Beranda Foto 6 Saksi Ahli Tom Lembong Vs 5 Saksi Ahli Kejagung, Nama Jokowi...

6 Saksi Ahli Tom Lembong Vs 5 Saksi Ahli Kejagung, Nama Jokowi Disebut-sebut dalam Sidang

Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong menuju mobil tahanan setelah menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (29/10/2024). Kejaksaan Agung menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015-2016 | tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM –  Thomas Trikasih Lembong, atau yang akrab disapa Tom Lembong menghadirkan enam orang saksi ahli untuk memberikan argumentasi dalam sidang gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (21/11/2024) dan Jumat (22/11/2024).

Agenda dalam persidangan tersebut adalah pembuktian saksi ahli antara kubu Tom Lembong dengan pihak Kejaksaan Agung. Dalam hal ini, pihak Kejaksaan Agung mengirimkan lima orang saksi ahli.

Saksi ahli yang dihadirkan oleh Tom Lembong, di antaranya pakar hukum acara pidana Chairul Huda dan Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan.

Sedangkan Kejaksaan Agung menghadrikan 5 saksi ahli, yakni ahli hukum administrasi  negara Ahmad Redi, ahli hukum pidana Agus Surono, Hibnu Nugroho, Taufik Rachman dan ahli perhitungan kerugian negara Evenri Sihombing.

Dalam sidang itu, Tom Lembong mengatakan dirinya menjalankan perintah Presiden Jokowi terkait impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada 2015-2016, yang menyeret dia sebagai tersangka.

“Saya senantiasa mengutamakan kepentingan masyarakat dan menjalankan perintah presiden sebagaimana tertuang di  dalam diskusi di berbagai sidang kabinet,” kata Tom.

Tom mengatakan selama setahun menjabat sebagai Menteri Perdagangan, harga dan stok pangan menjadi salah satu keprihatinan utama Presiden Jokowi.

Dia menyatakan selama ini membuat kebijakan secara transparan, maka dipertimbangkan ke berbagai pihak termasuk kepada presiden dan menteri terkait. Termasuk segala keputusan dan kebijakan termasuk impor gula yang sekarang dipermasalahkan.

Terlebih, sebelum ditetapkan sebagai tersangka, dirinya tidak pernah menerima teguran atau sanksi dari pihak manapun dan tidak pernah menjadi subjek investigasi termasuk dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atau Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“Kami tidak pernah diminta klarifikasi atas kebijakan sebagai Menteri Perdagangan,” katanya.

Baca Juga :  Prabowo Keliling Dunia, Gibran Keliling Tinjau Uji Coba Makan Bergizi Gratis

Kejagung menyatakan seharusnya untuk memenuhi stok gula dan stabilisasi harga, yang diimpor adalah gula kristal putih secara langsung dan yang hanya dapat melakukan impor adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yakni PT PPI.

Ketika itu PT PPI membuat perjanjian kerja sama dengan delapan perusahaan. Menurut Kejaksaan Agung, dengan sepengetahuan dan persetujuan Tom Lembong, persetujuan impor gula kristal mentah ditandatangani.

Sanggahan Saksi Ahli Tom Lembong

Ahli hukum acara pidana, Chairul Huda, menilai penetapan Tom Lembong sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada 2015-2016 dilakukan secara prematur.

“Belum adanya hasil audit investigatif menyebabkan penetapan tersangka ini prematur,” ujar Chairul dalam sidang praperadilan terkait kasus tersebut.

Menurut Chairul, penetapan tersangka yang tidak sesuai prosedur dapat dianggap tidak sah. Ia menjelaskan bahwa penetapan tersangka harus berdasarkan alat bukti yang relevan, kewenangan hukum yang jelas, dan prosedur yang sesuai. Salah satu bukti utama yang harus ada adalah audit investigatif dari auditor negara yang menyatakan adanya kerugian negara secara nyata dan pasti jumlahnya.

“Audit inilah yang menentukan. Jika hasil audit menyatakan ada kerugian negara, barulah dicari apakah hal itu disebabkan perbuatan yang memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi,” tambahnya.

Ahli hukum pidana sekaligus Guru Besar Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mudzakkir, juga mengkritisi kasus ini. Ia mempertanyakan mengapa kasus yang terjadi hampir satu dekade lalu baru diperiksa.

“Ini menjadi pertanyaan akademik. Jangan sampai ada lembaga negara yang tidak mempercayai produk lembaga negara lain, seperti audit BPK,” ujarnya.

Mudzakkir menambahkan, jika audit BPK telah dilakukan dan kemudian diaudit ulang oleh lembaga lain tanpa kewenangan jelas, tindakan tersebut dapat dianggap sebagai perbuatan melawan hukum.

Baca Juga :  Kenaikan PPN 12% Cekik Leher Buruh dan Picu  Terjadinya PHK

Sementara itu, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, membantah klaim kerugian negara sebesar Rp400 miliar dalam kasus ini. Menurutnya, tidak ada kerugian negara karena tidak ada pengeluaran APBN terkait izin impor gula kristal mentah (GKM).

“Izin impor GKM tidak dikenakan biaya alias gratis, sehingga tidak ada potensi penerimaan negara yang lebih rendah atau markup,” tegas Anthony.

Di sisi lain, Guru Besar Fakultas Pertanian IPB, Dwi Andreas Santosa, menilai kebijakan impor GKM tahun 2015-2016 justru membawa dampak positif. Ia menyebut kebijakan ini berhasil meningkatkan stok gula kristal putih (GKP) dan menekan harga gula di pasaran.

“Stok akhir GKP meningkat dari 817 ribu ton di akhir 2015 menjadi 1,6 juta ton di akhir 2016. Hal ini membuat harga gula kristal putih turun dari Rp14.300 per kilogram di Desember 2016 menjadi Rp12.737 per kilogram di Desember 2017,” jelas Andreas.

Kasus ini terus menuai sorotan, terutama terkait prosedur penetapan tersangka dan validitas klaim kerugian negara.

www.tempo.co