Beranda Umum Nasional MK Cecar DKPP yang Beri Peringatan Keras Terus Menerus Tapi Tak Berhentikan...

MK Cecar DKPP yang Beri Peringatan Keras Terus Menerus Tapi Tak Berhentikan KPU

Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito mengetuk palu vonis terhadap Ketua KPU Hasyim Asy'ari terkait penerimaan pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai Bakal Calon Wakil Presiden dalam sidang putusan di DKPP, Jakarta, Senin 5 Februari 2024. DKPP memvonis Hasyim Asy'ari dan enam komisioner KPU lainnya melanggar etik dan Hasyim diberi sanksi peringatan keras terakhir, sementara enam komisioner KPU lainnya mendapatkan peringatan karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman penyelenggara Pemilu | tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP, Heddy Lugito sempat dicecat oleh Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat perihal menjatuhkan sanksi peringatan keras terus menerus ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Hal itu terungkap dalam sidang lanjutan sengketa Pilpres di gedung MK pada Jumat (5/4/2024).

Saat itu, Arief mempertanyakan sikap DKPP yang memberikan peringatan keras terus menerus, namun tidak pernah memberhentikan penyelenggara Pemilu tersebut.

Untuk diketahui, DKPP adalah satu dari lima pemberi keterangan yang dihadirkan MK dalam sidang hari Jumat.

Selain DKPP, MK juga menghadirkan empat menteri kabinet Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Mereka adalah Menteri Koordinator (Menko) Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Mensos Tri Rismaharini.

Menanggapi pertanyaan Arief, Heddy menjelaskan tidak semua pengaduan berujung amar putusan yang menjatuhi sanksi. Dari total 322 laporan yang masuk pada 2023, kata dia, beberapa kasus berujung merehabilitasi pihak yang teradu.

“Karena memang pengaduannya tidak terbukti. Jadi DKPP memang selama ini diharuskan merehabilitasi penyelenggara pemilu yang tidak terbukti,” kata dia.

Heddy mengatakan hal itu untuk menjawab pertanyaan hakim konstitusi Arief Hidayat.

Arief awalnya menanyakan perihal putusan DKPP yang tidak memberhentikan penyelenggara pemilu meski telah diberi sanksi peringatan keras terakhir.

“Amarnya kemarin itu muncul di persidangan itu, amar yang pertama, memberi sanksi kepada seluruh anggota KPU dengan teguran keras ya?” tanya Arief.

Amar putusan yang dimaksud Arief adalah putusan DKPP soal pendaftaran Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai calon presiden dan calon wakil presiden.

Baca Juga :  Warga Aceh Akhirnya Demo Turun ke Jalan, Desak Penetapan Status Bencana Nasional

Amar putusan DKPP itu menyatakan Ketua KPU Hasyim Asy’ari dan seluruh anggotanya melanggar etik karena menerima pencalonan Prabowo dan Gibran.

Ketua DKPP Heddy Lugito kemudian menyahuti,

“Peringatan keras.”

Arief lantas mengatakan sanksi peringatan keras terakhir itu seharusnya menjadi yang terakhir, sehingga tidak bisa dijatuhkan berkali-kali. Menurut catatan Tempo, Hasyim telah dijatuhi sanksi tiga kali pada 2022-2023.

“Jangan (peringatan) keras terus, terakhir-terakhir terus, sampai enggak selesai-selesai. Itu agar bisa dijelaskan kepada kami,” ujar Arief.

Menanggapi hal itu, Heddy mengatakan, dalam memutuskan perkara, DKPP berfokus pada pelanggaran etik yang diadukan.

“Jadi berapa besar derajat pelanggaran etik perkara itulah kami lakukan hukuman, putusan atau sanksi sesuai dengan derajat yang diadukan dan bukti-bukti yang terungkap di persidangan,” ujar Heddy.

Heddy menyebutkan DKPP pernah menjatuhkan sanksi pemberhentian kepada penyelenggara pemilu, terutama di tingkat kabupaten/kota.

“Baik pemberhentian tetap maupun pemberhentian dari jabatan,” kata dia.

Heddy Tolak Ungkap Putusan DKPP

Arief Hidayat juga menegur Heddy Lugito karena menolak menjawab pertanyaan soal pelanggaran etik KPU dalam pencalonan Gibran Rakabuming Raka.

Heddy sebelumnya menyebutkan DKPP telah mengirimkan dokumen putusan tentang pelanggaran etik tujuh pimpinan KPU kepada MK.

Isi putusan tersebut menyatakan kesalahan tujuh pimpinan KPU dan memberikan sanksi peringatan keras.

“Sudah kami lampirkan putusan yang untuk perkara 135, 136, 137, dan 141 sudah diserahkan ke Yang Mulia. Mohon untuk dipelajari,” ungkap Heddy.

Baca Juga :  Jika Sejarah Terus Dibungkam Indonesia Bisa Kehilangan Arah: Pesan Keras di Balik Soft Launching Buku Sejarah Indonesia

Heddy bahkan meminta majelis hakim MK tidak mendalami perkara tersebut lebih lanjut. Dia menilai terdapat batasan fungsi yang dilakukan DKPP, seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

“DKPP, meskipun sebagai penyelenggara pemilu, diberi tugas sebagai majelis etik, yang secara etik tidak dibenarkan membicarakan putusan-putusan DKPP di luar persidangan,” ujar Heddy yang mengatakan putusan DKPP sudah sepenuhnya diserahkan kepada Majelis Hakim MK dan telah diserahkan seluruhnya untuk dikaji.

Menanggapi jawaban itu, Arief mengatakan Heddy adalah muridnya dan seharusnya tidak meminta ‘mohon dipelajari’ kepada MK.

“Ini ada mantan murid menyuruh dosennya mempelajari. Salah satu murid di Undip. Kemudian juga Pak Hasyim itu asisten saya. Jadi ini kok saya disuruh mempelajari,” ujar Arief.

www.tempo.co

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.