Beranda Umum Opini  Upaya Penerapan Pendidikan Karakter Terhadap Maraknya Kasus Bullying di Sekolah

 Upaya Penerapan Pendidikan Karakter Terhadap Maraknya Kasus Bullying di Sekolah

Ilustrasi kasus bullying | tempo.co
Titis Mey Fajriyani
Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan/Fisioterapi
Universitas Muhammadiyah Malang

Pendidikan merupakan proses transformasi yang berperan penting dalam membentuk kehidupan individu maupun kelompok melalui pengembangan aspek fisik, mental, serta intelektual, yang sering kali dikaitkan dengan ranah akademis. Lebih jauh, pendidikan juga mencakup pengajaran non-akademis, termasuk pembentukan nilai-nilai keagamaan sesuai keyakinan masing-masing, pengembangan kreativitas, kemandirian, sikap demokratis, serta pengalaman, keahlian, dan rasa tanggung jawab yang mendukung pembentukan karakter secara holistik. (Irma, dkk, 2023).

Pendidikan harus dirancang dengan program yang sistematis dan terencana untuk mencapai hasil yang optimal. Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan adalah metode pendidikan karakter, yaitu proses sistematis untuk menanamkan nilai-nilai positif pada individu dengan tujuan meningkatkan kualitas manusia secara menyeluruh, meliputi aspek pemikiran, ucapan, tindakan, dan perilaku. Dalam konteks ini, peran guru menjadi sangat penting sebagai acuan untuk membimbing siswa agar memiliki akhlak yang mulia. (Anggreani dkk.,2021).

Seiring perkembangan zaman banyak kasus bullying yang viral di media masa merupakan bukti bahwa karakter siswa semakin menjauh dari apa yang diharapkan. Maraknya kasus tindak kekerasan antara siswa di lingkungan sekolah dapat menyebabkan bangsa Indonesia berada dalam kondisi krisis empati, kondisi ini tidak hanya berdampak kepada individu yang terlibat tetapi juga pada masyarakat secara keseluruhan. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat yang aman dalam menuntut ilmu, berbuah menjadi menakutkan bagi siswa korban perundungan.

Ingatan tentang kekerasan dan intimidasi akan terus menerus mengahantui korban, merupakan bentuk trauma yang mendalam dampak dari bullying. Pemulihan akibat efek bullying membutuhkan waktu yang lama, seringkali membutuhkan perawatan dari seorang profesional, seperti psikiater dan konselor dalam menangani trauma serta membangun kembali rasa percaya diri korban.

Bullying merupakan masalah sosial yang umum terjadi di berbagai lingkungan, khususnya di kalangan remaja. Fenomena ini meliputi tindakan agresif yang dapat berupa fisik maupun psikologis, dengan tujuan utama melukai, merendahkan, atau menimbulkan rasa takut pada korban. (Sulfiah dkk,2024).

Korban juga dapat menghadapi berbagai masalah fisik, seperti munculnya sakit kepala, penurunan semangat, rasa tidak nyaman ketika berada di lingkungan sosial, hingga penurunan pencapaian dalam bidang akademik. Sedangkan Pelaku bullying cenderung memiliki empati yang rendah, sehingga mereka sulit untuk merasakan dan memahami perasaan korban, selain itu mereka juga tidak perduli akan dampak negatif dari tindakan yang mereka lakukan. Sebagian besar dari korban bullying kurang terbuka pada orang terdekat, mereka memilih untuk memendam masalah sendiri, sehingga hal ini akan semakin memperburuk kondisi mereka. Seiring dengan masalah di lingkungan sekolah dapat menyebabkan masa depan bangsa terancam.

Pendidikan karakter pada dasarnya merupakan upaya untuk menanamkan kebiasaan positif pada peserta didik agar mereka dapat berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang telah menjadi bagian dari kepribadian mereka. Menurut Thomas Lickona, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai proses yang dirancang secara sadar untuk membantu individu memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai etika yang fundamental. Berdasarkan pemahaman tersebut, pendidikan karakter memiliki kaitan yang erat dengan pendidikan moral. Pendidikan moral bertujuan untuk membentuk dan melatih kemampuan individu secara berkesinambungan. Pada tingkat sekolah dasar (SD), pendidikan karakter difokuskan sebagai upaya preventif terhadap perilaku bullying sejak dini. Hal ini penting mengingat dampak negatif bullying yang signifikan terhadap perkembangan mental dan masa depan siswa.

