Cerita sebelumnya:
RM Said bersama para pembantunya tengah mempersiapkan strategi untuk menyerang Benteng Keraton Kartasura. Alternatif yang hendak dilakukan dalah dengan bergabung dengan pasukan Sunan Kuning.
KETIKA pembicaraan tengah berlangsung, RM Said termenung beberapa saat lamanya. Hal itu membuat Kyai Ngabehi Kudanawarsa heran. Ia menduga, jangan-jangan masih ada yang membuatnya beban di hati RM Said ketika mereka benar-benar akan menggempur Kraton Kartasura, yang tak lain adalah tanah kelahirannya sendiri.
“Adakah yang mengganggu pikiran Anak Mas Said?” tanyanya.
“Oh, tidak, tidak Kyai. Saya hanya teringat sahabat-sahabat saya di Kraton. Terkadang dalam hati saya merasa bersalah kepada para sahabat saya itu, Kyai. Dulu mereka sepermainan dan sepembaringan dengan saya. Tapi kini kami harus bertemu dalam sebuah peperangan ..”
Ternyata dugaan Kyai Ngabehi Kudanawarsa benar. Lelaki itu mendengarkan dengan sareh penuturan RM Said. Sebagai orang tua, ia paham betul RM Said memiliki hati yang lembut serta perasaan yang peka dan asih terhadap sesama. Justru karena itulah, Kyai Ngabei Kudanawarsa semakin yakin, RM Said merupakan pemimpin sejati di masa depan. Pemimpin yang berwibawa namun tetap dekat dan ajur ajer bersama rakyatnya. Ia melihatnya sendiri, sejak berada di Dusun Nglaroh, RM Said tidak pernah menjaga jarak dengan siapa pun, dan sebaliknya, rakyat menerima RM Said dengan suka cita.
“Anak mas Said memang benar. Tapi kita berperang ini tidak untuk merebut kekuasaan. Tidak pula untuk saling bunuh dan membinasakan. Sebaliknya, perang ini untuk melawan ketidakadilan, meluruskan yang salah dan mengingatkan pemimpin yang melenceng dari paugeran,” ujar Kyai Ngabehi Kudanawarsa.
Suasana hening beberapa saat lamanya.
“Terima kasih Kyai. Saran Kyai akan saya pegang teguh,” ujar RM Said.
“Baiklah, Anak Mas, mari kita lanjutkan pembicaraan ini…” ujar Kyai Ngabehi Kudanawarsa.
“Sebenarnya, kalau dari sisi keterampilan berperang, pasukan Nglaroh ini sudah tidak diragukan lagi. Namun dari sisi mental, saya belum yakin sepenuhnya, karena ini baru pertama kali bagi mereka untuk berperang. Mungkin sekarang mereka merasa berani, namun kita belum tahu saat mereka sudah berhadapan langsung dengan prajurit musuh,” ujar Kyai Rangga Penambangan.
Kya Kudanawarsa dan RM Said mengangguk-angguk mendengar perkataan Kyai Rangga Panambangan. RM Said juga yakin, strategi memang diperlukan dalam peperangan. Namun mengandalkan keterampilan dan strategi saja rasanya belum cukup untuk memenangkan peperangan. Satu yang sangat ia percaya, bahwa sikap pasrah dan menyandarkan diri pada perlindungan dari Yang Maha Kuasa adalah hal yang utama.
RM Said lalu ingat peristiwa kebo berik yang kalah bertarung di dekat sendang, lalu berbalik menang setelah minum air sendang. Ia ceritakan kejadian itu kepada Kyai Wiradiwangsa dan Rangga Panambangan. Keduanya mengangguk-angguk takzim.
“Saya telah mencobanya, dan air sendang tersebut benar-benar membuat tubuh menjadi ringan dan menambah keberanian. Bagaimana menurut Kyai kalau seluruh pasukan saya anjurkan meminum air sendang tersebut sebelum berangkat berperang?” ujar RM Said meminta pertimbangan.
“Anak Mas Said benar. Boleh jadi itu wisik dari Gusti Kang Murbeng Dumadi bahwa air sendang tersebut memiliki daya kekuatan. Tidak ada salahnya kita minum air sendang itu, dan syukur untuk bekal di perjalanan,” ujar Kyai Ngabei Kudanawarsa.
Beberapa hari kemudian, ketika utusan telah datang kembali dan mengabarkan bahwa Sunan Kuning siap menerima pasungan Nglaroh, RM Said memutuskan untuk menyiapkan prajurit. Beberapa hari kemudian, ketika seluruh pasukan sudah bersiap, RM Said mengajak seluruhnya pergi ke sendang tempat ia bersemadi dulu.
“Ayo, semuanya silakan minum air sendang ini. Jangan lupa isi penuh cupu kalian dengan air sendang ini untuk bekal di perjalanan. Tapi ingat, jangan sampai berebutan dan membuat air sendang ini menjadi keruh,” perintah RM Said pada para prajuritnya.
