SLEMAN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Jumlah kasus kebakaran lahan di wilayah Sleman meningkat drastis dibanding tahun sebelumnya, 2022 lalu.
Peningkatan jumlah kasus tersebut terjadi, karena dipicu oleh adanya aksi bakar sampah oleh warga, terlebih di tengah musim kemarau panjang seperti ini.
Karena itulah, masyarakat diminta untuk memperkuat pengawasan perilaku membakar sampah di lingkungan masing-masing, atau malah tidak membakar sampah agar tidak menimbulkan kerugian yang jauh lebih besar.
Kasi Ops dan Investigasi Damkar Sleman, Nawa Murtiyanto mengungkapkan, ada 104 kejadian kebakaran di Kabupaten Sleman, sepanjang Januari hingga 8 Agustus 2023.
Jumlah tersebut naik 30 persen dibanding periode yang sama tahun 2022 yaitu 77 kejadian. Dari 104 kejadian kebakaran di Sleman, 30 kejadian di antaranya merupakan kebakaran lahan.
Jumlah ini mengalami peningkatan drastis dibanding tahun sebelumnya yang tercatat hanya 9 kejadian kebakaran lahan dalam setahun.
“(Kebakaran lahan) Ini selama 7 bulan ini ada 30 kejadian, meningkat sangat drastis,” kata Nawa, Kamis (10/8/2023).
Mayoritas kebakaran lahan ada di wilayah Sleman bagian timur. Seperti Kapanewon Ngaglik, Ngemplak, Depok, Berbah, Kalasan dan Prambanan dengan jumlah 22 kejadian. Sedangkan kejadian lainnya tersebar di Sleman bagian tengah dan Utara. Meliputi Sleman, Mlati, Pakem dan Turi. Penyebab kebakaran lahan, kata dia, karena perilaku pembakaran sampah yang tidak dikendalikan.
“Banyak bukti yang kita temukan di lapangan, yang menunjukkan itu kebakaran lahan disebabkan hal tersebut. Sampai sekarang kami tidak menemukan bukti kebakaran disebabkan faktor alam atau yang bersifat tanpa campur tangan manusia,” kata dia.
Puncak Kemarau
Berdasarkan informasi yang disampaikan BMKG, kata Nawa, bulan Agustus hingga kemungkinan September mendatang, memasuki puncak musim kemarau kering yang panjang.
Artinya, tingkat kekeringan akan sampai pada titik tertingginya sehingga kelembaban akan menurun. Hal tersebut akan mempermudah material apapun mencapai titik bakarnya.
Hanya membutuhkan percikan api sedikit maka sudah bisa menimbulkan musibah kebakaran.
“Ini yang perlu diperhatikan masyarakat. Agustus – September ini mencapai fase kelembaban rendah. Lingkungan sangat kering, dan sangat mudah menimbulkan kebakaran,” kata dia.
Upaya untuk mencegah terjadinya kebakaran perlu dilakukan. Satu di antaranya, menurut Nawa, masyarakat perlu memperkuat pengawasan perilaku pembakaran sampah di lingkungan masing-masing.
Pengurus wilayah, diharapkan bisa mengondisikan hal tersebut agar pembakaran sampah yang kerap dilakukan warga tidak menimbulkan kebakaran atau kerugian yang lebih besar.
“Dari sisi regulasi sudah ada UU nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah yang tidak boleh membahayakan lingkungan, atau bahkan tidak boleh membakar sampah,” ujar dia.
Terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sleman, Epiphana Kristiyani mengimbau, kepada warga Sleman agar tidak membakar sampah.
Sebab, pembakaran sampah dapat menyebabkan meningkatnya gas rumah kaca dan juga dapat menghasilkan dioksin atau zat berbahaya.
“Ya, kalau saya imbauannya, jangan membakar sampah karena dapat meyebabkan meningkatnya gas rumah kaca serta dapat menghasilan dioksin, penyebab kanker,” kata Epi.
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.
















