KLATEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Masyarakat di Desa Mundu, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten mulai mengandalkan penggunaan energi alternatif biogas pengganti elpiji. Penggunaan biogas mulai dirintis sekitar tahun 2013.
Ketua Kelompok Tani Ternak Margo Mulyo Desa Mundu Teguh Sutikno menuturkan, mulai tahun 2013, dia bersama kelompok tani mendapatkan pendampingan dari perusahaan swasta dengan mitra Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan (LPTP).
Melalui pendampingan tersebut, pengolahan biogas dari kotoran sapi mulai dikerjakan.
“Pada saat itu kendalanga ada pada biaya yang cukup besar. Untuk membangun biodigester atau alat untuk memproses limbah kotoran sapi menjadi biogas, dibutuhkan biaya sekitar Rp 12 juta. Kemudian tercetuslah ide arisan biogas sebagai satu bentuk gotong-royong atau saling bantu antarwarga,” bebermya, Rabu (23/8/2023).
Salah satu anggota Kelompok Tani Ternak Margo Mulyo Desa Mundu Suparno menambahkan, dengan adanya pendampingan tersebut saat ini proses pengolahan limbah kotoran sapi menjadi biogas menjadi lebih sederhana.
“Caranya kotoran ternak yang ada di kandang dimasukkan ke dalam lubang pencampur dan diaduk, lalu masuk ke dalam kubah. Di dalam kubah inilah terjadi proses fermentasi untuk menghasilkan gas terjadi. Gas hasil pengolahan tersebut akan dialirkan ke rumah melalui pipa kecil dan bisa langsung dipakai sebagai bahan bakar untuk memasak,” paparnya, seperti dikutip dalam rilisnya ke Joglosemarnews.
Kemudian ampas dari hasil pengolahan biogas yaitu bio-slurry akan masuk ke kolam output. Ampas tersebut masih bisa dimanfaatkan sebagai pupuk untuk tanaman atau dijual ke pihak luar.
“Bio-slurry ini tidak berbau, tidak mengandung penyakit, dan kaya nutrisi. Untuk yang padat, biasanya kami pakai sebagai pupuk organik di sawah, sedangkan yang cair dikemas dalam satu wadah dan dijual ke pihak luar, satu di antaranya dijual sebagai pupuk tanaman bawang merah di Karanganyar,” tukas Suparno.
Sementara itu, External Communication Danone Indonesia Rony Rusdiansyah mengatakan selain di Desa Mundu, program pendampingan telah dikembangkan di beberapa daerah lain, di antaranya di Bali dan Manado.
“Karakter daerah yang berbeda membuat pendekatan program ini lebih tepat untuk lokasi dengan aktivitas peternakan yang potensial, sehingga bisa memberikan manfaat energi terbarukan untuk kebutuhan domestik masyarakat,” ungkapnya. Suhamdani