JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Gugatan soal Surat Keputusan (SK) Perpanjangan Kepengurusan PDIP ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), memantik kemarahan para petinggi partai banteng moncong putih tersebut.
Salah satunya, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP Deddy Yevry Sitorus mengatakan, gugatan tersebut adalah gugatan yang sesat secara logika yang tidak semestinya difasilitasi. Dia menilai gugatan tersebut bukan merupakan upaya hukum murni.
“Tidak ada kerugian moril maupun materiil bagi penggugat. Ini terlihat sebagai penyerangan terhadap PDIP,” kata Deddy, Selasa (10/9/2024).
Menurut Deddy, penggugat yang berlatar belakang pengacara, menurut informasi yang diperolehnya, berafiliasi dengan satu partai politik tertentu. Sehingga, ia menegaskan gugatan ini amat kental nuansa politis.
Proses perpanjangan SK Kepengurusan partai, menurut Deddy, telah dikaji dengan sangat mendalam terhadap aturan dan konstitusi partai.
“Perpanjangan kepengurusan juga sudah melalui proses pembahasan dan pengkajian di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia,” ujar Deddy.
Ia juga mengultimatum para penggugat untuk tidak mencari masalah dengan partai banteng terkait gugatan ini. Sebab, menurut Deddy, motivasi gugatan yang diajukan adalah politik, bukan atas kerugian penggugat.
“Gugatan sesat logika ini harus dihentikan dan tidak boleh difasilitasi,” tegas Deddy.
Hampir senada dengan itu, Ketua DPP PDIP, Komarudin Watubun mencurigai adanya kepentingan politik yang berupaya menyerang partai banteng dengan cara menggugat SK Perpanjangan Kepengurusan partai.
Komarudin mengatakan, partai berlambang banteng itu akan menelusuri latar belakang penggugat untuk mengungkap dalang di balik gugatan ini.
“Harus dicek apakah mereka ini kader partai atau bukan. Yang paling penting siapa di balik mereka, itu yang harus dicek,” kata Komarudin di Gedung DPR, Selasa, 10 September 2024.
Ketika ditanya apakah pihak yang dicurigai tersebut berasal dari unsur pemerintahan, Komarudin mengatakan, tidak ingin menyimpulkan kepada siapa pun.
“Peristiwa yang terjadi selama ini kan ada sponsornya. Tapi saya tidak bilang siapanya,” ujar dia.
Adapun Ketua DPP PDIP lainnya, Ronny Talapessy mengatakan, terdapat upaya pihak lain yang mencoba mengganggu PDIP. Menurutnya, jika penggugat mengaku sebagai kader, maka sudah seharusnya penggugat paham akan hak prerogratif ketua umum.
Apalagi hak prerogratif tersebut diatur dalam konstitusi partai, khususnya pada Pasal 15 ART yang menjelaskan bahwa Ketua Umum memiliki hak prerogratif untuk mengambil tindakan yang diperlukan dalam menjaga kebutuhan organisasi dan ideologi partai.
“Nampaknya jurus membegal konstitusi sedang mau dicoba diterapkan di sini. Sayangnya, PDIP tidak akan terprovokasi dengan upaya seperti ini,” kata Ronny.
Diketahui, pada 5 Juli 2024, PDIP resmi memperpanjang masa jabatan pengurus DPP periode 2019-2024 hingga ke 2025.
Ketua DPP PDIP Puan Maharani mengatakan, para pengurus DPP PDIP akan menjabat hingga Rapat Koordinasi Nasional atau Rakornas partai yang dijadwalkan pada 2025.
Menurut Puan, alasan partainya kembali melakukan pelantikan dan perpanjangan masa jabatan pengurus pusat dilakukan dengan menyikapi situasi politik di 2024 ini.
“Ketua umum menyikapi bahwa kepengurusan yang harusnya selesai periode tahun 2024 ini untuk tetap bekerja, membantu, bergotong royong sampai selesainya Pilkada,” kata Puan.
Adapun gugatan tersebut didaftarkan ke PTUN oleh penggugat atas nama Djupri, Jairi, Manto, Suwari dan Sujoko pada Senin (9/9/2024).
Mengutip laman Sistem Informasi Penulusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, gugatan teregister dengan Nomor perkara 311/G/2024/PTUN.JKT.
Menurut penggugat, gugatan diajukan lantaran keputusan PDIP di dalam SK Perpanjangan Kepengurusan tersebut bertentangan dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai.
Penggugat mencantumkan empat poin gugatan, antara lain mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya; menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Menkumham Nomor: M.HH-05.AH,11.02.Tahun 2024 Tentang Pengesahan Struktur, Komposisi, dan Personalia Dewan Pimpinan Pusat PDIP Masa Bakti 2024-2025.
Kemudian, mewajibkan Menkumham untuk mencabut Keputusan Nomor: M.HH-05.AH.11.02.Tahun 2024 Tentang Pengesahan Struktur, Komposisi, dan Personalia Dewan Pusat PDIP Masa Bakti 2024-2025; serta menghukum Tergugat membayar biaya perkara.