Beranda Umum Nasional Dinilai Tak Jujur Laporkan Kekayaan di LHKPN, ICW Tengarai Harta SYL Jauh...

Dinilai Tak Jujur Laporkan Kekayaan di LHKPN, ICW Tengarai Harta SYL Jauh Lebih Besar

Tersangka mantan Menteri Pertanian RI, Syahrul Yasin Limpo, dijemput paksa oleh tim penyidik KPK untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut tiba di gedung KPK, Jakarta, Kamis (12/10/2023) malam | tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo diduga tidak jujur dalam memberikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).

Pasalnya, nilai yang tercantum di LHKPN dinilai tidak sepadan dan terjadi kerancuan dengan kondisi kekayaannya di lapangan.

Hal tersebut dilontarkan oleh Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Diky Anandya.

Melansir laman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK, Syahrul Yasin Limpo terakhir melaporkan harta kekayaan sebesar Rp 20,05 miliar pada 31 Januari 2023.

Padahal saat penyidik KPK menggeledah rumah Syahrul Yasin Limpo ditemukan uang sekitar Rp 30 miliar.

Sehingga patut diduga harta kekayaan Syahrul Yasin Limpo jauh lebih besar dibanding dengan yang dia laporkan ke KPK.

“KPK harus melakukan pendalaman lebih lanjut melalui proses verifikasi.” ujar Diky kepada Tempo, Jumat (13/10/2023).

Menurut Diky, pelaporan harta kekayaan tidak secara jujur itu juga berpotensi dilakukan oleh pejabat negara lain.

“Atas kondisi ini, patut diduga tidak hanya SYL. Tapi masih banyak pejabat publik yang mengisi LHKPN tidak sesuai dengan harta kekayaan yang sebenarnya,” kata dia.

Baca Juga :  Kades Kohod, Arsin Klaim Jadi Korban Pihak Lain dalam Kasus Pagar Laut

Lebih lanjut, Diky mengatakan, pemerintah dan DPR harus segera mempercepat pembahasan Rancangan Undang-undang Perampasan Aset.

Menurutnya, RUU itu penting ditindaklanjuti karena substansinya memuat norma untuk mengkriminalisasi peningkatan harta kekayan yang tidak sesuai profil pejabat publik.

Termasuk potensi perolehan hasil kekayaan yang tidak sah. RUU Perampasan aset, menurut dia, perlu didorong agar LHKPN bisa menjadi mekanisme efektif untuk mencegah korupsi.

Sementara itu, lanjut Diky, selama ini ketidakjujuran dalam mengisi LHKPN terjadi karena lemahnya regulasi dan sanksi. Secara faktual, kata dia, tidak ada sanksi kuat yang dapat dijatuhkan kepada pejabat publik yang tidak melaporkan LHKPN dengan jujur.

“Selama ini sanksi yang dapat diberlakukan hanya sanksi administrasi, bukan sanksi pidana,” ujar Diky.

Kemarin, Kamis (12/10/2023) malam, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Syahrul Yasin Limpo. Penangkapan dilakukan di sebuah apartemen di Jakarta Selatan sekitar pukul 19.00 WIB.

Bendahara Partai NasDem Ahmad Sahroni menilai ada kesewenang-wenangan yang dilakukan KPK terkait penangkapan Syahrul Yasin Limpo.

Sahroni mempertanyakan kenapa KPK terburu-buru menangkap Syahrul Yasin Limpo padahal politikus Nasdem tersebut sudah bersedia diperiksa KPK.

Baca Juga :  Pegawai BRIN Boleh Bernafas Lega, Efisiensi Tak Sampai Hapus Gaji ke-13 dan 14

Sementara itu Presiden Joko Widodo atau Jokowi menepis isu politisasi kasus hukum yang menjerat bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Ia menegaskan proses hukum yang berjalan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus dihormati.

“Apa hubungannya, maksudnya (politisasi),” kata Jokowi memberikan keterangan pers usai meninjau panen raya di Indramayu, Jawa Barat, pada Jumat (13/10/2023).

“Itu proses hukum yang memang harus dijalani.”

www.tempo.co