JOGLOSEMARNEWS.COM Umum Nasional

Ketua MKMK Tak Habis Pikir, Setiap Kali Revisi UU MK, Selalu Saja yang Diutak-atik Cuma Soal Syarat Umur dan Masa Jabatan Hakim

Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna saat memimpin sidang putusan mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman yang dilaporkan oleh Zico Simanjuntak di Gedung 2 MK, Jakarta, Kamis (28/3/2024). Salah satu poin yang diucapkan Anwar adalah dirinya telah mengetahui ada upaya politisasi dan menjadikan dirinya sebagai objek dalam berbagai putusan MK | tempo.co
ย ย ย 

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM โ€“ revisi Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang dibahas di DPR mendapat kritikan dari Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), I Dewa Gede Palguna.

Palguna mengaku heran dan tak habis pikir, mengapa setiap revisi UU MK yang dipermasalahkan hanyalah persoalan yang tak ada relevansinya dengan penguatan MK sebagai peradilan yang berwibawa dan merdeka.

Pria yang juga mantan Hakim Konstitusi ini mengatakan, jika ditambah dengan perubahan terakhir, UU MK sudah mengalami perubahan sebanyak tiga kali. Dari semua perubahan itu, DPR selalu mempersoalkan syarat umur hakim, masa jabatan hakim atau jabatan pimpinan MK.

“Selalu yang diutak-atik itu kalau tidak soal syarat umur, soal masa jabatan hakim, atau bahkan soal jabatan pimpinan MK. Apa sih signifikansinya soal-soal ini terhadap keinginan kita mewujudkan cita-cita MK sebagai lembaga yang merdeka dan independen?” ujar Palguna dalam diskusi ‘Sembunyi-sembunyi Revisi UU MK Lagi’ yang dipantau secara daring pada Kamis (16/5/2024).

Baca Juga :  Hati-hati, di Pilkada Jatim Risma Bakal Jadi Pesaing Kuat untuk Khofifah

Palguna menilai, persoalan yang selalu diutak-atik DPR pada UU MK sama sekali tidak ada relevansi maupun urgensi dalam penguatan MK.

Justru, kata dia, persoalan lain yang bisa meningkatkan wibawa dan memenuhi kebutuhan publik, tidak pernah ditambahkan dalam perubahan UU MK yang sudah terjadi sebanyak empat kali.

Terdapat beberapa persoalan yang dia sebutkan. Pertama, DPR semestinya melengkapi ketentuan hukum acara di UU MK. Salah satu hukum acara yang belum diatur di UU MK adalah impeachment atau pemberhentian presiden. Selama ini, kata Palguna, persoalan pemberhentian presiden baru diatur di peraturan MK.

Baca Juga :  4 Kendaraan Terlibat Kecelakaan di Jalur Ngawen-Blora

Kedua, pelaksanaan kewenangan pembubaran partai politik yang juga masih diatur di peraturan MK. Dia mengatakan, menurut ilmu perundang-undangan, materi muatan dari dua persoalan ini harusnya dimasukkan dalam Undang-undang, bukan peraturan MK.

“Mengapa bukan ini yang diselesaikan? Kalau memang ingin menghadirkan MK sebagai peradilan yang berwibawa dan merdeka,” ujar Palguna.

Pemerintah dan DPR telah menyepakati rancangan Undang-undang tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Pembahasan revisi UU MK itu akan dibawa ke sidang Paripurna DPR.

Pembahasan revisi UU MK ini diketahui digelar diam-diam digelar pada hari terakhir reses atau Senin (13/5/2024) kemarin.

Pengesahan di tahap I ini menimbulkan polemik karena dianggap bisa melemahkan independensi MK.

www.tempo.co

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com