JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – kepala Desa (Kades) dinilai sebagai aktor paling tidak netral dalam proses Pemilu 2024 ini. Demikian bukti yang berhasil diungkap oleh Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Pemilu Curang.
Koalisi ini menemukan total 105 dugaan kecurangan dalam rentang kampanye dan pemungutan suara Pemilu 2024.
Tercatat 34 persen temuan dugaan kecurangan berkaitan dengan netralitas kepala desa.
Sebanyak 31 dugaan terjadi dalam pemilihan presiden atau Pilpres, 34 dalam pemilihan anggota legislatif (Pileg), 10 dugaan dalam kombinasi keduanya, hingga 29 pelanggaran umum lainnya.
Berdasarkan hasil pemantauan di 10 provinsi itu, terdapat beberapa jenis pelanggaran yang umumnya dilakukan.
Pelanggaran didominasi oleh indikasi yang berkaitan dengan netralitas aparatur negara dan desa, serta penyelenggara pemilu. Masing-masing jumlahnya mencapai 32 temuan.
Kemudian disusul pelanggaran politik uang sebanyak 31 temuan dan 10 indikasi penyalahgunaan fasilitas negara. Lalu, manipulasi suara sebanyak 9 temuan dan 4 kecurangan lainnya.
“Dari seluruh data ini, ternyata yang paling banyak bertindak tidak netral sepanjang penyelenggaran pemilu adalah kepala desa. Kita ketahui bahwa kepala desa ini sebelum hingga sepanjang penyelenggaran Pemilu 2024, diduga telah memihak kepada salah satu pasangan calon tertentu,” kata Peneliti Bidang Hukum di Themis Indonesia, Hemi Lavour Febrinandez, dalam konferensi pers Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Pemilu Curang pada Kamis (22/2/2024).
Tak hanya itu, tim pemantauan juga menemukan informasi mobilisasi yang dilakukan oleh salah satu pasangan calon kepada kepala desa tertentu untuk memenangkan pasangan tertentu.
Sebelumnya, politik kotor ini telah diungkapkan melalui film Dirty Vote yang digarap oleh Dandhy Laksono.
Tiga pakar hukum Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar dan Feri Amsari mengungkap sejumlah data pelanggaran Pemilu, termasuk pengerahan kepala desa.
Selain dalam Pilpres, kecurangan juga banyak ditemukan dalam kontestasi Pileg. Persentasenya mencapai 32,7 persen.
“Dan ini akan jadi permasalahan karena bisa kita lihat bahwa dalam penyelenggaran pileg yang juga beririsan dengan pilpres, itu memiliki angka yang sangat signifikan jumlah kecurangannya,” ucap Hemi.