Beranda Umum Nasional Data PHK Kemenaker 52.000, Litbang KSPI Sampai 127.000. Mana yang Benar?

Data PHK Kemenaker 52.000, Litbang KSPI Sampai 127.000. Mana yang Benar?

Presiden Partai Buruh Said Iqbal saat memimpin aksi masa di depan Kantor Pajak menuntut Dirjen Pajak Suryo Utomo mundur dari jabatannya, Jumat (10/3/2023) / tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM Data buruh yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) antara Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) dan Litbang Partai Buruh ternyata berbeda jauh.

Data yang diungkap oleh Kemenaker, jumlah  buruh yang mengalami PHK sampai dengan 1 Oktober 2024 sebanyak 52.993 orang.

Jumlah ini berbeda jauh dari hasil penelitian Litbang Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Menurut lembaga ini, jumlah buruh yang mengalami PHK selama 2024 ini mencapai 127.000 orang.

Fakta tersebut diungkapkan oleh Presiden KSPI yang juga Presiden Partai Buruh, Said Iqbal. Mana yang benar?

Namun terlepas mana data yang benar, Said Iqbal menegaskan, peran Omnibus Law dan Undang-Undang Cipta Kerja tidak mampu mengatasi kasus PHK yang sedang terjadi saat ini.

“Cabut omnibus law Undang-undang Cipta Kerja kalau memang mau berpihak pada rakyat. Setidak-tidaknya klaster ketenagakerjaan dan perlindungan untuk petani,” ujar Said Iqbal kepada awak media di depan Patung Kuda Monumen Nasional, Jakarta, pada Kamis (24/10/2024).

Menurut dia, aturan Omnibus Law dan Undang-Undang Cipta Kerja tidak menciptakan keadilan bagi rakyat. Said Iqbal mengatakan, aksi unjuk rasa Partai Buruh dan serikat pekerja buruh adalah bentuk respons terhadap regulasi itu untuk menuntut keadilan.

Baca Juga :  Kabinet Prabowo Punya  53 Menteri dan 56 Wakil Menteri, Ini Rinciannya

“Karena itu, kami ingin memastikan kepada Mahkamah Konstitusi, ayo tegakkan keadilan. Tegakkan orang yang sedang mencari rasa keadilan. Karena enggak bisa mengharapkan dari kabinet yang ada,” ucap dia.

Said Iqbal menuturkan, sebanyak 17 menteri yang masuk di Kabinet Merah Putih Presiden Prabowo Subianto adalah aktor lama yang membuat Omnibus Law. Menurutnya, para menteri yang sebelumnya pernah menjabat tidak memahami persoalan tenaga kerja.

“Menteri-menteri teknisnya, itu orang yang tidak memahami persoalan (tenaga kerja). Menteri Ketenagakerjaan bilang, naik upah tunggu Presiden,” tutur Said Iqbal.

Menurut dia, para menteri yang dipilih Prabowo, mendapatkan posisi saat ini hanya perwujudan politik balas budi.

“Menteri-menteri yang sekarang kita beri kesempatan lah, enam bulan atau satu tahun, katanya kita lihat. Tapi kalau melihat, zanken kabinetnya itu hanya kabinet balas budi, karena yang kita sorot, Menteri Ekonominya,” tuturnya.

Menurutnya, jika para menteri bekerja untuk rakyat, maka pemerintahan baru ini harus mencabut Undang-undang Cipta Kerja. Selain menciptakan kesejahteraan rakyat, langkah itu menurutnya bisa mengembalikan rasa kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Baca Juga :  10 Tahun Berkuasa, Jokowi Sukses Membuat Kemunduran Serius di Aspek HAM, Hukum dan Demokrasi

“Karena itu, sekali lagi, kami berharap untuk membuktikan bahwa pemerintahan baru tidak menggunakan neokapitalisme dan neoliberalisme, tetapi menggunakan ekonomi Pancasila,” kata dia.

“Habis itu kita berunding lagi, diskusi lagi, kita setuju investasi masuk, kita setuju pertumbuhan ekonomi 8 persen, kita mendukung pemerintahan Prabowo Subianto untuk berpihak pada rakyat,” ujarnya lagi.

www.tempo.co