JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Di tengah kecurigaan terhadap berbagai kecurangan pelaksanaan Pilpres 2024, Timnas AMIN berhasil membongkar adanya upaya rekayasa sistem server milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) demi memenangkan salah satu Paslon.
Indikasi rekayasa sistem server tersebut dilakukan dengan setting algoritma tertentu di server milik KPU RI.
Dewan Pakar Timnas Amin, Bambang Widjojanto menjelaskan, setting-an itu diduga diatur untuk memenangkan pasangan calon presiden dan wakil presiden tertentu.
“Ini kita ketahui dari analisis kajian forensik terhadap server KPU yang dilakukan tim IT Anies-Muhaimin,” ujarnya dalam konferensi pers di Brawijaya X, Jakarta Selatan, Jumat (16/2/2024).
Bambang mencontohkan, kalau ada revisi di 1 TPS, dia akan mengubah TPS yang lain. “Ini bukan sekedar angka yang dicatat, tapi sistem itu yang membangun setting-nya,” kata Bambang.
Bambang menjelaskan sistem ditengarai akan secara otomatis mengubah suara pemenangan pasangan calon tertentu menjadi di atas 50 persen.
“Jadi ada yang sudah di-setting, logaritma sistem di-setting untuk pemenangan paslon tertentu yang secara otomatisasi di atas 50 persen,” ujarnya.
Indikasi kuat ke arah itu, kata dia, dikonfirmasi dengan ditemukannya kecurangan-kecurangan yang terjadi di wilayah tertentu.
Bambang mengatakan data-data itu tak hanya ditemukan oleh timnya melainkan juga masyarakat.
Saat ini, kata Bambang, ada tim khusus yang sedang memeriksa seluruh data yang ada di server KPU.
“Nanti akan dibandingkan dengan seluruh data yang dimiliki oleh Kawal Amin. Jadi kalau terus main-main, forensik ini akan kami buka di depan Mahkamah Konstitusi. Jadi ada kecurangan yang bisa juga ditemukan dan kami mempunyai forensik yang bisa masuk di situ,” kata Bambang.
Bambang mengatakan telah bersurat kepada KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk melakukan audit data. Namun, kata dia, dua surat dari tim hukum Anies-Muhaimin tidak pernah dijawab.
“Surat kami kepada Bawaslu untuk supaya melakukan audit juga tidak dilakukan dan analisis kami mengonfirmasi memang ada sistem yang algoritmanya itu sudah dibangun,” kata dia.
Dia mencontohkan kejanggalan data terjadi di TPS di DKI Jakarta. Di formulir C1, suara dari pasangan calon nomor urut satu Anies-Muhaimin meraih suara 108 suara. Sedangkan nomor urut 2 Prabowo-Gibran mendapat 74 suara dan Ganjar-Mahfud meraih 16 suara. Namun, angkanya berubah ketika masuk di sistem KPU.
“Nomor 1 tetap 108, nomor 2 kemudian jadi 748. Angkanya di situ akhirnya bisa ribuan. Dari 7 TPS aja bisa 6.000-an lebih, itu contoh-contohnya,” kata dia.
Bambang mengatakan hal itu bukanlah karena kesalahan sekadar menulis. Karena mestinya, kata dia, IT atau artificial intelligence yang ada dalam sistem KPU bisa membaca hasil dari rekap formulir C1.
“Ini kalau sistemnya memang tidak dibangun dengan rekayasa tertentu,” kata dia.
“Sekarang ada pola lain, karena ini sudah ketahuan loncatannya 600, 700, 800 per TPS, kira-kira di angka itu, sekarang ini kami menduga penambahannya itu dilakukan 100-100 setiap TPS. Ada pola itu. Ini liciknya luar biasa. Hari ini, dengan tim IT forensik kami bisa membuktikan bahwa rekayasa sistem itu terjadi.”