Beranda Umum Internasional Demi Lindungi Anak-anak, Pemerintah Australia Larang Perusahaan Platform Digital Beri Akses untuk...

Demi Lindungi Anak-anak, Pemerintah Australia Larang Perusahaan Platform Digital Beri Akses untuk Anak di Bawah 16 Tahun

Ilustrasi

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Pemerintah Australia mengeluarkan kebijakan yang ekstrem terkait dengan maraknya perkembangan teknologi informasi dewasa ini.

Kebijakan tersebut adalah larangan bagi perusahaan teknologi raksasa seperti TikTok, Instagram, X, hingga Facebook memberikan akses untuk anak di bawah 16 tahun  menggunakan  platform sosial media.

Melalui Undang-undang Keamanan Daring 2021 yang disahkan Parlemen Australia, maka perusahaan teknologi wajib mencegah anak berusia di bawah 16 tahun menggunakan platform media sosial milik mereka.

Januari 2025 nanti, metode pencegahan anak mengakses media sosial rencananya mulai diuji coba, dan larangan anak menggunakan media sosial berlaku efektif setahun setelahnya.

Hanya saja Undang-undang tersebut tidak menyebutkan bagaimana perusahaan media sosial harus menegakkan batasan umur tersebut.

Namun apabila perusahaan kedapatan melanggar aturan tersebut, maka mereka terancam dijatuhi denda hingga 32 juta dollar AS atau sekitar Rp 507 miliar.

“Kami ingin anak-anak Australia memiliki masa kecil, dan kami ingin orang tua tahu bahwa Pemerintah mendukung mereka,” kata Perdana Menteri Australia Anthony Albanese dalam keterangan resminya pekan lalu, seperti dikutip dari The Verge.

 

“Kami tahu sejumlah anak-anak akan menemukan jalan pintas, tapi kami mengirimkan pesan kepada perusahaan media sosial untuk memperbaiki tindakan mereka,” imbuhnya.

Tak Lepas dari Kritik

Kebijakan tersebut sebenarnya tak lepas dari kritik dari sejumlah pihak. Sejumlah anggota Parlemen dan perusahaan media sosial, diketahui melontarkan kritiknya untuk kebijakan tersebut.

Hanya saja,  menurut survei yang dikutip Reuters, sebanyak 77 persen penduduk Australia mendukung larangan anak mengakses di media sosial.

Pemerintah Australia berdalih kebijakan itu dapat melindungi anak dan remaja dari risiko gangguan kesehatan serta meminimalisir anak-anak kecanduan teknologi yang dapat mendorong perilaku bunuh diri dan gangguan psikis lainnya.

Meskipun platform-platform tersebut menetapkan batas usia minimum 13 tahun. Namun Pemerintah Australia tidak mengetahui berapa banyak pendapatan iklan yang diperoleh dari anak-anak. Hal ini memperlihatkan adanya celah dalam penerapan kebijakan yang seharusnya melindungi anak-anak dari konten yang tidak sesuai.

Kebijakan itu diharapkan dapat melindungi anak-anak dari konten yang tidak pantas di media sosial, sekaligus menjaga privasi informasi pribadi mereka, menunjukkan komitmen Australia untuk menciptakan lingkungan online yang lebih aman bagi generasi muda.

“Media sosial dalam bentuknya saat ini bukanlah produk yang aman bagi mereka,” ungkap Menteri Komunikasi Australia, Michelle Rowland.

“Akses ke media sosial tidak seharusnya menjadi penentu dalam tumbuh kembang seseorang. Ada hal lain dalam hidup selain notifikasi terus-menerus, scrolling tanpa henti, dan tekanan untuk menyesuaikan diri dengan perfeksionisme palsu dan tidak realistis yang dapat disajikan oleh para influencer.” tambahnya.

 

Kebijakan Australia Dikecam

Merespon kebijakan yang dirilis pemerintah Australia, Raksasa teknologi global termasuk Meta, TikTok, dan Google mengkritik keras undang-undang Australia. Sementara Snapchat mengatakan pihaknya prihatin dengan hukum tersebut

Mereka menilai bahwa undang-undang tersebut tergesa-gesa disahkan melalui Parlemen tanpa pengawasan memadai, tidak efektif, menimbulkan risiko privasi bagi semua pengguna, dan melemahkan kewenangan orang tua untuk membuat keputusan bagi anak-anak mereka.

Pihak yang kontra juga berpendapat bahwa larangan tersebut akan mengisolasi anak-anak, menghilangkan aspek positif media sosial, mengarahkan mereka ke web gelap, mencegah anak-anak yang usianya terlalu muda untuk melaporkan bahaya di media sosial, dan mengurangi insentif bagi platform untuk meningkatkan keselamatan daring.

Bagaimana dengan Indonesia, mungkinkah?

www.tribunnews.com