Beranda Nasional Jogja Kesulitan Cari Rezeki di Teras Malioboro 2, Para PKL Berunjuk Rasa Menuntut...

Kesulitan Cari Rezeki di Teras Malioboro 2, Para PKL Berunjuk Rasa Menuntut Kembali ke Selasar

Para PKL Malioboro menggelar aksi sembari berjualan di balik pagar Teras Malioboro 2 akibat penutupan pagar area itu oleh petugas UPT Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya (PKCB) Kota Yogyakarta Sabtu petang (13/7/2024). Penutupan itu dilakukan untuk mencegah para PKL kembali berjualan di selasar pedestrian Malioboro | tempo.co

YOGYAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM Relokasi pedagang kaki lima (PKL) Malioboro dari selasar ke Teras Malioboro 2 ternyata berujung pada aksi demonstrasi yang dilakukan oleh para PKL, karena mereka sulit mencari rezeki di lokasi baru tersebut.

Sebagai wujudnya, mereka melakukan aksi unjuk rasa pada Sabtu (13/7/2024) petang.

Aksi tersebut dipicu penutupan gerbang Teras Malioboro 2 oleh petugas Unit Pelaksana Tugas atau UPT Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya atau PKCB Kota Yogyakarta, sejak pukul 18.00 WIB.

Penutupan paksa oleh Pemkot Yogyakarta itu dilakukan demi mencegah para pedagang yang belakangan kembali berjualan di selasar atau pedestrian Jalan Malioboro. Petugas Jogoboro atau Jogo Malioboro dan personel kepolisian turut menjaga pagar Teras Malioboro itu dari luar.

Dalam aksi itu pedagang meneriakkan seruan seperti ‘PKL Bersatu, Kembali ke Selasar’.

Tetap mengais rejeki 

Pantauan Tempo, akibat penutupan paksa itu pedagang tak terima dan menggelar aksi. Di tengah mediasi yang alot dengan pihak UPT, sebagian pedagang berupaya tetap mengais rejeki dengan berjualan di balik pagar. Para pedagang itu membawa berbagai macam dagangannya seperti daster, batik, kerajinan hingga minuman.

Mereka bersorak gembira ketika dagangan yang ditawarkan dibeli wisatawan yang melintas. Setelah itu mereka bergabung kembali dengan rekan-rekannya yang menggelar aksi menuntut gerbang dibuka dan diijinkan berjualan di selasar pedestrian.

“Kalau jualan di dalam area ini (Teras Malioboro) tak ada yang beli, wisatawan tidak ada yang masuk ke sini meskipun banyak yang lewat Malioboro,” kata Sugi (61), pedagang yang menempati blok EF Teras Malioboro saat ditemui Tempo.

Baca Juga :  Sejumlah Ruas Jalan di Gunungkidul Belakangan Ini Diinvasi Ribuan Ulat Bergelantungan

Perempuan asal Kabupaten Kulon Progo yang sudah berjualan di Malioboro sejak tahun 1990 an itu mengungkap, Teras Malioboro bukanlah ruang ideal mengais rejeki. Meski berada di Jalan Malioboro, lokasi yang kini digunakan 800 PKL itu terlalu menjorok ke dalam dan terbagi banyak blok yang tiap lapaknya hanya berukuran sekitar 1,2 meter persegi.

“Saat musim liburan, pernah sehari saya cuma dapat pemasukan Rp 35.000, itu berjualan dari jam 14.00 sampai jam 21.30, apalagi rumah saya di Kulon Progo, jauh sekali dari sini,” kata dia.

Namun saat dagangannya itu coba ditawarkan pedagang di selasar, sangat laris. Karena mudah terjangkau wisatawan yang lewat. Bisa puluhan potong pakaian batik ia jual dalam semalam.

“Kalau jualan di dalam sini (lapak Teras Malioboro) laku tiga potong sehari saja sudah bagus jualan seharian,” kata dia.

Kepala Unit Pelaksana Tugas (UPT) Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya (PKCB) Kota Yogyakarta Ekwanto yang menemui pedagang menyatakan penutupan pagar Teras Malioboro 2 untuk mencegah pedagang kembali berjualan di selasar pedestrian yang merupakan tempat pejalan kaki.

“Kami (melakukan penutupan pagar Teras Malioboro) karena melihat teman-teman mulai membawa dagangan ke luar (untuk berjualan di selasar pedestrian),” kata Ekwanto.

Ekwanto menuturkan, sesuai fungsi yang telah diatur, pedestrian Malioboro tidak boleh dipergunakan lagi untuk berjualan. Hal ini sudah dilarang sejak awal 2022 silam.

“Sesuai tugas pokok fungsi kami, kami menegakkan peraturan itu,” kata dia.

Relokasi PKL Teras Malioboro 2

Adapun perwakilan pedagang yang menggelar aksi menyatakan, wacana kebijakan relokasi PKL Teras Malioboro 2 ke lokasi baru di Ketandan dan Beskalan pada tahun 2025 nanti juga menjadi pemicu aksi pedagang kembali berjualan di selasar.

Baca Juga :  PakNas Gelar Rembuk Konsumen, Soroti Kebijakan Diskriminatif terhadap Konsumen Tembakau

Sebab dalam pertemuan dengan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebelumnya, pedagang dijanjikan akan dilibatkan dalam pengambilan keputusan relokasi itu. “Kami hanya ingin bertemu Pemerintah DIY, bukan UPT Kota Yogyakarta,” kata perwakilan pedagang.

Divisi Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta Muhammad Raka Ramadhan yang mendampingi pedagang mengatakan, aksi itu buntut dari kekecewaan pedagang terkait rencana relokasi tahun 2025 ke lokasi Beskalan dan Ketandan yang dilalukan sepihak Pemerintah DIY dan Kota Yogyakarta.

“Pemerintah DIY dan Kota Yogyakarta seharusnya mendengar dan belajar dari relokasi sebelumnya dari trotoar ke Teras Malioboro 2 ini, di mana pendapatan pedagang menurun drastis,” kata dia, seraya mendambahkan bahwa para PKL, berharap dapat diajak berembuk membahas relokasi itu.

www.tempo.co