JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Rencana penambahan jumlah menteri oleh Presiden terpilih, Prabowo Subianto masih mengundang prokontra dari berbagai kalangan dan pakar.
Jika sebelumnya, Pakar Hukum Kebijakan, Trubus Rahardiansyah mengatakan, penambahan jumlah menteri lebih pada bagi-bagi jatah kekuasaan.
Senada itu, eks cawapres nomor urut 3, Mahfud MD mengatakan rencana penambahan jumlah menteri akan lebih banyak memunculkn dampak negatif.
Yang paling jelas adalah jumlah sumber korupsi akan semakin banyak, karena masing-masing menteri tersebut memegang anggaran.
Hal itu diungkapkan Mahfud dalam Acara Seminar Nasional ‘Pelaksanaan Pemilu 2024: Evaluasi dan Gagasan ke Depan, Rabu (8/5/2024).
“Karena semakin banyak (kementerian) ya semakin banyak sumber korupsi, itu semua (kementerian memegang) anggaran,” kata Mahfud dilansir WartakotaLive.com, Rabu (8/5/2024).
Lebih lanjut Mahfud menuturkan, dalam Pemilu biasanya seseorang memiliki janji ke banyak pihak.
Sehingga wacana penambahan menteri ini bisa jadi untuk mengakomodasi janji-janji tersebut.
Mahfud menyebut, sebelum era pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin, jumlah menteri di kabinet yakni 26.
Kemudian bertambah menjadi 34 menteri di kabinet yang dipimpin oleh Presiden Jokowi.
Menurut Mahfud, jika jumlah menteri terus ditambah, maka bisa berdampak pada rusaknya negara.
“Menteri, dulu kan 26, jadi 34, lalu ditambah lagi. Besok pemilu yang akan datang ditambah lagi, jadi 60, pemilu lagi, tambah lagi, karena, kolusinya semakin luas. Rusak ini negara,” jelas mantan Menko Polhukam tersebut.
Mahfud kemudian mengungkap dirinya pernah mengusulkan akan jumlah kementerian dipangkas saja.
Salah satunya dengan menghapus kementerian koordinator (kemenko) yang dinilai tak berguna.
Selain itu, asosiasi pengajar hukum tata negara di tahun 2019 juga pernah merekomendasikan pengurangan jumlah kementerian.
“Asosiasi pengajar hukum tata negara di 2019, itu rekomendasinya dikecilkan jumlah kementerian itu. Bahkan kita mengatakan bahwa kemenko itu tidak harus ada. Rekomendasinya sih, yang direkomendasikan kemenko dihapus,” terang Mahfud.
Mahfud menegaskan, semangat yang harus dikembangkan seharusnya semangat untuk membatasi jumlah kementerian.
Bukan semangat dalam membagi-bagi kekuasaan.
“Semangatnya bukan terus bagi-bagi kekuasaan begitu. Semangatnya itu membatasi jumlah-jumlah pejabat setingkat menteri,” tegas Mahfud.
Diketahui Presiden dan wakil presiden terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, berencana menambah jumlah kementerian di pemerintahan mereka kelak, dari yang tadinya berjumlah 34 menjadi lebih dari 40.
Gibran mengakui wacana itu sedang terus dibahas dan belum menjadi sebuah keputusan.
“Itu nanti ya. Masih dibahas, masih digodok lagi. Tunggu saja ya,” kata Gibran di Solo, Jawa Tengah, Selasa (7/5/2024).
Gibran mengatakan, salah satu kementerian yang disiapkan untuk dibentuk adalah kementerian yang akan menangani program makan siang gratis.
Karena program makan siang gratis mesti ditangani oleh satu kementerian khusus karena pelaksanaan program tersebut cukup kompleks.
“Ya karena melibatkan anggaran yang besar, distribusinya juga tidak mudah, logistiknya tidak mudah, monitoringnya juga tidak mudah. Ini makannya harus dibahas.”
“Ya kita ingin program ini benar-benar bisa berjalan karena kita ingin program ini benar-benar bisa impactful, benar-benar bisa dirasakan oleh anak sekolah.”
“Tapi, tunggu dulu ya. Ini belum pasti kok masalah kementeriannya. Ditunggu saja dulu,” ujar Wali Kota Solo itu.
Makan Banyak Anggaran Negara
Pengamat politik Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti menilai wacana 40 kursi menteri pemerintahan Prabowo-Gibran bakal memakan banyak anggaran negara.
“Akan banyak sekali anggaran kita kesedot kepada kementerian-kementerian ini. Coba bayangkan kalau jumlah menteri 40. Nanti wakil menteri mungkin sekitar 20, sudah 60 totalnya yang harus digaji oleh negara,” kata Ray, Rabu (8/5/2024).
Ia melanjutkan belum lagi staf ahli dari presiden, menteri dan wakil menteri.
“Anda bisa bayangkan bisa 100 orang lebih yang mendapat asupan dari uang negara itu,” terangnya.
Menurutnya keuangan negara biasa membengkak habis-habisan. Belum lagi jika nanti ada Presidential Club.
“Pengeluaran uang negara demi kepentingan membiayai aparatur negara ini nggak tanggung-tanggung bertambahnya,” jelas Ray.
Ray sendiri menilai wacana penambahan kementrian dari 34 menjadi 40 bermotif bagi-bagi kekuasaan.
“Karena sudah ketahuan apapun mereka sebutkan dasarnya, itu semua adalah pola bagi-bagi kursi kabinet,” sambungnya.
Kemudian Ray membandingkan dengan periode pertama dan kedua Presiden Jokowi yang tak ada penambahan kursi menteri.
“Mau mereka bilang apakah sudah ketahuan. Presiden Jokowi dua periode bisa tanpa harus menambah kursi. Bahkan hanya menyisakan dua partai politik di luar pemerintahan, kenapa Pak Prabowo nggak bisa?” tandasnya.