WONOGIRI, JOGLOSEMARNEWS.COM – LGBT alias Loh Ga Bahaya Ta, kasus antraks merajalela di Gunungkidul DIY. Lantas bagaimana dengan Wonogiri mengingat kabupaten ujung tenggara Jateng itu juga pernah ditemukan kasus antraks yang mengenai manusia.
Terlebih Wonogiri dan Gunungkidul berbatasan langsung. Bagaimana pengaturan lalu lintas ternak? Apakah sebenarnya sudah ada temuan kasus antraks Wonogiri?.
Untuk diketahui, pada Januari lalu, satu warga Kecamatan Eromoko ada yang terpapar antraks kulit. Warga tersebut memang asli Eromoko, namun telah ber-KTP Gunungkidul dan anak-istrinya tinggal di Kecamatan Karangmojo Kabupaten Gunungkidul.
Warga yang terpapar antraks kulit itu kerap wira-wiri Eromoko-Karangmojo. Di Eromoko, pasien memiliki lahan pertanian dan juga ternak.
“Wonogiri belum ada ternak terpapar antraks,” ungkap Kepala Dinas Kelautan Dan Perikanan dan Peternakan alias Kepala Dislapernak Wonogiri Sutardi, Rabu (5/7/2023).
Namun demikian, Kepala Dislapernak Wonogiri Sutardi menegaskan pihaknya tetap melakukan antisipasi pencegahan agar hewan ternak tidak terpapar antraks Wonogiri. Salah satunya adalah dengan menggencarkan komunikasi, informasi, dan edukasi kepada masyarakat.
Selain itu, pihaknya menggandeng Dinas Kesehatan (Dinkes) Wonogiri agar puskesmas-puskesmas, utamanya di wilayah perbatasan memberikan edukasi terkait antraks.
Kepala Dislapernak Wonogiri Sutardi memastikan, tidak ada penutupan pasar hewan meski ada kasus antraks Gunungkidul. Pihaknya terus menggencarkan edukasi agar masyarakat juga mewaspadai antraks.
Kepala Dislapernak Wonogiri Sutardi berujar, sulit mengetahui ciri-ciri ternak yang terinfeksi antraks dari luar. Meski begitu, patut diwaspadai jika ada sapi yang mati mendadak ataupun mengeluarkan darah dari berbagai lubang di tubuh ternak.
“Yang jelas, saat ada sapi mati mendadak, harus segera dikubur. Tidak boleh dikonsumsi oleh masyarakat,” tegas Kepala Dislapernak Wonogiri Sutardi.
Terpisah, Kepala Dinkes Wonogiri Setyarini memastikan tidak ada warga Wonogiri yang terpapar antraks. Tapi, pihaknya terus melakukan pemantauan bersama pihak-pihak terkait.
“Kalau untuk tanda antraks pada manusia, bisa demam. Selain itu juga muncul ruam khas di kulit penderita,” kata Kepala Dinkes Wonogiri Setyarini.
Selain itu, imbuh Kepala Dinkes Wonogiri Setyarini, biasanya manusia yang terpapar antraks memiliki riwayat berkontak dengan hewan yang terpapar. Misalnya saat menyembelih hewan terpapar.
Sementara Kemenkes RI melaporkan sebanyak tiga warga di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), meninggal dunia akibat penyakit antraks yang ditularkan dari hewan ternak.
“Kalau kasus meninggal ada tiga orang di Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi.
Kemenkes hingga saat ini masih melakukan penyelidikan epidemiologi kasus tersebut di dua Kecamatan yakni Semanu, dan Karangmojo untuk mengukur sebaran hingga penyebab pasti penularan virus.
Hasil sementara hingga saat ini terkumpul 93 pasien positif antraks di wilayah tersebut berdasarkan hasil tes serologi. Sedangkan hasil pemeriksaan terhadap seluruh kasus meninggal melalui genom sekuensing menunjukkan hasil positif antraks. Aris Arianto