. Bangunan-bangunan bagian dalam terlanjur digusur. Benteng sempat tidak bisa diakses oleh publik lantaran terlantar. Baru diera Jokowi sebagai Walikota kala itu, Benteng Vastenburg kembali dibuka untuk umum.
Sementara itu Carolus Kale (80) pengelola keamanan di Benteng Vastenburg mengaku tak mengetahui secara pasti bagaimana kronologi status kepemilikan tanah tersebut menjadi milik perseorangan.
Dirinya hanya meyakini bahwa dulunya tanah tersebut adalah milik pemerintah yang kemudian direbut oleh Belanda.
“Pada tahun 49 itu yang merebut nama-namanya tercantum di depan Gedung Juang 45,” pungkasnya. Ando