Beranda Umum Nasional Awal 2024 Sudah 7 BPR Rontok, Pengamat Perkirakan Jumlahnya Akan Terus Bertambah

Awal 2024 Sudah 7 BPR Rontok, Pengamat Perkirakan Jumlahnya Akan Terus Bertambah

Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)| tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Sejumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) mulai berguguran pada 2024 ini.  Di awal tahun ini saja, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mencabut izin usaha milik tujuh BPR.

Pengamat Perbankan dan Praktisi Sistem Pembayaran Arianto Muditomo menyebut, sulit untuk memprediksi berapa jumlah bank serupa yang akan mengalami nasib serupa.

“Memprediksi berapa banyak BPR yang akan ditutup dan berapa jumlah BPR/BPRS ideal di Indonesia merupakan hal yang kompleks dan tidak bisa dipastikan secara akurat,” tuturnya kepada Tempo, dikutip pada Rabu, 6 Maret 2024.

Arianto menjelaskan, ada berbagai faktor yang saling terkait dan berpengaruh terhadap penutupan BPR/BPRS. Misalnya seperti permodalan, tata kelola, pasar persaingan, kemampuan adaptasi teknologi baru, hingga kebijakan pemerintah.

Ia membeberkan, saat ini jumlah BPR atau BPRS sekitar 1.400. “Bisa jadi, dalam lima tahun yang akan datang, jumlah tercatat akan mencapai kisaran 1.000-an yang terjadi. Dari konsolidasi, merger, atau akuisisi,” tuturnya.

Baca Juga :  Ekonom Ingatkan Pemerintah Ekstra Hati-hati Naikkan Iuran BPJS, Ini Sebabnya

Namun, kata dia, tentunya pertimbangan efisiensi dan kemampuan pengawasan juga mesti terus ditingkatkan oleh regulator.

“Jumlah ideal BPR atau BPRS di Indonesia selanjutnya akan dicapai dengan memperhatikan faktor-faktor tingkat pertumbuhan ekonomi, inklusi atau penetrasi keuangan dan skala ekonomi,” ujarnya.

Menurut dia, jumlah BPR ideal adalah jumlah yang memungkinkan untuk beroperasi secara efisien dan profitable. Di samping itu, BPR juga mesti diawasi secara efektif dan efisien, serta menciptakan pasar yang kompetitif.

Bicara penyebab, Arianto menilai bahwa fraud bukanlah faktor utama dalam gugurnya BPR. Dia merujuk pada alasan OJK dalam memutuskan pencabutan izin usaha bank-bank tersebut.

Baca Juga :  Aduan Lapor Mas Wapres Picu Prokontra, Bukan Barang Baru Lagi

“Lemahnya manajemen dan tata kelola, permodalan yang kurang kuat, persaingan yang ketat dan kelambatan dalam mengadopsi kemajuan teknologi,” ujarnya.

www.tempo.co