JOGLOSEMARNEWS.COM Umum Nasional

Kasus Korupsi Kementan, Hakim Murka dan Tuding Saksi Saling Sembunyikan Borok

Eks Mentan SYL kembali duduk di kursi terdakwa PN Tipikor, Jakarta, Senin (13/5/2024), jaksa KPK hadirkan 7 saksi, mantan anak buah SYL di Kementan. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta sampai murka saat mencecar saksi di persidangan kasus dugaan korupsi eks Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL), Senin (13/5/2024) | tribunnews
   

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Baru kali ini dalam persidangan kasus korupsi, hakim marah-marah di persidangan.

Hal itu terjadi dalam sidang kasus korupsi di Kementan dengan terdaksa mantan Menteri Keuangan, Syahrul Yasi Limpo. Kemarahan Hakim itu terjadi dalam sidang pemeriksaan saksi pada, Senin (13/5/2024).

Pasalnya, saksi yang dicecar, yakni Direktur Jenderal (Dirjen) Prasarana & Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan) Ali Jamil Harahap dianggap menyembunyikan borok terkait sharing uang di jajaran Eselon I untuk SYL yang saat itu menjabat Menteri Pertanian.

Majelis pada awalnya penasaran, apakah Dirjen PSP juga berkomunikasi dengan Dirjen-Dirjen lainnya terkait permintaan sharing uang tersebut.

Namun ternyata masing-masing Dirjen saling menyembunyikan permintaan tersebut.

“Apa saudara tidak saling bertanya, saudara Dirjen dengan Dirjen yang lain?  Apakah (nominalnya) sama atau saudara sudah sama-sama paham? Sama-sama merahasiakan?” tanya Hakim Ketua Rianto Adam Pontoh.

“Siap Yang Mulia. Kami tidak menanyakan. Kalaupun ditanyakan, itu tidak dapat jawaban, kami tidak mengetahui,” jawab saksi Ali Jamil Harahap.

Mendengar jawaban saksi Ali Jamil itu Hakim Pontoh kemudian berujar bahwa para Dirjen di Kementan berusaha menyembunyikan borok.

“Begitu ya? Jadi sama-sama menyembunyikan. Sama-sama menyembunyikan borok, jangan sampai ketahuan, kan gitu. Pada akhirnya kan ketahuan juga,” ujar Hakim Pontoh.

Teruntuk Ditjen PSP Kementan sendiri, Ali Jamil mengungkapkan pernah dibebankan Rp 600 juta untuk kepentingan perjalanan SYL ke Brazil.

Padahal, keperluan menteri sudah dianggarkan di Sekretariat Jenderal (Setjen) Kementan dalam bentuk Dana Operasional Menteri (DOM).

Baca Juga :  4 Kendaraan Terlibat Kecelakaan di Jalur Ngawen-Blora

Alasannya, DOM tidak cukup untuk menanggung kebutuhan SYL dan rombongan ke Brazil.

“Dana operasional menteri itu ada. Kenapa saudara mau sharing untuk kepentingan menteri itu? Kenapa saudara sampai mau, menyetujui permintaan Sekjen itu? Apa latar belakangnya?” tanya Hakim Pontoh.

“IZin Yang Mulia. Kalau ada info seperti ini Yang Mulia, jujur kami sering menyampaikan ke Pak Sekjen: Pak Sekjen itu kan ada DOM-nya Pak Menteri, itu di Pak Sekjen bukan di Direktorat teknis, apakah itu tidak bisa disentuh,” jawab saksi Ali Jamil.

“Apa jawab Sekjen terdakwa Kasdi waktu itu?” tanya Hakim Pontoh lagi.

“Tidak cukup,” jawab Ali.

Hakim Pontoh kemudian nyeletuk bahwa sudah pasti DOM tidak cukup jika harus menanggung keluarga SYL dalam perjalanan tersebut.

Saksi pun mengamini bahwa biaya perjalanan untuk keluarga SYL memang tidak ada dalam prosedur pembiayaan yang berlaku.

“Pasti untuk menteri ada (anggarannya). Kalau Sekjen ikut pun ada, ibu menteri ada. Kalau rombongan yang lain? Apakah sepengetahuan saudara memang ada anggarannya? Seperti dalam kunjungan itu ada anak menteri ikut, cucu ikut, keluarga ikut, bisa enggak?” kata Hakim Pontoh.

“Sepanjang itu tidak masuk di dalam prosedur Setneg itu pasti tidak bisa dibiayai,” ujar saksi Ali Jamil.

Sebagai informasi, dalam perkara ini SYL telah didakwa menerima gratifikasi Rp 44,5 miliar.

Total uang tersebut diperoleh SYL selama periode 2020 hingga 2023.

“Bahwa jumlah uang yang diperoleh terdakwa selama menjabat sebagai Menteri Pertanian RI dengan cara menggunakan paksaan sebagaimana telah diuraikan di atas adalah sebesar total Rp 44.546.079.044,” kata jaksa KPK, Masmudi dalam persidangan Rabu (28/2/2024) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Baca Juga :  Pejelasan BPOM Terkait Roti Aoka Bisa Awet Lama hingga 3 Bulan

Uang itu diperoleh SYL dengan cara mengutip dari para pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Pertanian.

Menurut jaksa, dalam aksinya SYL tak sendiri, tetapi dibantu eks Direktur Alat dan Mesin Kementan, Muhammad Hatta dan eks Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan, Kasdi Subagyono yang juga menjadi terdakwa.

Selanjutnya, uang yang telah terkumpul di Kasdi dan Hatta digunakan untuk kepentingan pribadi SYL dan keluarganya.

Berdasarkan dakwaan, pengeluaran terbanyak dari uang kutipan tersebut digunakan untuk acara keagamaan, operasional menteri dan pengeluaran lain yang tidak termasuk dalam kategori yang ada, nilainya mencapai Rp 16,6 miliar.

“Kemudian uang-uang tersebut digunakan sesuai dengan perintah dan arahan Terdakwa,” kata jaksa.

Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dakwaan pertama:

Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dakwaan kedua:

Pasal 12 huruf f juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dakwaan ketiga:

Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

www.tribunnews.com

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com