SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Bertempat di aula SMA Negeri 3 Sragen, PGRI Kabupaten Sragen bekerja sama dengan Perpustakaan dan Layanan Digital Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) menggelar Digital Literacy Training 2023 selama empat hari, dari 4-7 Juli 2023.
Kegiatan tersebut diikuti oleh 100 anggota PGRI yang mewakili 20 cabang PGRI se-Kabupaten Sragen. Acara dimulai dari pukul 08.00 WIB hingga 16.00 WIB.
Ketua Panitia, Darmono melalui rilisnya ke Joglosemarnews menjelaskan, kegiatan itu merupakan tindak lanjut dari hasil Lokakarya Narasumber Digital Academy Training dan Editor Buku yang diadakan oleh APKS PGRI Jawa Tengah pada 17-18 Juni 2023.
PGRI Kabupaten Sragen langsung menindaklanjutinya dengan mengadakan Digital Literacy Training 2023 bagi 100 anggota terpilih. Semua biaya ditanggung oleh kas PGRI Kabupaten Sragen.
Menurutnya, kegiatan itu merupakan wujud komitmen organisasi untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru.
Karena itu, Darmono berpesan agar anggota yang terpilih sebagai peserta kegiatan menularkan ilmunya di lingkungan kerjanya.
“Silakan ilmu yang didapatkan selama empat hari ini ditularkan kepada teman-teman terdekat. Jangan pelit berbagi ilmu” ujarnya.
Dalam sambutannya, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sragen, Prihantomo mengucapkan terima kasih kepada PGRI yang membantu upaya peningkatan kualitas guru.
Dalam arahannya, Prihantomo mengimbau para peserta supaya berhati-hati menggunakan media sosial. Jejak digital itu tak bisa dihapus.
Mungkin saat ini belum terlihat akibatnya, tetapi sangat mungkin suatu ketika akan viral. Maka dari itu, Prihantomo mengajak peserta untuk bijak menggunakan teknologi digital.
“Teknologi digital itu mirip sabit yang bisa membantu pemegangnya, tetapi juga bisa melukainya. HP juga demikian. Bisa membantu pekerjaan kita, tetapi juga bisa menghancurkan karier kita,” terangnya.
Sebelum membuka acara, Suwardi selaku Ketua PGRI Kabupaten Sragen mengajak peserta untuk menjaga soliditas dan solidaritas anggota.
Sebagai anggota organisasi, guru harus mempunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap kemajuan teknologi digital. Karena itulah, anggota PGRI harus saling membantu sesamanya sehingga tercipta pemerataan kemampuan.
“Guru milenial harus cakap digital. Digital literacy merupakan harga mati bagi anggota PGRI” jelas mantan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sragen itu.
Menghadirkan Tiga Narasumber
Digital Literacy Training yang digelar PGRI Kabupaten Sragen menghadirkan tiga narasumber, yaitu Maria Husnun Nisa (Kepala Perpustakaan dan Pusat Layanan Digital UMS), Johan Wahyudi (Editor Buku dan Jurnal) dan Budiyarto (Guru TIK SMAN Gemolong).
Maria memaparkan materi dengan topik Urgensi Pengembangan Profesi dengan Meningkatkan Kompetensi Literasi Digital. Johan membahas topik Meningkatkan Kompetensi Literasi Digital melalui Pemanfaatan Jurnal. Sementara Budiyarto mengupas topik Teknik Membuat Media Pembelajaran dengan Aplikasi Android.
Dalam pemaparannya, beliau menunjukkan data dari we are social bahwa saat ini terjadi perubahan yang sangat fundamental pada penggunaan teknologi digital.
Berdasarkan data, kepemilikan HP di Indonesia mencapai 353,8 juta buah dari 276,4 juta penduduk. Artinya, satu orang di Indonesia mempunyai lebih dari 1 HP. Dari jumlah penduduk dan kepemilikan HP itu, ada 212,9 juta penduduk Indonesia yang sudah memanfaatkan internet.
“Ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sudah melek teknologi digital. Karena itu, guru di Indonesia harus cakap digital sehingga bisa meningkatkan kualitas pendidikan,” jelas peraih beberapa penghargaan sebagai pustakawan terbaik itu.
Pada sesi selanjutnya, Johan membahas materi tentang penulisan artikel jurnal. Sebagai editor Jurnal Dwija Sukawati, Johan menjelaskan teknik sederhana untuk mengubah laporan hasil penelitian menjadi artikel jurnal.
Para peserta diminta menghidupkan laptopnya dan membimbing mereka agar mampu menyusun artikel jurnal berdasarkan laporan hasil penelitian yang dimilikinya.
“Sebuah artikel jurnal perlu memiliki delapan komponen, yaitu judul artikel dan identitas penulis, abstrak yang dilengkapi dengan kata kunci, pendahuluan, kajian teori setiap variabel, metode penelitian, hasil penelitian dan pembahasan, penutup yang berisi simpulan dan saran, serta daftar pustaka. Panjang naskah jurnal maksimal 15 halaman dengan 1,5 spasi dan memakai Arial 11,” terangnya.
Kehebohan terjadi pada sesi teknik membuat media pembelajaran dengan teknologi digital. Budiyarto mengajak peserta untuk membuat multimedia interaktif dengan smart app creator.
Para peserta ditunjukkan caranya agar bisa membuat media yang menarik. Aplikasi buatannya ini tidak hanya bisa digunakan untuk pembelajaran, tetapi bisa dimanfaatkan pula untuk hiburan.
“Karya bapak ibu bisa dipakai untuk pembelajaran maupun jadi konten. Tapi tentu harus diperhatikan kualitasnya supaya benar-benar bisa dirasakan manfaatnya,” pesan Budi.
Setelah menyelesaikan tugasnya, para peserta diminta untuk mempresentasikan hasil pekerjaannya. Setiap jenjang ada yang mewakili, seperti jenjang TK PAUD, SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK/MA.
Ini berlaku untuk dua jenis materi yang dipelajari, yaitu menyusun artikel jurnal berdasarkan laporan hasil penelitian dan pembuatan media pembelajaran.
Johan dan Budiyarto sebagai narasumber me-review presentasi tersebut. Hasil review harus dijadikan bahan perbaikan dan pelaporan sebagai Rencana Tindak Lanjut (RTL).
Siti Zakiah, salah satu peserta dari Cabang Sambirejo mengungkapkan gembiranya setelah mengikuti acara Digital Literacy Training.
Menurutnya, semua materi yang disampaikan ketiga narasumber sangat bermanfaat bagi kariernya sebagai guru di SMP Negeri 1 Sambirejo. Materi media interaktif menjadi pengalaman perdananya.
“Dengan belajar media interaktif, bisa membuat saya beradaptasi dengan perubahan yang ada pada peserta didik” ungkapnya bangga.
Kegembiraan yang sama disampaikan Nuryati, salah satu peserta dari utusan Cabang PGRI Kecamatan Sukodono Sragen.
Sebagai guru TK Tunas Bhakti, dia bangga diikutkan kegiatan Digital Literacy Training karena bisa menimba ilmu yang dapat dimanfaatkan di sekolah. Media pembelajaran interaktif sangat dibutuhkan anak-anak TK karena usia mereka adalah usia bermain.
Idha Sulistyani, guru SMK Negeri 1 Gondang berharap agar kegiatan Digital Literacy Training bisa diagendakan secara periodik.
Menurutnya, kegiatan ini benar-benar bisa menambah wawasan dan keterampilan guru tentang literasi digital. Bahkan, berbayar pun baginya tidak masalah.
“Kompetensi ini benar-benar dibutuhkan guru milenial. Guru zaman now memang harus cakap digital” ujarnya. Suhamdani