JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Pemerintah mendapatkan mendapat tantangan berat terkait dengan ketahanan pangan.
Hal itu salah satunya terlihat dari berkurangnya lahan sawah secara intensif dalam satu setengah tahun belakangan ini, menjadi pemicu penurunan produksi beras.
Hal itu diungkapkan oleh Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS), Yusuf Wibisono.
“Sekarang semua itu bilang ini (penurunan produksi) wajar. Lagi El Nino, macam-macam. Tapi kalau saya melihat yang fundamental adalah karena sawahnya sudah hilang sekarang, sawahnya semakin berkurang, sawahnya semakin sedikit,” ujar Yusuf pada acara diskusi akhir tahun yang diselenggarakan di Gedung Tempo, Jakarta Selatan, Jumat (29/12/2023).
Menurutnya, adanya El Nino memang memperburuk kondisi pangan RI. Namun, fenomena tersebut hanya menjadi salah satu faktor saja.
Yusuf menjelaskan, berdasarkan pendataan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2019, luas baku lahan itu sekitar 7,4 hingga 7,5 juta hektare.
“Itu pemetaan terakhir dari BPS. Sekarang di 2023 itu keyakinan saya, luas sawah kita sudah jauh menurun,” tuturnya.
Hal ini menjadi menarik, ketika Yusuf membandingkan data antara lahan baku sawah pada 2019 dengan data luas sawah yang dilindungi.
“Jadi kita punya undang-undang perlindungan lahan pertanian produktif berkelanjutan. Nah itu di 2021, Kementerian ATR/BPN (Agraria Dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional) mengeluarkan peta lahan sawah yang dilindungi, terakhir itu baru 8 provinsi,” kata dia.
Adapun 8 provinsi ini, yakni Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sumatera Barat, dan Nusa Tenggara Barat.
“Lalu saya cek data 8 provinsi ini dengan data (BPS) 2019, ada selisih sekitar 150 ribuan hektare antara lahan baku sawah dan luas lahan yang dilindungi,” kata Yusuf.
“Ini artinya pemerintah tidak mampu menjamin bahwa 150 ribu selisih ini entah di mana? apakah masih bisa dilindungi atau tidak?”
Dia mempertanyakan selisih dari lahan sawah yang pada 2019 silam sempat diakui pemerintah.
“Pada 2021 itu enggak bisa dijamin dan dilindungi, itu artinya jangan-jangan memang sawahnya udah hilang. Itu baru di 8 provinsi dalam 3 tahun saja, 2019 ke 2021. Jadi 8 provinsi ini kasarnya ada 50 ribu hektare sawah hilang per tahun,” ujarnya dalam diskusi akhir tahun itu.
Yusuf mengklaim, salah satu penyebab hilangnya lahan sawah tersebur adalah kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada pertanian. “Dalam hal ini terkait lahan perlindungan produktif,” kata dia.