Dalam menghadapi permasalahan tersebut, pendidikan karakter dapat di implementasikan sebagai tradisi yang berfungsi sebagai metode pembelajaran sekaligus sarana strategis untuk mengembangkan kepribadian serta memperbaiki perilaku siswa di lingkungan sekolah. (Nenden, dkk, 2022). Pendidikan karakter merupakan suatu proses sistematis dalam menanamkan dan menerapkan nilai-nilai positif pada individu. Tujuannya untuk meningkatkan kualitas manusia secara menyeluruh, mencakup aspek pemikiran, perkataan, tindakan, serta perilaku yang mencerminkan integritas dan moralitas yang tinggi (Anggreani, dkk, 2021).

Penanaman pendidikan karakter memiliki peran yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Seorang pendidik dituntut untuk mampu merangkul peserta didik, dengan tujuan memberikan bimbingan dan menanamkan pemahaman mendalam tentang pentingnya membedakan antara perilaku baik dan buruk. Selain itu, pendidik juga diharapkan mendorong siswa untuk berpikir kritis dalam menghadapi berbagai peristiwa. Melalui pendidikan karakter ini, siswa diharapkan dapat mengembangkan karakter dan budi pekerti yang luhur, sehingga mampu meminimalisir kemungkinan terjadinya tindakan bullying, baik di masa kini maupun di masa mendatang.

*****

Pelajar merupakan bentuk investasi terbesar bagi masa depan sebuah bangsa. Generasi muda menjadi penerus dari segala usaha, cita-cita, dan perjuangan oleh generasi sebelumnya. Pelajar merupakan harapan dan tonggak masa depan bangsa, karena pada akhirnya masa depan negara sangat bergantung pada bagaimana generasi muda dipersiapkan dan diberdayakan. Pendidikan yang baik, membentuk karakter yang kuat, serta keterampilan yang memadai merupakan modal utama untuk mencetak pemimpin yang professional dan mampu menghadapi tantangan di masa depan. Tetapi bagaimana jika penerus bangsa ini justru saling menindas? bagaimana bagaimana jika kekerasan menjadi bagian dari keseharian mereka? Bagaiman nasib bangsa ini.

Fenomena bullying yang merajalela di lingkungan pelajar menjadi pertanda bawasanya dunia Pendidikan sedang mengalami kemunduran. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat menuntut ilmu justru menjadi tempat tindakan kejahatan yang dilakukan para siswa. Memecahkan masalah bullying antar siswa sangat penting dengan menerapkan metode Pendidikan karakter, Pendidikan karakter sebagai fokus Pendidikan di Indonesia dengan tujuan menguatkan dan memahami nilai nilai karakter dalam diri siswa, sepeti nilai religious, nilai etika sebagai solusi terhadap masalah bullying. Pendidikan Karakter bukan sepenuhanya menjadi tanggung jawab sekolah dan pendidik semata, tetapi juga menjadi tanggung jawab keluarga terkhusus orang tua. Pendidikan karakter berhubungan dengan perubahan serta pembentukan perilaku individu serta cara menghargai orang lain.

Perundungan, yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah bullying, merujuk pada tindakan yang dilakukan oleh individu untuk menindas atau merendahkan orang lain, baik melalui kekerasan fisik maupun verbal. Tindakan ini sering dilakukan terhadap teman sebaya atau individu yang dianggap lebih lemah. Dalam konteks etimologi bahasa Indonesia, bullying dapat diterjemahkan sebagai penggertakan. Perundungan memiliki dampak yang sangat merugikan bagi korban, yang dapat mengalami penderitaan psikologis, depresi berat, bahkan berisiko mengarah pada tindakan bunuh diri apabila tidak ditangani dengan serius. (Poppyaring, dkk,2022). Bullying dapat terjadi di lingkungan sosial maupun akademik, Pada masa sekarang dimana teknologi dan informasi semakin berkembang, menyebabkan informasi dapat bereda secara cepat. Akibatnya hampir setiap saat masyarakat disajikan oleh beberapa kasus kekerasan, criminal, tawuran, pornografi, peredaran obat-obatan terlarang dilingkungan anak dan remaja, hingga perilaku bullying yang mengemuka di media masa (Dewi, 2020).

