Beranda Umum Nasional Ini Respon  Sebagian Warga DKI Atas Naiknya Gibran sebagai Cawapres Prabowo

Ini Respon  Sebagian Warga DKI Atas Naiknya Gibran sebagai Cawapres Prabowo

Gibran Rakabuming Raka hadiri deklarasi dukungan dari pemuda di Jakarta di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat pada Sabtu (21/10/2023) malam | tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Deklarasi pangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka tidak selamanya menuai respon positif.

Tidak sedikit warga yang justru memberikan respon negatif atas pasangan Capres-Cawapres 2024 tersebut. Termasuk sebagian warga DKI Jakarta.

Sebagaimana diketahui, bakal calon presiden dari Koalisi Indonesia Maju (KIM), Prabowo Subianto, resmi mengumumkan Gibran Rakabuming sebagai pendampingnya di Pemilu 2024 nanti.

Putra Presiden Joko Widodo itu dinyatakan menjadi bakal calon wakil presiden (bacawapres) Prabowo.

Menanggapi hal itu, beberapa warga DKI Jakarta justru memberikan komentar negatif atas putusan tersebut. Yang tentunya, pendapat dari warga yang dipilih secara acak ini tak bisa digeneralisir mewakili seluruh warga DKI Jakarta.

Sebelum dan setelah putusan itu ke luar, TEMPO mencoba bertanya secara acak tentang pendapat warga DKI Jakarta pada Minggu (22/10/2023).

Pulina Nityakanti (24) misalnya, ia berpendapat duet antara Prabowo dan Gibran tidak seharusnya terjadi.

“Ini menegaskan indikasi praktik politik dinasti oleh keluarga Jokowi,” kata Nitya.

Mahasiswi di Universitas Indonesia ini juga mengaku mengamati komentar orang-orang di sekitarnya dan menilai sentimen publik begitu buruk atas duet tersebut.

Nitya juga menyinggung soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah memberi jalan bagi Gibran untuk bisa mendaftar peserta Pilpres 2024.

Kontroversi mencuat ketika diketahui Ketua MK Anwar Usman tak lain adalah adik ipar Jokowi sekaligus paman dari Gibran.

Baca Juga :  Lagi-lagi, Kampanye Luthfi-Taj Yasin di Blora Perlu Bantuan Jokowi

“Kalau secara kinerja, Gibran dah lumayan bagus memimpin Solo, tapi leap (loncatan)-nya terlalu jauh untuk tiba-tiba digandeng sebagai cawapres,” kata Nitya.

Dia beralasan, masa kepemimpinan Gibran di Solo yang hanya satu periode belum cukup menggambarkan kontribusi Gibran sebagai pejabat publik secara utuh.

Senada dengan Nitya, di tempat yang berbeda, Hendika Risky Utama (26) juga kurang yakin atas kinerja Gibran jika menjadi pemimpin Indonesia.

“Gibran bagus sebagai pemimpin Solo, tapi kurang pas kalau jadi pemimpin Indonesia ya,” kata Hendika, alumni Gontor angkatan 2017.

Selain milenial, warga asal DKI bernama Mahmudin Al Fahmi (63) mengungkap pendapatnya yang kurang setuju dengan putusan MK.

“Saya tidak respect dengan itu (putusan MK soal syarat cawapres), artinya silakan saja tapi kita tetap pilih sesuai hati nurani,” kata dia.

Yang penting bagi dia, pilihan di kotak suara pemilu 2024 dilaksanakan sesuai asas langsung, umum, bebas, rahasia serta jujur dan adil.

Selain itu, soal opsi bacawapres Prabowo, Nitya menilai masih ada opsi yang lebih baik dibanding Gibran.

“Misalnya RK, ET, dan Yusril, semua mumpuni dan kontribusi sebagai pejabat publik sudah lebih lama daripada Gibran,” kata dia merujuk kepada nama-nama Ridwan Kamil, Erick Thohir, dan Yusril Ihza Mahendra.

Dia menambahkan, “Sebagai orang yang hidup di Jakarta dan sekitar juga, kinerja RK dan ET tentu terasa lebih dekat sama kami (warga Jakarta) dibandingkan dengan Gibran.”

Baca Juga :  Sufmi Dasco Bilang, Meski PRESIDEN, Prabowo Berhak Dukung Luthfi-Taj Yasin di Pilgub Jateng,  Hendrar Prihadi: Luar Biasa

Atas duetnya Prabowo dengan Gibran, dia pun mempertanyakan, bagaimana hubungan Gibran dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

“Karena kita tahu kan, PDIP sendiri mengusung Ganjar-Mahfud,” ucapnya.

Berdasarkan hal tersebut, Nitya menilai Gibran tidak menjalankan perannya dengan baik sebagai kader partai politik.

Selain Nitya, dua warga di atas ditemui dan dimintakan pendapatnya saat ditemui di arena CFD atau Car Free Day di Jalan Sudirman dan Thamrin. Sebanyak dua warga lain di lokasi yang sama yang ditanyai pendapatnya memilih tersenyum, sambil hanya mengatakan, “Tak ada komentar.”  

www.tempo.co