Beranda Daerah Solo PSPP UNS Gelar  Diskusi ‘Pemilu Asyik, Tak Berisik’

PSPP UNS Gelar  Diskusi ‘Pemilu Asyik, Tak Berisik’

Para narasumber tengah memaparkan materinya dalam acara diskusi #Surakartanesia bertajuk ‘Pemilu Asyik Tak Berisik’ yang digelar PSPP UNS kerja sama dengan Surakarta Daily | Istimewa

SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM Bekerjasama dengan Surakarta Daily, Pusat Studi Pengamalan Pancasila (PSPP) LPPM UNS Surakarta menggelar diskusi #Surakartanesia.

Acara yang berlangsung pada Senin (11/12/2023) tersebut merupakan respons atas situasi dan kondisi terakhir, baik isu skala nasional atau lokal.

Surakartanesia #001 bertajuk ‘Pemilu Asyik Tak berisik’ yang dihelat di Ruang Sidang I LPPM UNS tersebut dihadiri sekitar 70 peserta.

Chairman Surakarta Daily, Arif Giyanto, dalam sambutan pengantarnya menggarisbawahi pentingnya diskursus mumpuni di berbagai kalangan terkait dengan debat Capres perdana maupun selanjutnya.

Arif menjelaskan, kepedulian para pemilih akan kapasitas intelektual Calon Presiden yang direpresentasi oleh penjelasan isu-isu strategis pada Debat Capres dapat menumbuhkan preferensi komprehensif sebagai bekal pencoblosan saat Pemilu nanti.

“Acara ini boleh disebut sebagai kampanye positif untuk menyambut perhelatan kontestasi kepemimpinan nasional, Pemilu 2024,” beber Arif, seperti dikutip dalam rilisnya ke Joglosemarnews.

‘Asyik’, menurut Arif,  berarti prosesi Pemilu berlangsung dengan baik tanpa insiden yang mengkhawatirkan.

‘Tak Berisik’ dimaknai sebagai perilaku kandidat dan para pemilih yang memerankan diri masing-masing dengan kualitas prima.

“Jadi bukan mengumbar sikap-sikap negatif yang tak perlu,” jelas Arif.

Sedangkan, Kepala PSPP UNS Surakarta, Prof. Dr. Leo Agung S, M.Pd menyampaikan bahwa Pancasila sebagai suatu dasar negara dan menjadi dasar penyelenggaraan kehidupan berbangsa bernegara.

Demokrasi di tanah air salah satunya tampak dari gelaran  pemilihan umum (Pemilu) tiap lima tahun sekali.

“Merujuk pada sila ketiga Persatuan Indonesia, maka Pemilu 2024 yang diikuti 24 parpol dan tiga paslon harus tetap menjunjung persatuan dan kesatuan,” ujar Leo Agung.

Baca Juga :  Misteri Motor Beat Orange Hitam di Jembatan Jurug: Sandal, Helm, dan Dugaan Percobaan Bunuh Diri

Namun, ia menyayangkan bahwa sekarang mulai terlihat munculnya gesekan-gesekan yang semakin kuat selama masa kampanye ini.

“Kami berharap dengan pengamalan dan pembumian nilai-nilai Pancasila khususnya sila ke-3 dan 4, pelaksanaan Pemilu 2024 akan tetap berjalan dengan damai,” pesan Leo Agung.

 

Pemilu Berintegritas

Dalam paparannya, narasumber pertama, Dina Hidayana yang merupakan calon legislatif (Caleg) dari Partai Golkar menyoroti indeks demokrasi mengalami kemerosotan yang serius.

“Karena itu menjadi tantangan dan tanggung jawab kita bersama untuk berusaha memperbaiki apa yang kurang dalam pelaksanaan demokrasi,” ungkap politisi Partai Golkar tersebut.

Dina juga menyoroti banyaknya anak muda yang malas masuk politik karena membayangkan perlu mengeluarkan uang banyak, sebagai salah satu dampak dari praktik money politic.

“Persoalan money politik ini harus kita akhiri bersama-sama, karena kita harus turut menciptakan pemimpin dan wakil rakyat yang berkualitas,” terang Dina Hidayana.

Narasumber kedua, Kurniawan Eko Susetyo dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyampaikan bahwa PSI merupakan partai yang paling muda, isinya juga anak-anak muda.

“Ketuhanan yang maha esa ini sangat penting agar kita bisa bertoleransi di tengah berbagai perbedaan. Kami mendorong sertifikat rumah ibadah yang gratis. Kita juga menolak money politik karena serangan fajar itu juga bahaya,” terang politisi PSI tersebut.

Pada bagian lain, narasumber berikutnya, Agus Zaini selaku Direktur Cakra Manggilingan Institute mengatakan, Pemilu penting sebagai ajang memilih pemimpin dan melegitimasi kekuasaan.

Baca Juga :  Pria Asal Lampung Dibekuk Polisi, Sudah Dua Kali Melakukan Curanmor di Solo

Sedangkan akademisi dari UNS, Dr. Bramastia, M.Pd menyampaikan bahwa akademisi itu bisa saja salah, tapi tidak boleh bohong.

“Bagaimana tidak berisik? Ada berbagai fenomena politik yang kadang jauh dari nalar ilmiah, maka harus berisik terhadap konsistensi terhadap konstitusi. Kita harus berisik,” ujarnya.

Bramastia menegaskan perlunya menjadi pemilih yang cerdas, dan mencerdaskan pemilih di luar kita. Di sisi lain, birokrasi harus netral dan tak boleh melakukan intimitasi, sementara penyelenggara Pemilu harus berkompeten dan berintegritas.

“Dari aspek moralitas itu juga perlu diperhatikan. Pemilu yang berintegritas perlu diciptakan dan diperjuangkan,” terang Dr. Bramastia, M.Pd yang juga peneliti PSPP UNS Surakarta dan penulis buku Mati Ketawa ala Solo Raya. Suhamdani