JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Sistem pengamanan dan sterilisasi yang diterapkan di Mahkamah Konstitusi (MK) menjelang putusan sidang sengketa Pilpres 2024 memang cukup ketat.
Meski demikian, muncul kabar dimana Presiden Joko Widodo (Jokowi) menelpon hakim MK untuk menanyakan putusan sengketa Pilpres 2024.
Padahal, sesuai rencana, MK baru akan membacakan putusan tersebut pada Senin (22/4/2024) besok.
Menanggapi hal itu, juru bicara MK Fajar Laksono, menyebut, dirinya tidak mengetahui mengenai Jokowi yang menelpon hakim MK.
“Saya enggak tahu. Silakan tanya kepada yg memberikan informasi itu,” ujar Fajar saat ditemui di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Jumat (19/4/2024).
Meski demikian, dia mengklaim, MK sudah melakukan mekanisme untuk memastikan jalannya rapat pemusyawaratan hakim atau RPH tidak bocor sebelum dibacakan. Karena itu, dia memastikan, dengan mekanisme itu, kebocoran putusan dapat diminimalisir.
“Saya memastikan bahwa mekanisme yang kami terapkan meminimalisir hal itu (kebocoran putusan),” ucap dia.
Fajar juga menjelaskan mekanisme untuk menjaga kerahasiaan RPH. Dia mengatakan, RPH dilaksanakan di ruang khusus yang tidak boleh ada sembarangan orang hadir. Bahkan, kata Fajar, naik ke lantai itu pun tidak diperkenankan. Dalam RPH, hakim juga tidak diperbolehkan membawa HP atau alat komunikasi.
“Itu yang bisa kita lakukan untuk meminimalisir apapun yang terjadi di ruang RPH dapat dikonsumsi oleh orang luar sebelum pengucapan putusan,” kata dia.
Fajar memastikan, tidak ada orang dari eksternal MK yang tahu mengenai jalannya RPH. Bahkan, dia mengklaim, dirinya juga tidak mengetahui jalannya RPH.
Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi akan mengumumkan putusan perselisihan hasil pemilihan umum atau PHPU Pilpres pada Senin (22/4/2024) pukul 09.00 WIB.
Hingga kini, hakim konstitusi masih melakukan RPH. Kedelapan hakim konstitusi dijadwalkan melakukan rapat permusyawaratan hakim hingga Ahad, 22 April 2024.
Kedelapan hakim tersebut adalah Suhartoyo, Saldi Isra, Arief Hidayat, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, M. Guntur Hamzah, Ridwan Mansyur, dan Arsul Sani.
Sedangkan Anwar Usman tidak menangani perkara sengketa hasil Pilpres, karena melakukan pelanggaran etik berat. Hal ini sesuai dengan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi alias MKMK nomor 2/MKMK/L/11/2023.