YOGYAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Belasan orang yang diduga sebagai pelaku penambangan ilegal, diperiksa oleh polisi dan dua ekskavator serta lima truk disita dari lokasi tambang ilegal di Dusun Rejosari, Serut, Gedangsari, Gunungkidul.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Energi Sumber Daya Mineral (PUPESDM) DIY, Anna Rina Herbranti mengatakan, hal tersebut merupakan bagian dari upaya dinas dalam menertibkan kegiatan penambangan ilegal yang marak terjadi di DIY.
Kegiatan penambangan tanpa izin itu marak terjadi dan dianggap sebagai tindakan kriminal yang dapat merusak lingkungan dan merugikan banyak pihak.
Salah satu contoh upaya penertiban adalah penindakan terhadap aktivitas tambang ilegal di Gedangsari, Gunungkidul oleh Dinas PUPESDM DIY dan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda DIY.
Lebih lanjut Anna mengatakan, dasar hukum penanganan tindak pidana kegiatan usaha pertambangan ini yaitu UU No. 3/2020 ttg Perubahan Atas UU No. 4/2009 dan Perpres No. 55/2022 .
Kemudian Pergub No. 39/2022 dan Instruksi Gubernur DIY Nomor 3 tahun 2024 tentang Optimalisasi Pengendalian Kegiatan Usaha Pertambangan di DIY.
“Kami berterimakasih dan mengapresiasi atas gerak cepat Polda DIY segera melakukan penindakan terhadap salah satu aktivitas tambang ilegal. Dengan ini, kami mengharapkan kesadaran semua pihak, pertambangan tanpa Izin atau ilegal adalah kriminalitas,” tandasnya.
Anna menyampaikan pihaknya pun berkomitmen untuk melaksanakan Instruksi Gubernur DIY tentang Optimalisasi Pengendalian Kegiatan Usaha Pertambangan di DIY dengan menggandeng semua stakeholder untuk mewujudkan pengelolaan kegiatan usaha pertambangan sesuai kaidah pertambangan yang baik.
Pihaknya juga siap menjalankan penugasan Dinas PUPESDM DIY untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perizinan berusaha di bidang pertambangan
“Penegakan hukum ini merupakan tindak lanjut dari adanya informasi masyarakat baik lisan maupun tertulis yang masuk website dan nomor aduan DPUPESDM DIY terkait penambangan tanpa izin. Serta adanya inventarisasi dan pendataan pada lokasi penambangan tanpa izin,” imbuhnya.
Anna mengungkapkan lokasi tersebut merupakan bekas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) atas nama CV Swastika Putri yang sebagaimana tersebut dalam UU No. 3/2020, bahwa WIUP belum bisa digunakan sebagai dasar dalam kegiatan pertambangan.
Sebelumnya, pihaknya juga telah mengeluarkan imbauan penghentian penambangan pada perusahaan tersebut dengan surat nomor 500.10.2.3/2427 yang disampaikan pada 18 Januari 2024.
“Kami juga sudah melakukan pengawasan dan pengendalian (wasdal) bersama Tim Terpadu dilaksanakan pada 26 Juni 2024. Lalu mengeluarkan imbauan penghentian kegiatan pertambangan dengan nomor 500.10.2.3/28 disampaikan pada 27 Juni 2024. Hingga akhir penanganan tindak pidana pertambangan dilakukan Ditreskrimsus Polda DIY pada 15 Juli 2024,” terang Anna.
Berdasarkan data Dinas PUPESDM DIY terdapat 32 lokasi tambang ilegal di DIY dengan rincian sebanyak 12 tambang berlokasi di wilayah darat dan 20 tambang berada di area sungai
Dari 32 lokasi tambang ilegal tersebut, sebanyak 24 lokasi tambang telah diberikan berita acara dan surat imbauan penghentian kegiatan pertambangan, terdiri dari 10 tambang di darat dan 14 tambang di sungai dengan jenis yang ditambang rata-rata pasir.
Terkait aktivitas tambang ilegal itu, Anna mengaku pihaknya hanya berwenang melakukan identifikasi dan sosialisasi serta pemberian surat imbauan penghentian pertambangan.
Adapun penutupan tambang ilegal merupakan kewenangan aparat penegak hukum.
Selain itu, Pemda DIY juga tak melarang adanya aktivitas pertambangan di provinsi tersebut tetapi pengelola tambang harus mengantongi izin sesuai dengan aturan yang berlaku.
Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda DIY Komisaris Besar Idham Mahdi menyampaikan pihak telah melakukan proses hukum terhadap aktivitas pertambangan ilegal tanah uruk di Desa Serut, Gedangsari, Gunungkidul pada 15 Juli 2024.
Dari penindakan ini, pihaknya menyita dua unit ekskavator, lima unit truk dan sejumlah nota penjualan serta sudah memeriksa 14 saksi.
“Kami menemukan adanya aktivitas pertambangan dan setelah diperiksa perizinannya diduga kegiatan penambangan dilaksanakan tidak sesuai tahapan. Perusahaan tak mengurus tindak lanjut, tetapi langsung melakukan penambangan jadi tak ada niatan baik mengurus izin,” tegasnya.
Menurutnya, penanganan kasus ini telah masuk dalam tahapan penyidikan. Namun, polisi belum menetapkan tersangka dalam kasus itu karena masih akan mendalami. Tersangka dalam kasus ini berpotensi disangkakan Pasal 158 atau pasal 160 ayat (2) UU No. 3/2020 tentang perubahan atas UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.