Beranda Umum Nasional Luhut Bilang OTT Kampungan, Novel Baswedan: OTT Harus Terus Dilakukan KPK

Luhut Bilang OTT Kampungan, Novel Baswedan: OTT Harus Terus Dilakukan KPK

Penyidik senior KPK Novel Baswedan bersama kuasa hukumnya Saor Siagian usai menjalani pemeriksaan saksi selama 8 jam di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, 6 Januari 2020. Foto: Tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berhasil menangkap Pejabat Badan SAR Nasional (Basarnas), menjadi bukti pentingnya OTT tetap diterapkan oleh lembaga antirasuah tersebut.

Demikian ditegaskan oleh mantan penyidik KPK, Novel Baswedan. Dengan fakta tersebut, Novel mengatakan bahwa operasi tersebut memang harus terus diterapkan.

Hal itu berseberangan dengan opini yang digaungkan oleh Luhut Binsar Panjaitan, yang belakangan ini sering menyatakan ketidaksetujuannya dengan OTT oleh KPK.

“Itu bagus. Memang OTT harus digunakan sebagai upaya penindakan sekaligus membuat orang lain takut berbuat korupsi (deterrence effect),” kata Novel saat dihubungi, Kamis (27/7/2023).

Menurut Novel, KPK jika ingin memberantas korupsi secara efektif harus dilakukan aktivitas penindakan, pencegahan, dan pendidikan secara bersamaan.

Novel menyebutkan negara-negara dengan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di atas 5, tentu akan lebih mengedepankan pencegahan.

Sayangnya, IPK Indonesia masih rendah yakni 3,4 sehingga tidak bisa pendekatan utamanya dengan pencegahan.

Baca Juga :  Kenaikan PPN 12% Cekik Leher Buruh dan Picu  Terjadinya PHK

“Pencegahan juga tidak akan efektif bila penindakannya lemah. Dan penindakan yang paling efektif adalah dengan OTT,” ujar Novel.

KPK menggelar OTT terkait dengan kasus suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas, yang digelar secara digital.

Dalam OTT tersebut KPK telah mengamankan 11 orang dan menetapkan lima tersangka yang terlibat dalam kasus suap Basarnas yang dilakukan di daerah Cilangkap, Jakarta Timur dan di wilayah Jatiraden Kota Bekasi.

Dalam OTT tersebut, KPK juga telah menyita sejumlah uang Rp 999,7 juta yang digunakan sebagai barang bukti kasus ini. Total suap yang diduga diterima Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi mencapai Rp 88,3 miliar sejak 2021 hingga 2023.

Penangkapan kasus suap Basarnas itu seolah mematahkan argumentasi Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan yang menyebutkan OTT KPK merupakan perilaku kampungan.

Menurut Luhut, pencegahan korupsi bisa dilakukan melalui digitalisasi. Beberapa hal yang bisa dilakukan KPK selain OTT adalah dengan menjalankan e-Catalog, memberlakukan Aplikasi Pengawasan PNBP dan Tata Niaga Minerba (Simbara) untuk sistem logistik dan National Single Window.

Baca Juga :  Hasto PDIP Minta Presiden Prabowo Imbau Jokowi untuk Tak Terlalu Cawe-cawe di Pilkada Serentak 2024

Dia mengatakan masyarakat banyak yang tahu soal langkah yang sudah dilakukan KPK.

“Semua senangnya hanya nangkap-nangkap. Saya setuju nangkap itu. Tapi kalau kita perbaiki dengan digitalisasi, yang ditangkap itu enggak ada,” tutur Luhut.

www.tempo.co