Beranda Umum Nasional Buka Keran Ekspor Pasir Laut,  Greenpeace Sudah Prediksi Jokowi Tak Peduli Lingkungan

Buka Keran Ekspor Pasir Laut,  Greenpeace Sudah Prediksi Jokowi Tak Peduli Lingkungan

Ilustrasi aktivitas pengerukan pasir laut | tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM  –  Organisasi Greenpeace sejak awal sudah memprediksi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan hidup.

Dan terbukti, prediksi tersebut benar, karena di ujung masa jabatannya,  Presiden Jokowi telah meninggalkan “bom” waktu dengan membuka keran impor pasir laut, yang sebetulnya sudah menjadi larangan sejak 20 tahun silam.

Juru kampanye kelautan Greenpeace Indonesia, Afdillah Chudiel mengatakan, pemerintahan Jokowi di akhir masa jabatannya justru telah menambah “dosa ekologis” dengan membuka kembali ekspor pasir laut tersebut.

Karena itu, menurutnya, Jokowi seharusnya mundur dari jabatannya sebagai presiden sesegera mungkin.

“Kami sudah memprediksi sejak awal bahwa rezim Jokowi tidak akan peduli dengan kritik dan tidak akan berpihak pada lingkungan,” ujar Afdillah seperti dikutip tempo.co dari situs resmi Greenpeace.

Kebijakan Jokowi yang kontroversial itu pun, telah memaksa Institut Pertanian Bogor (IPB) merasa terpanggil untuk mengadakan diskusi yang bertajuk The 40th IPB Strategic Talks: Polemik Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut (PP No 26 Tahun 2023), yang ditaja oleh Direktorat Kajian Strategis dan Reputasi Akademik (DKSRA) IPB University.

Baca Juga :  Hasto PDIP Minta Presiden Prabowo Imbau Jokowi untuk Tak Terlalu Cawe-cawe di Pilkada Serentak 2024

Dalam diskusi itu, Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Parid Ridwanudin selaku Manager Kampanye Pesisir dan Laut, menjelaskan bahwa tidak ada urgensi apa pun dalam PP Nomor 26 Tahun 2023, apalagi membuka keran ekspor pasir laut.

Parid mengungkapkan kekhawatirannya atas legitimasi penambangan pasir dari kebijakan ini. Jika penambangan pasir benar-benar dilakukan, maka akan banyak menimbulkan kerusakan lingkungan dan kerugian yang sangat besar. Salah satu yang  terparah adalah pulau-pulau kecil di Indonesia terancam tenggelam.

Menanggapi berbagai macam kritik dari berbagai kalangan itu, Bara Krishna Hasibuan selaku Staf Khusus Menteri Perdagangan dan Perdagangan Internasional menegaskan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) adalah mesin utama, bukan kran ekspor pasir laut.

Jokowi sendiri, sebelumnya berkilah, bahwa produk yang diekspor bukan pasir laut.

“Ini bukan pasir laut. Ini sedimen yang bisa diekspor,” kata Jokowi, Selasa (17/9/2024).

Selain itu, banyak pihak juga menilai kurangnya transparansi mengenai penjelasan mengenai Lokasi dan kebutuhan pasir laut yang sebenarnya. Menjawab pertanyaan itu, Victor Gustaf Manopo selaku Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP memberikan penjelasannya.

Baca Juga :  Perempuan Tak Terwakili di Unsur Pimpinan KPK, Alexander: Kalau Mau Lewat Kampanye Antikorupsi Saja

“Hasil penelitian lebih lanjut akan menentukan berapa jumlah pasir laut yang dibutuhkan dan potensinya di Indonesia. Hal ini juga berlaku untuk mengidentifikasi lokasi-lokasi tertentu yang diizinkan untuk pemanfaatan sedimentasi,” ungkapnya.

Namun, jawaban tersebut justru membuat kontroversi baru, bagaimana mungkin pemerintah mengeluarkan kebijakan tersebut, sebelum ada kepastian mengenai kebutuhan, potensi, dan lokasi pengerukan pasir laut secara konkret.  Bukankah ini merupakan kebijakan yang grusa-grusu?

www.tempo.co