SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM — Literasi digital yang meliputi pengecekan fakta, literasi informasi, dan bersikap di ruang digital diujicobakan dalam mata pelajaran Informatika di SMP dan SMA. Tujuannya adalah membekali sikap kritis dan skeptis siswa saat berada di ruang digital.
Simulasi dilakukan di SMAN 4 Solo yang diikuti 45 siswa, Selasa (17/12/2024). Hal yang sama dilakukan di SMPN 5 Yogyakarta.
Penyusunan modul ini diiniasi oleh Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) bekerja sama dengan pihak sekolah dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Kota Solo. Simulasi modul dibawakan oleh dua guru TIK dan disaksikan oleh empat orang pengurus Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) TIK Kota Solo.
Melalui Program Cek Fakta yang didukung oleh Google News Initiative, Mafindo menginisiasi penyusunan Modul Ajar Informatika dan Literasi Digital pada fase D, E, dan F. Modul ajar ini berfokus memberikan keterampilan kepada peserta didik dalam literasi informasi, melakukan pengecekan fakta, memahami cara membaca lateral, mengetahui literasi berita, serta kritis terhadap informasi di ruang digital, yang menjadi bagian dari capaian pembelajaran dalam elemen literasi digital.
Wakil Kepala Kurikulum SMAN 4 Solo, Veronika Dhian Novianti, mengapreasi kegiatan yang melibatkan MGMP TIK dan siswa di lingkungan SMAN 4 Solo.
“Saya sebagai Waka Kurikulum mengucapkan banyak terima kasih kepada Mafindo, yang telah memfasilitasi MGMP TIK dalam simulasi modul ajar untuk anak-anak di elemen literasi digital. Mudah-mudahan dengan kerja sama ini, modul ajar dari Mafindo dapat digunakan untuk anak-anak di kelas Fase F, yakni F 11 dan F 12,” ujar Veronika.
Salah seorang peserta, Ceva dari Kelas XI Fase F7 mengaku simulasi modul yang diikutinya sangat menarik. “Hal yang menarik dari diskusi tadi adalah ketika kami secara berkelompok diminta mencari tahu tentang profesi apa saja yang berhubungan dengan informatika. Dan ternyata profesi tersebut yang banyak diminati dan paling banyak dicari di masa depan,” ungkap Ceva.
Arief Marco, Kelas Xll Fase 7 juga turut berkomentar. “Pembelajaran tadi sangat menyenangkan karena dari presentasi yang ditampilkan menampilkan gambar-gambar yang menarik serta desainnya yang bagus. Saya tertarik dengan materi cyber democracy di mana salah satunya memudahkan kita dalam melakukan proses proses demokrasi, seperti contohnya voting yang dapat dilakukan dengan online.”
Di bagian lain, Dwi Apri Setiarini, pengurus MGMP TIK dari SMA Negeri 2 Solo selaku evaluator penyusunan modul ajar menyatakan apresiasinya. “Kegiatan ini sangat luar biasa dan sangat bermanfaat sekali bagi kami sebagai guru TIK. Apresiasi kepada Mafindo sebagai lembaga yang berperan serta dalam penyusunan modul ajar. Upaya ini sangat membantu keberlangsungan pembelajaran dalam dengan menyediakan bahan maupun materi ajar baik bagi guru maupun siswa. Mudah-mudahan Mafindo dapat terus mendukung kami sebagai insan pendidik dalam menambah wawasan dan literasi bagi siswa.”
PIC Penyusunan Modul, Violita Siska Mutiara, menjelaskan di awal 2024, Mafindo telah menyusun 12 modul ajar dan telah dilakukan sosialisasi di berbagai sekolah di Indonesia. “Menjelang akhir 2024 ini, Komite Edukasi Mafindo melakukan pengembangan penyusunan modul ajar informatika dan literasi digital. Tujuannya adalah menambah topik atau tema dan keterampilan lanjutan yang menunjang kebutuhan peserta didik dan pengajar. Selain itu, adanya penambahan training deck pada setiap modul ajar dalam rangka memfasilitasi dan memudahkan pengajar dalam menyampaikan materi di kelas,” ungkap Violita.
Dalam rangka penyelesaian program tersebut, Mafindo menyelenggarakan simulasi modul ajar informatika fase E dan F. Kegiatan ini diharapkan dapat menghasilkan luaran modul yang sesuai dengan capaian pembelajaran informatika, berisi informasi yang akurat tentang literasi digital, menarik untuk dipelajari oleh peserta didik, dan memfasilitasi pengajar dalam proses pembelajaran.
Menurut Statistik Telekomunikasi Indonesia tahun 2022 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statisik (BPS), sebanyak 26,67 persen pengguna internet di Indonesia adalah anak usia 5-18 tahun. Anak dalam rentangan usia tersebut termasuk dalam kategori pelajar di institusi pendidikan. Sementara itu, teknologi digital memberikan peluang bagi anak untuk mendapatkan ilmu dari sumber yang sangat luas. Meski demikian, ruang digital ibarat hutan rimba. Anak perlu memahami peta jalan agar mendapatkan manfaat seoptimal mungkin dan terhindar dari risiko hoaks, perundungan digital, penipuan online,dan lain-lain. Karenanya literasi digital dan berpikir kritis menjadi kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh setiap anak, terutama peserta didik di sekolah. Erwina TS