Bullying fisik dapat diartikan sebagai bentuk kekerasan yang melibatkan kontak langsung antara pelaku dan korban, Sementara kondisi korban kesulitan membela diri dan memiliki bahasa tubuh yang lemah, seperti kepala menunduk dan juga tidak ada kontak mata (Subhan, dkk, 2023). Bentuk dari bullying fisik meliputi memukul, mencubit, mendorong, menampar, bahkan tidak jarang kasus bullying fisik yang mengakibatkan kematian korban. Seperti halnya kasus Seperti halnya kasus yang menimpa siswa SD di subang berinisial ARO yang meninggal pada senin, 25 November 2024 sebab dianiaya oleh kakak tingkatnnya. Diduga bullying yang menimpa ARO bermula Ketika korban dipalak oleh tiga kakak kelasnya, yang pada akhirnya berujung kematian.

Bullying verbal merupakan jenis kekerasan yang dilakukan melalui kata-kata oleh pelaku kepada korban, yang dapat berupa penghinaan, cercaan, teriakan, tuduhan, ejekan, gosip, ataupun fitnah. Meskipun bullying ini tidak melibatkan kekerasan fisik dapi dampak yang dialami korban tidak berbeda.

Bullying psikologis merupakan jenis kekerasan yang tidak tampak secara langsung karena hanya dapat dirasakan oleh pelaku dan korban. Bentuk-bentuk bullying psikologis meliputi tindakan seperti mengabaikan, mengucilkan, memandang dengan tajam, dan mempermalukan korban. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa bullying yang dialami oleh korban mencakup tiga kategori, yaitu bullying verbal, fisik, dan psikologis (Rinna, dkk, 2023). Perilaku bullying dapat terjadi di berbagai tempat dan dapat menimpa siapa saja tanpa terkecuali. Oleh karena itu, penting untuk memiliki peraturan atau undang-undang yang mengatur secara tegas mengenai tindakan kekerasan tersebut, guna memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap individu yang menjadi korban dan untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman.

Baca Juga :  Pengaruh Aplikasi Tiktok terhadap Perilaku Sosial dan Karakteristik pada Anak Remaja

Meskipun dalam tanda kutip tidak terdapat undang-undang yang secara khusus mengatur bullying secara keseluruhan, perundungan dapat dijerat dengan UU yang mengatur tentang perlindungan anak, kekerasan, atau ancaman melalui media elektronik. Sebagaiman dalam UU nomor (35) tahun 2014 tentang perlindungan anak, yang didalamnya terdapat pasal mengenai perundungan. Dalam pasal 76C UU NO.35 tahun 2014 menyebutkan bahwa setiap anak berhak untuk dilindungi dari perlakuan yang dapat menyebabkan rasa takut, cemas, atau sakit fisik dan emosional.

Tindakan bullying yang berdampak pada fisik atau psikologis dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak perlindungan anak. Selain itu, tindakan perundungan dapat dikenakan pasal lain dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Negara) yang mengatur tentang ancaman, penghinaan, atau pencemaan nama baik, baik di dunia maya maupun dalam dunia nyata.

Berdasarkan data panduan KPAI (Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia) menunjukkan angka kekerasan terhadap anak di indonesia pada awal 2024 telah mencapai 141 kasus, dan 35 persen diantaranya terjadi di lingkungan sekolah. Hal ini menjadi sorotan utama, mengingat sekolah seharusnya menjadi tempat yang aman untuk anak-anak belajar.  Kasus kekerasan tersebut mencangkup berbagai bentuk, mulai dari bullying fisik hingga verbal dan juga kekerasan seksual. Selain itu, angka kematian anak akibat percobaan bunuh diri yang tercatat sepanjang awal tahun 2024 mencapai 46 kasus, hal tersebut memperlihatkan dampak psikologis yang serius akibat kekerasan dan depresi yang dialami oleh anak-anak, baik di sekolah maupun dalam kehidupan sehari-hari. Kejadian ini menggambarkan pentingnya peran orang tua, guru, serta masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung perkembangan mental anak.

