JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Sekalipun sebagai Bakal Calon Gubernur Jakarta yang diusung oleh PDI Perjuangan, namun Pramono Anung bersikap sangat cair dalam berkomunikasi.
Salah satunya, hal itu terlihat saat dirinya menghadiri acara peluncuran buku dalam rangka merayakan ulang tahun ke-62 Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo (Bamsoet). Pramono menyebut bahwa dirinya memiliki baik dengan para politikus Partai Golkar.
“Karena saya berkomunikasi baik, makanya saya merasa rumah saya ada di mana saja. Termasuk hari ini diundang di rumah temen-teman Golkar, ya saya oke aja,” kata Pramono di kawasan Senayan, Jakarta, Selasa (10/9/2024).
Dalam acara tersebbut, Pramono menyebut bahwa dirinya turut menemui sejumlah tokoh Partai Golkar, termasuk tokoh Dewan Pimpinan Daerah atau DPD. Dia juga mengatakan telah bertemu mantan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie atau Ical.
“Tadi kan kebetulan banyak tokoh Golkar yang ada, Bang ical, Bamsoet, ada beberapa tokoh DPD,” ujarnya.
Acara itu juga dihadiri sejumlah tokoh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), di antaranya Ketua DPP PDIP Puan Maharani, Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat.
Selain itu, sejumlah tokoh lain hadir di antaranya Ketua Komisi Yudisial (KY) Amzulian Rifai, dan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) 2003-2008 Jimly Asshiddiqie.
Dalam sambutannya, Bamsoet menyebut bahwa menulis memiliki arti penting dalam menyambung sejarah. Selain menulis, dia mendorong masyarakat untuk gemar membaca.
“Kalau kita menulis, maka kita juga membantu menyambungkan sejarah, menyambungkan dengan era kehidupan dari satu jaman ke jaman berikutnya,” tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, Bamsoet menuturkan bahwa kini demokrasi Indonesia perlahan kehilangan arah. Bukan menyimak aspirasi, sambung Bamsoet, menggaet suara justru menjadi prioritas.
“Sekarang, kita tidak lagi mengejar aspirasi rakyat, mengejar kepentingan rakyat, tapi kita sekarang mengejar suara rakyat dalam bentuk angka-angka,” katanya.
Lebih lanjut, Wakil Ketua MPR itu turut menyinggung potensi kotak kosong dalam pemilihan kepala daerah atau pilkada. Dia mengaku telah mempertimbangkan fenomena itu.
“Apa gunanya kita menyelenggarakan pemilihan langsung kalau semua sudah selesai di tingkat atas, kalau rakyat hanya memilih kotak kosong, atau figurnya? Ini juga pertanyaan kritik bagi saya, bagi kita semua,” ucapnya.