Beranda Umum Nasional Hilangkan Debat Cawapres, KPU Dinilai Langgar Undang-undang, Demi Lindungi Gibran?

Hilangkan Debat Cawapres, KPU Dinilai Langgar Undang-undang, Demi Lindungi Gibran?

Todung Mulya Lubis mendampingi Dr.Ichsan Malik dan Nawawi Bahruddin, SH | tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Setelah Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan kontroversinya memberikan karpet merah untuk Gibran Rakabuming Raka menjadi Cawapres, kini giliran Komisi Pemilihan Umum (KPU)  dinilai melakukan langkah “akal-akalan” untuk melindungi Gibran Rakabuming Raka.

Mengapa? Karena KPU tiba-tiba megubah format debat  Capres-Cawapres, di mana dalam lima kali jadwal debat, KPU menghapuskan debat antar Cawapres.

Format ini jelar berbeda dari format debat Pilpres pada periode-periode  sebelumnya.

Perubahan aturan debat ini, secara tak langsung terkesan melindungi Cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka untuk tidak menjalani debat antar Cawapres.

Tak pelak, perubahan aturan debat itu pun mengundang reaksi dari Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud.

Deputi Hukum TPN Ganjar Pranowo – Mahfud Md, Todung Mulya Lubis pun mempertanyakan langkah KPU RI yang mengubah format debat calon presiden dan calon wakil presiden pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

KPU menyatakan dalam setiap debat pasangan calon akan hadir secara lengkap.

Todung menilai perubahan format itu melanggar Pasal 277 Undang-Undang Pemilu dan Pasal 50 Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2023. Pasal 277 mengatakan bahwa debat capres digelar sebanyak 5 kali.

Dalam penjelasannya, pasal tersebut menyatakan bahwa debat untuk calon presiden dilakukan sebanyak 3 kali dan debat untuk calon wakil presiden dilakukan 2 kali.

“Walaupun beliau mengatakan bahwa debat capres itu tetap diadakan 5 kali, tetapi dihadiri oleh kedua kandidat, capres dan cawapres,” kata Todung dalam konferensi pers via Zoom, Sabtu (2/12/2023).

Baca Juga :  Penolakan Kenaikan PPN jadi 12% Ramai, Ini Sejumlah Kebutuhan Pokok dan Jasa yang Dijanjikan Bebas PPN

Cawapres Bukan Sekedar Ban Serep

Todung mengatakan dipisahkannya debat capres dan cawapres memiliki alasan yang kuat. Dia menyatakan hal itu dibuat agar publik mengetahui secara pasti kualitas, kecerdasan dan komitmen para kandidat capres dan cawapres secara individu.

Tak hanya capres saja, Todung menyatakan, cawapres juga perlu untuk membuktikan kepada publik kemampuan, visi, komitmen dan kesiapan mereka.

Todung mengatakan posisi Cawapres bukan semata-mata ban serep. Sosok pendampaing capres itu, kata Todung, memiliki peran yang sangat strategis dan penting.

“Apalagi dalam hal presiden itu berhalangan, tidak bisa menjalankan fungsinya,” kata dia.

Tak Berhak Ubah Format

Todung Mulya Lubis pun menilai KPU tidak berhak untuk mengubah format debat itu. Pasalnya, peraturannya itu sudah diatur dalam undang-undang, sudah diatur dalam peraturan-peraturan KPU.

“Menurut saya ini akal-akalan yang tidak boleh kita terima. Kita mesti konsisten menjalankan apa yang tertulis dalam undang-undang, kecuali kalau undang-undang ini diubah,” kata dia.

Menurut Todung, satu-satunya cara KPU untuk mengubah format debat capres adalah melewati skema pembahasan perubahan UU Pemilu bersama dengan pemerintah dan DPR RI selaku lembaga legislatif.

“Kalau diubah itu caranya kan juga mesti lewat DPR dan pemerintah untuk melakukan perubahan itu,” kata dia.

Ia meyakinkan rakyat punya hak yang legitimasi untuk menilai calon presiden dan wakil presiden. Debat, kata Todung, dibuat agar masyarakat tidak seperti memilih kucing dalam karung.

Baca Juga :  Jokowi Absen di HUT Golkar, Presiden Prabowo Merasa Nyaman dengan Kehadiran Puan Maharani

“Kita juga nanti akan dihadapkan pada pertanyaan apakah kita mau memilih kucing dalam karung. ya seharusnya kan kita tidak memilih kucing dalam karung, kita perlu tau secara transparan, secara total,” katanya.

Dia pun menyatakan sejauh ini belum ada kesepakatan antar TPN Ganjar-Mahfud dengan KPU soal format debat capres tersebut.

Ia mengatakan pernyataan Ketua KPU Hasyim Asy’ari yang menyatakan format debat itu sudah disepakati adalah hal yang keliru.

“Sejauh yang saya tahu belum ada kesepakatan. Jadi kalau Ketua KPU menyatakan bahwa sudah ada kesepakatan, saya kira itu keliru, setahu saya belum ada kesepakatan mengenai hal ini,” katanya.

www.tempo.co