Beranda Daerah Semarang Seni Daerah sebagai Investasi Jangka Panjang Pembangunan

Seni Daerah sebagai Investasi Jangka Panjang Pembangunan

Wakil Ketua DPRD Jateng H Sukirman SS saat menyampaikan paparan kegiatan sosialisasi Media Tradisional di Kabupaten Pekalongan, belum lama ini.

 

PEKALONGAN, JOGLOSEMARNEWS.COM Sebagai bagian dari penguatan terhadap banyaknya budaya asing yang masuk ke Indonesia, kesenian daerah dianggap sebagai salah satu pilar penjaga keberlangsungan budaya dan seni yang ada di Tanah Air.

Kesenian daerah dinilai bisa menjadi investasi jangka panjang terhadap perkembangan pembangunan di Indonesia. Terlebih, dalam kesenian daerah terkandung nilai-nilai adiluhung yang kental dengan budaya serta kearifan lokal.

Hal itu ditekankan Wakil Ketua DPRD Jateng, H Sukirman SS, saat menjadi narasumber utama dalam Sosialisasi Peran Media Trandisional yang dilaksanakan di Kabupaten Pekalongan, belum lama ini.

Kata investasi memang terlanjur lekat kaitannya dengan imbalan finansial.

Namun sesungguhnya kegiatan investasi bisa diterapkan pada konteks yang lebih luas dari itu. Berinvestasi dapat juga dilakukan dengan menyokong berbagai organisasi dari berbagai bidang untuk menggerakkan perubahan sosial.

“Meski seni budaya sudah menjadi bagian yang erat dengan kehidupan sehari-hari, namun fungsinya tak lebih dari hiburan atau hiasan. Dalam forum-forum tentang pembangunan, seni sebatas tampil sebagai pertunjukan pembuka atau pengiring saat rehat makan siang,” ungkap Sukirman.

Menurutnya, banyak yang lupa bahwa seni budaya yang dikembangkan dengan baik bisa berdampak besar pada kehidupan masyarakat di sekitarnya. Saat ini, kata dia, infrastruktur kebudayaan kita masih jauh dari memadai, apalagi untuk menghasilkan nilai sosial dan budaya yang bisa berkontribusi pada perekonomian.

Baca Juga :  Terdorong Hati Nurani, Purnawirawan Polri di Jawa Tengah Deklarasi Dukung Andika Perkasa-Hendrar Prihadi

“Seni budaya kerap diabaikan dalam rencana pembangunan, karena dinilai tak berperan untuk kesejahteraan, kemakmuran, dan kualitas hidup manusia. Padahal, seni terbukti berdampak positif untuk masyarakat,” ungkap politikus yang juga menjabat sebagai Sekretaris DPW PKB Jateng tersebut.

Menurutnya, seni memiliki kekuatan mengubah perilaku anak-anak menjadi lebih baik. Kesenian adalah aspek humanis yang melekat kuat di anak-anak, dan bisa menyentuh kemanusiaan. Pemerintah daerah seharusnya membangun sinergi dengan pemerintah pusat perihal visi, gagasan, dan bentuk-bentuk investasi kebudayaan.

Pembangunan kebudayaan adalah salah satu poin penting dari tujuh fokus Rencana Pembangunan Jangka Panjang pemerintah Indonesia 2025-2045.

“Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan, Dana Abadi Kebudayaan yang diturunkan melalui aneka program Dana Indonesiana dan disokong oleh LPDP menjadi bukti komitmen pemerintah pusat,” ujarnya.

Dalam kaitannya dengan partisipasi pemerintah daerah, lanjut dia, ada beberapa hal penting yang perlu dikritisi dari aktivitas pembangunan kebudayaan di tingkat lokal. Di antaranya yakni, ketidakmampuan pemerintah daerah mengidentifikasi perkembangan budaya kontemporer, orientasi yang lebih terpaku pada profit daripada benefit, dan lemahnya investasi.

Dijelaskan, generasi milenial merasakan bentangan yang luar biasa besar antara tradisi dan modernitas. Kebutuhan akan literasi digital sama besarnya dengan kebutuhan kami akan literasi tradisi.

Baca Juga :  Gandeng KPID, Kemenag Jateng Akan Pantau Siaran Keagamaan

“Kecanggihan teknologi dan ilmu pengetahuan harus diraih dengan menerobos tembok-tembok sentralisasi pembangunan yang lama bercokol di Indonesia. Sementara akses akan tradisi selalu dikaburkan oleh sejarah kolonialisme serta politik identitas yang tidak kunjung selesai,” ujar Sukirman.

Pada tataran yang lebih praktis, kebudayaan seringkali ditempatkan pada distingsi antara tradisi dan modernitas. Identifikasi atas kebudayaan kerap terperangkap pada hal-hal yang bercorak tradisional: kain tenun, tarian tradisional, kuliner tradisional, rumah adat, syair dan lagu-lagu tradisional.

Kebudayaan lokal sering dipandang secara eksotis semata tanpa upaya revitalisasi berbasis masyarakat, peluang-peluang yang dibuka oleh bentuk-bentuk kebudayaan populer/kontemporer sama sekali tidak ditindaklanjuti. (Al)