SLEMAN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Masyarakat yang tinggal tepi sungai, diharapkan untuk mengenal karakter sungainya. Dengan mengetahui karakter sungai, maka warga yang rumahnya berdampingan dengan sungai, akan mampu melakukan mitigasi atas peristiwa yang akan terjadi.
Hal tersebut diungkapkan oleh dosen Teknologi Mineral UPN Veteran Yogyakarta Nendra Eko Nugroho,ST, MT saat menyampaikan materi “Mengenal Sungai” kepada para pegiat sungai yang tergabung dalam Forum Komunitas Sungai Sleman (FKSS), Minggu (24/9/9/2023).
“Sehingga, warga tahu kapan aliran sungai tersebut sedang berarus normal, banjir dan kekeringan atau saat kemarau tiba,” ujarnya, seperti dikutip dalam rilisnya ke Joglosemarnews.
Dalam pertemuan tersebut, Nendra Eko Nugroho menyampaikan materi seputar profil sungai, permasalahan sungai, daya rusak air dan mitigasi sungai.
Saat menyampaikan materi, Nendra mengatakan masyarakat perlu lebih dahulu mengenal profil sungai. Profil sungai terbagi menjadi tiga zona. “Pertama ada zona pengikisan, ditandai dengan lereng yang curam di bagian hulu, membuat air mengalir dengan cepat. Sehingga mengikis dasar sungai dan membentuk lembah sungai berbentuk huruf “V”,” terang Nandra.
Berlanjut yang kedua, zona pengangkutan. Kemiringan lereng mulai mengecil dan aliran mulai melambat. Pengikisan melebar pada kanan kiri sungai membentuk lembah sungai seperti huruf “U”. Material erosi dari zona hulu dan zona ini terangkut menuju hilir. Aliran sungai mulai membelok. Dan yang ketiga, zona pengendapan. Pada zona ini material hasil erosi terendapkan dan membentuk bentukan alam hasil sedimentasi seperti gosong sungai, branded channel dan delta.
Terkait keberadaan mata air, Nandra mengatakan, bisa dideteksi dari bentuk batuan yang terlihat. “Jika batuan yang dijumpai masih dominan runcing dengan lekukan yang keras, maka sungai tersebut dekat mata air. Jika yang ditemukan batuan yang dominan bulat dan halus, maka jauh dari mata air,” ungkapnya.
Sedangkan daya rusak air, yang sering terjadi dan merugikan kehidupan seperti banjir, erosi dan kekeringan, maka diperlukan kewaspadaan dari warga yang tinggal di pinggir sungai. “Masyarakat mulai memetakan karakter banjir dan meningkatkan kesadaran bahwa rumahnya ada di pinggir sungai. Serta yang tak kalah penting mengajak keterlibatan stakeholder yang ada untuk kian peduli dengan sungai, mulai dari pemerintah (government), komunitas (community) dan organisasi (organization) yang menaruh kepedulian terhadap kelestarian sungai,” ajak Nendra.
Salah satu pegiat komunitas sungai Gajahwong Ambarrukmo Riyantono merasa senang dengan topik yang diangkat dalam pertemuan tersebut. Apalagi berhubungan dengan ketersediaan air di sungai.
“Warga di tempat saya saat ini sebenarnya sedang resah karena Ambarrukmo Plaza akan memperdalam lagi sumurnya hingga kedalaman 100 meter lebih. Meski beberapa waktu lalu sudah ada sosialisasi dengan mendatangkan ahli, kami tetap khawatir dengan kondisi sumur warga yang akan cepat mengering,” ungkapnya.
Sementara itu, Winoto dari komunitas sungai Klanduhan Minomartani berharap gerakan non struktural masyarakat melestarikan sungai tersebut dapat berkembang dan terus mendapat dukungan pemerintah. Suhamdani