JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Ini sebuah catatannyang luar biasa, di mana dalam setahun terakhir terdapat 31 peristiwa extrajudicial killing, atau pembunuhan di luar proses hukum.
Data tersebut dipaparkan oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
Dari 31 peristiwa tersebut, 46 orang menjadi korban extrajudicial killing.
“Berdasarkan data pemantauan KontraS, terjadi setidaknya 31 peristiwa extrajudicial killing atau pembunuhan di luar hukum yang menelan 46 korban jiwa,” ujar Wakil Koordinator KontraS, Andi M Rizaldy dalam Siaran Pers Catatan Hari HAM 2023, Minggu (10/12/2023).
Berdasarkan data yang dihimpun KontraS, sebagian besar extrajudicial killing terjadi dengan latar belakang penindakan pelaku kriminal, yakni sebanyak 21 peristiwa.
Kemudian 4 peristiwa extrajudicial killing terjadi dilatar belakangi anggapan menimbulkan kericuhan dan 3 peristiwa karena tuduhan melakukan tindak kriminal.
Sedangkan 2 sisanya karena dianggap sebagai kelompok separatis dan satu peristiwa extrajudicial killing dilatar belakangi keteledoran aparat.
Dari 31 peristiwa yang terjadi, 15 di antaranya ditemukan bahwa korban extrajudicial killing tak menggunakan senjata.
Kemudian 9 di antaranya tak melakukan perlawanan, masing-masing 7 melakukan perlawanan dengan senjata api dan senjata tajam.
Lalu 7 di antaranya berupaya melarikan diri, dan 1 lainnya tak diketahui motifnya.
“Dalam beberapa kasus, Polisi bahkan melakukan tetap penembakan walau tersangka tindak pidana sama sekali tidak bersenjata dan tidak melakukan perlawanan,” kata Andi.
Umumnya, peristiwa extrajudicial killing ini disebut Andi terjadi karena abainya aparat Kepolisian terhadap prinsip fair trial.
Hal itu diperparah dengan penggunaan senjata api yang berlebihan bahkan cenderung sewenang-wenang.
“Salah satu faktor terjadinya extrajudicial killing adalah penggunaan senjata api secara berlebihan dan sewenang-wenang oleh Kepolisian. Anggota Kepolisian seringkali menempatkan diri sebagai algojo bagi para terduga tindak pidana,” katanya.
Dia kemudian mencontohkan peristiwa extrajudicial killing yang terjadidi Bangkal, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah pada 7 Oktober 2023.
Pada peristiwa tersebut, aparat gabungan dari Polda Kalteng menembakkan gas air mata kepada warga yang sedang melakukan aksi damai di depan Konsesi Sawit PT Hamparan Masawit Bangun Persada.
Penembakan gas air mata tersebut kemudian dilanjutkan dengan penembakan peluru tajam yang mengakibatkan seorang warga bernama Gijik tewas di tempat.
“Peristiwa yang menimpa Gijik, menunjukkan bahwa warga yang sedang mempraktekkan hak untuk menyampaikan pendapat di muka umum juga rawan menjadi korban pembunuhan di luar hukum tatkala anggota Kepolisian yang seharusnya menjamin pelaksanaan hak tersebut justru bertindak sewenang-wenang,” ujar Andi.
Kemudian peristiwa lainnya terkait extrajudicial killing juga dicontohkan pada pertengahan Mei 2023 di Gunungkidul, Yogyakarta.
Pada peristiwa itu, seorang pemuda berinisial AA terbunuh karena keteledoran aparat Kepolisian dalam penggunaan senjata api.
“Korban yang saat itu sedang menonton acara hiburan musik tewas karena senjata api miliki seorang anggota Polisi yang bertugas mengamankan keributan yang terjadi di acara tersebut. Terlihat bahwa penggunaan senjata api beresiko digunakan secara berlebihan,” ujar Andi.
Terhadap aparat yang menjadi pelaku extrajudicial killing, diharapkan tak hanya sanksi etik yang diberlakukan, tapi juga secara pidana.
Sebab extrajudicial killing merupakan bentuk penghilangan nyawa.
“Sudah seharusnya peristiwa extrajudicial killing diusut lalu pelakunya diberi sanksi etik maupun sanksi pidana. Tapi berdasarkan pemantauan kami, tak jarang peristiwa extrajudicial killing berlalu begitu saja dan pelakunya tetap melenggang bebas tanpa sanksi apapun.