Beranda Panggung Seni Budaya Ini Beberapa Empu Keris yang Namanya Legendaris

Ini Beberapa Empu Keris yang Namanya Legendaris

Seorang empu tengah mengerjakan pembuatan keris | tribunnews

SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM Keris merupakan salah satu senjata tradisional di Indonesia. Menurut Musadad (2008), di Jawa keris telah dikenal sejak zaman kerajaan Mataram Hindu.

Akan tetapi, setelah dirujuk melalui prasasti dan gambar pada relief pada candi-candi di Jawa, dapat diduga bahwa keris sudah dikenal pada orang Jawa sejak abad ke-5 M.

Hingga saat ini, keris masih eksis dan terus dibuat oleh para perajin keris yang sering disebut Empu. Ada keris yang benar-benar merupakan pusaka, namun ada pula keris yang sebatas sebagai aksesoris.

Khusus untuk keris pusaka, biasanya dibuat oleh para empu yang memiliki “kesaktian” tertentu. Di bawah ini beberapa Empu legendaris yang telah menciptakan berkharisma tinggi.

Beberapa di ataranya adalah:

 

Empu Gandring

Empu Gandring merupakan pembuat keris terkenal pada zaman kerajaan dahulu, yang namanya disebut dalam Kitab Pararaton.

Ia berasal dari desa Lulumbang atau Palumbangan, Kecamatan Doko, Blitar, merupakan sahabat Bango Samparan, ayah angkat Ken Arok.

Dalam Kitab Pararaton disebutkan, suatu ketika Ken Arok memesan keris dengan jangka waktu dua belas bulan. Namun keris itu berhasil diselesaikan Empu Gandring sebelum tenggat berakhir. Ken Arok justru menikam Empu Gandring dengan keris tersebut.

Sebelum meninggal, Empu Gandring mengeluarkan kutukan bahwa tujuh keturunan Ken Arok akan tewas di ujung keris buatannya tersebut. Dan kutukan itu benar terjadi.

Keris buatan Empu Gandring tersebut, konon memiliki kemampuan supranatural dan daya magis yang tinggi.

 

Empu Supodriyo

Empu Supodriyo merupakan ahli keris pada masa Kerajaan Majapahit yang hidup sekitar abad ke-15. Empu Supodriyo adalah suami Dewi Rasawulan, adik Sunan Kalijaga. Sebelum menikah dengan Dewi Rasawulan, ia menganut agama Hindu dan berpindah ke agama Islam setelah pertemuannya dengan Sunan Kalijaga.

Sebuah legenda mengisahkan Sunan Kalijaga meminta tolong untuk dibuatkan keris conten sembelih (pegangan lebai untuk menyembelih kambing). Lalu ia diberikan calon besi dengan ukuran sebesar biji asam jawa.

Saat diberikan besi tersebut, Empu Supo kaget karena ternyata sangat berat dan tak seimbang dengan besar wujudnya. Sunan Kalijaga pun mengatakan bahwa besar besi tersebut seperti gunung. Besi itu pun langsung dikerjakan oleh Empu Supo sehingga jadilah keris.

Sunan Kalijaga sangat kagum dan perasaannya tersentuh saat melihat keris itu selesai dibuat. Awalnya besi tersebut ingin dibuat pegangan lebai namun malah menghasilkan keris Jawa asli Majapahit dengan luk tiga belas. Keris itu kemudian dinamai Kyai Sengkelat karena kerisnya berwarna merah.

Empu Supo pun diberikan lagi besi sebesar kemiri dan olehnya dibuat sebilah keris yang mirip pedang suduk (seperti golok atau belati). Sunan Kalijaga menamai keris itu Kyai Carubuk.

 

Empu Sungkowo Harumbrojo

Empu Sungkowo merupakan generasi ke-17 dari Empu Supodriyo, perajin keris dari Kerajaan Majapahit pada abad ke-14. Empu Sungkowo merupakan perajin keris terkenal di Yogyakarta. Keris buatan putra Empu Djeno Harumbrojo ini pun dimiliki oleh Sultan Hamengkubuwono IX.

Untuk menjadi seorang empu, tidak bisa jika hanya mengandalkan garis keturunan. Sungkowo pun menekuni profesi sebagai perajin keris agar memperoleh gelar empu sejak 1995. Sebelum menekuni pekerjaan sebagai perajin keris, ia sempat bekerja di balai batik. Bengkel kerisnya terletak di Dusun Gatak, Sleman.

Dulu, ia juga sering membantu Empu Djeno, ayahnya, saat membuat keris. Saat itu ia bertugas sebagai panjak atau asisten pembantu empu. Tugasnya ialah menempa besi panas, mengatur bara api dan membantu proses pengikiran keris. Ia mendapatkan banyak bimbingan selama menjadi panjak. Setelah Empu Djeno meninggal, ia meneruskan warisan ayahnya untuk membuat sejumlah keris.

Empu Sungkowo membuat keris secara tradisional, melalui 53 tahapan dan butuh waktu 30 sampai 40 hari bagi Empu Sungkowo, hanya untuk menghasilkan sebilah keris.

Tentu saja, sebelum proses membuat keris, Empu Sungkowo menjalani sejumlah pantangan, berpuasa serta menjalankan ritual-ritual tertentu.

 

Empu Djeno Harumbrodjo

Empu Djeno Harumbrodjo lahir pada sekitar tahun 1929 di Desa Ngento-ento, Sumberagung, Moyudan Sleman. Ayahnya, Ki Supowinangun, adalah empu keris abdi dalem Kepatihan Yogyakarta.

Melihat silsilahnya, Empu Djeno termasuk pewaris keluarga empu secara turun-temurun dari mulai empu Ki Supodriyo zaman Majapahit. Keempuannya adalah proses panjang yang ditempuhnya sejak masa kecilnya. Sehabis pulang sekolah, Djeno biasanya membantu ayahnya membuat keris.

Di situlah Djeno mendapatkan pelajaran tentang keris dan proses pembuatannya. Kebiasaan itu menumbuhkan minat dan kecintaan dalam dirinya pada keris.

Pada tahun 1963, ayahnya meninggal dunia. Saat itu ia mendapat firasat serta bermimpi membuat keris tiga kali bersama ayahnya.

Namun, baru pada tahun 1970, bersama kakaknya, Ki Empu Yoso Pangarso, ia akhirnya memutuskan kiprahnya sebagai pembuat keris di desa Jitar Sumberagung Moyudan Sleman, tahun 1990 kakaknya meninggal dunia.

Karya-karya Empu Djeno Harumbrodjo di antaranya keris jenis jalak, jangkung, pendhawa luk gangsal, sempana lukpitu, penimbal luk sanga, sabuk inten luk sewelas, parung sari luk telulas.

Menurutnya masyarakat lebih banyak menyenangi baik untuk pusaka maupun koleksi adalah luk ganjil, itupun umumnya hanya sampai luk tiga belas.

Karya-karyanya tersebut pernah diikutkan dalam event-event pameran di Keraton Yopgyakarta dalam pamrean tahunan dari tahun 1984-1988, Museum Sonobudoyo 1987, ISI tahun 1990 dan Pekan Raya Jakarta pada tahun 1990 Bersamaan dengan pameran kerisnya tahun 1983 dan 1987, ia pun menjadi nara sumber dalam sesi ceramah.

Itulah sebagian dari empu-empu keris yang terkenal dan menjadi legend dalam pelestarian tradisi budaya tradisional di tanah air.  Suhamdani |Berbagai sumber