JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Niat awal ingin menyedot wisatawan asing ke Indonesia melalui bandara bertaraf internasional, namun yang terjadi justru sebaliknya.
Bandara internasional justru dibanyak digunakan oleh orang-orang Indonesia melancong keluar negeri. Akbatnya, devisa negara justru tergerus.
Melihat kondisi tersebut, pemerintah akhirnya mengambil kebijakan dengan menurunkan status 17 bandara di tanah air, termasuk Bandara Adisoemarmo, Solo, dari status bandara internasional menjadi bandara domestik.
Ketua Institut Studi Transportasi, Darmaningtyas menilai keputusan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menurunkan status penggunaan 17 bandara internasional menjadi bandara domestik merupakan langkah yang tepat.
Menurut dia, operasional 17 bandara internasional yang kini turun tingkat menjadi bandara domestk belum mampu menarik wisatawan mancanegara untuk memakai bandara-bandara tersebut.
“Mimpinya dulu membangun bandara-bandara baru atau melabeli bandara lama dengan label internasional adalah dapat menarik wisatawan dari luar datang ke Indonesia,” katanya kepada Tempo, Kamis (2/5/2024).
Rencana menyediakan penerbangan langsung bagi turis asing agar terbang ke daerah di Indonesia itu tidak sepenuhnya berhasil.
Darmaningtyas menilai, adanya bandara internasional di sejumlah daerah itu justru lebih banyak menarik warga setempat untuk berwisata ke luar negeri, khususnya di negara kawasan Asean.
“Akhirnya yang terjadi penumpang keluar negeri lebih banyak daripada penumpang yang datang dari luar negeri,” ucapnya.
Ia menggambarkan kondisi yang terjadi di Bandara Internasional Ahmad Yani, Semarang, yang kini sudah turun status menjadi bandara domestik.
Dari pengamatannya, bandara milik ibu kota Jawa Tengah itu lebih banyak menerbangkan masyarakat sekitar ke luar negeri, dibandingkan mendatangkan turis asing ke daerah Semarang.
Ia mengatakan, kondisi seperti itu membuat negara justru merugi dengan banyaknya bandara internasional yang kurang optimal dalam operasional penerbangannya. Menurut dia, pelabelan bandara internasional di sejumlah daerah berdampak pada devisa negara yang berkurang.
Padahal, katanya, seharusnya dengan bandara internasional ini negara bisa mendapatkan devisa dari perjalanan wisatawan mancanegara ke daerah-daerah di Indonesia.
“Jadi kebijakan mencabut 17 bandara internasional menjadi bandara regular (domestik) sangat tepat,” ujarnya.
Penggambaran itu didukung oleh data dari Badan Pusat Statistik atau BPS saat konferensi pers pada Kamis, 2 Mei 2024. BPS mencatat 17 bandara yang turun status itu selama ini kurang digunakan oleh wisatawan mancanegara. Berdasarkan catatan BPS, sepanjang 2023 hanya 169 wisatawan mancanegara yang menggunakan 17 bandara tersebut, atau hanya 0,0021 persen dari total wisatawan asing dari pintu bandara internasional lainnya.