Maka dalam formasi barisan yang teratur, para prajurit tersebut bergantian melangkah ke tepian sendang. Lalu dengan menggunakan dua telapak tangan, mereka mengambil air sendang yang bening dan tenang itu, lalu menuangkannya ke mulut. Saat air dingin itu mengguyur tenggorokan, para prajurit itu merasakan tubuh mereka bukan hanya segar, namun terasa sangat ringan. Otot-otot mereka juga terasa makin mengencang, dan semangat mereka berkobar-kobar.
“Air apa ini, Raden Mas?” tanya seorang prajurit yang merasa penasaran.
“Saya tidak tahu ini Sendang apa, tapi saya percaya air ini mengandung kekuatan. Ayo, sekarang kalau kalian semua sudah siap, kita berangkat!” perintah RM Said.
Para prajurit pun tak ada yang bertanya lebih jauh. Dengan kepercayaan penuh kepada junjungan mereka yang sekaligus panglima perang, mereka berbaris dengan gagahnya. Ada sebagian yang berjalan, ada juga yang menunggang kuda. Senjata mereka, pedang maupun tombak terangkat tinggi-tinggi, menggambarkan semangat mereka yang berkobar-kobar.
****
Singkat cerita, kedatangan pasukan RM Said pun diterima dengan suka cita oleh Sunan Kuning. Lalu setelah melakukan perundingan dan menyusun strategi, pasukan pun dipecah menjadi beberapa bagian. Pasukan gabungan tersebut menyerang dari segala penjuru. Ada yang menyerang dari utara, barat, timur dan ada pula yang mengambil langkah memutar untuk menyerang dari arah selatan.
Selain untuk melawan ketidakadilan, dalam peperangan tersebut, diam-diam RM Said mengemban misi pribadi, yakni menyelamatkan Gempol, sahabatnya dan kuda-kuda kesayangannya. Dan terbukti, meskipun baru pertama kali berperang, pasukan RM Said berhasil unggul. Begitu hebatnya perang campuh itu terjadi, sampai-sampai benteng tembok kraton setebal empat meter jebol. Meskipun pasukan Kraton Kartasura dibantu oleh pasukan Belanda dan Madura, namun pasukan RM Said berhasil memenangkan pertempuran. Dan yang lebih menggembirakan hati RM Said, ia berhasil menyelamatkan Gempol dan kuda-kuda sahabatnya. Prajurit Kraton Kartasura dan pasukan Belanda pun tersingkir keluar dari benteng.
Malam harinya, ketika suasana hening, RM Said merenung. Dalam renungannya itu, dia merasa keberhasilan pasukannya dalam berperang itu tak lepas dari perlindungan dari Yang Maha Kuasa. Tanpa bantuan Yang Di Atas, mustahil para prajurit yang masih belum berpengalaman itu mampu mengalahkan para prajurit yang sudah malang melintang di dunia peperangan. RM Said kembali teringat kejadian kerbau berik yang minum air sendang tempat ia bersamadi dulu. Ia percaya kejadian-kejadian itu bukan sebuah kebetulan, melainkan benar-benar merupakan petunjuk dari Yang di Atas.
Dan sebagai ucapan syukur atas segala pertolongan-Nya, RM Said memiliki nadar untuk membikin selamatan di sendang tersebut. Syahdan, ketika bersama pasukannya pulang menengok Dusun Nglaroh, RM Said mengadakan selamatan di sendang tersebut. Seluruh pasukan yang tak lain adalah warga Nglaroh ikut menghadiri selamatan tersebut.
Di depan semua yang hadir, RM Said berkata, “Para warga dan sahabatku semua. Saya mengucapkan terima kasih, karena kepercayaan dan pengorbanan warga Nglaroh ini, kita berhasil memenangkan peperangan dan menegakkan keadilan. Ketahuilah, keberhasilan perjuangan kita melawan penjajah Belanda dan ketidakadilan itu, bukanlah semata-mata datang dari kita. Tetapi lebih karena perlindungan dari Yang Maha Kuasa melalui air sendang ini. Air sendang ini telah memberikan daya kekuatan dan keberanian kita semua. Untuk itu, kalian semua menjadi saksi, sendang ini saya beri nama SENDANG SIWANI…”
Seluruh warga menyambut dengan suka cita. Demikianlah, sejak itu sendang tempat RM Said bersamadi itu dikenal dengan nama Sendang Siwani. Artinya, air sendang yang membikin orang menjadi berani (wani). Sementara itu batu tempat duduk bersamadi RM Said dikenal dengan sebutan Sela Plasa. Sampai saat ini, air sendang tersebut masih dipercaya oleh masyarakat memiliki tuah. Banyak orang mandi di sedang tersebut dengan harapan permohonan mereka terkabul. Suhamdani
Cerita fiksi ini terinspirasi dari perbincangan dengan juru kunci Sendang Siwani diperkaya dengan Babad Nambangan