*****

Empati merupakan kemampuan untuk memahami perasaan dan pikiran orang lain. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), empati didefinisikan sebagai kesadaran mental yang memungkinkan seseorang merasakan dan mengidentifikasi dirinya dalam kondisi emosional dan pemikiran yang sama dengan orang lain. hal tersebut menunjukkan bahwa pengembangan empati sangat penting, terutama dalam lingkungan pendidikan dan keluarga, sebagai pencegah terjadinya. Bullying juga desebabkan oleh pelaku yang tidak bisa mengontrol dan mengelola emosi dangan sehat. Sehingga pelaku cenderung melampiaskan emosi negatif kepada korban dengan cara kekerasan seperti menghina, mengancam, atau bahkan melakukan kekerasan fisik.

Faktor pertemanan merupakan salah satu penyebab terbesar dari perilaku bullying, yang biasanya dilakukan secara keroyokan atau kelompok. Perilaku bullying di kelompok biasanya diawali oleh satu pelaku, lalu didukung oleh teman kelompoknya. Pelaku melakukan bullying bertujuan untuk mendapatkan kekuasaan atau pengaruh dalam kelompok dengan cara menindas anggota kelompok lain yang dianggap lebih lemah. Bahkan yang lebih parah pelaku melakukan bullying dengan tujuan agar terlihat “keren” dalam kelompok tertentu. Sedangkan anggota kelompok yang lain mengikuti dan mendukung bullying agar tidak turut menjadi sasaran kekerasan bullying.

Pengalaman masa lalu pelaku yang pernah menjadi korban bullying atau kekerasan menjadi salah satu alasan mengapa pelaku turut melakukan bullying. Pengalaman ini menyebabkan trauma yang mendalam hingga dendam. Rasa dendam yang dimiliki pelaku menyebabkan keinginan untuk membalas atau melampiaskan rasa sakit yang pernah dialaminya kepada orang lain.  Pelaku mungkin merasa bahwa dengan menyakiti orang lain, dapat membalas rasa sakit yang pernah pelaku alami. Meskipun pelaku mendapatkan kepuasan emosional dengan menyakiti orang lain, kenyataannya pelaku hanya membuat  situasi semakin buruk dan memperpanjang siklus kekerasan.

Tingginya frekuensi kasus perundungan di lingkungan sekolah menunjukkan adanya kekurangan dalam pengawasan oleh pendidik dan rendahnya keterbukaan siswa dalam melaporkan kejadian tersebut kepada guru. Seharusnya, sekolah berfungsi sebagai ruang yang aman bagi siswa untuk belajar, mengembangkan potensi diri, dan bebas dari segala bentuk kekerasan (Irma, dkk, 2023). Banyak korban bullying yang merasa takut atau malu untuk melaporkan kepada guru, khawatir akan mendapat perlakuan yang tidak di inginkan dari pelaku atau bahkan dari rekan pelaku. Guru memilliki tanggung jawab memberikan lingkungan sekolah yang aman bagi para siswa serta melakukan pengawasan di lingkungan sekolah, jika terdapat tindakan yang menyalahi aturan, guru bertugas memberikan peringatan dan hukuman. Lebih dari itu, guru perluu menciptakan hubungan yang terbuka dengan siswa, agar siswa merasa dihargai dan merasa aman dalam pembicaraan mengenai masalah bullying yang dihadapi.

Perilaku bullying sering kali dipicu oleh faktor-faktor seperti perbedaan status ekonomi orang tua, gaya hidup anak-anak yang beragam, serta kepentingan yang tidak sejalan. Fenomena ini dapat dimulai dari bentuk ejekan yang berkembang menjadi kekerasan fisik, seperti pemukulan, yang pada akhirnya menimbulkan dampak psikologis yang mendalam pada korban. (Bete, M. N,2023). Tingginya kesenjangan sosial menjadi masalah utama penyebab bullying di sekolah, siswa yang berlatar belakang ekonomi yang rendah menjadi sasaran bullying. pelaku yang merasa derajatnya lebih tinggi melakukan hal yang semena-mena pada korban. Perilaku tersebut memicu terjadinya diskriminasi yang bisa mendorong terjadinya tindakan bullying. Perundungan dimulai dari ejekan atau hinaan, setelah itu berkembang menjadi kekerasan fisik seperti pemukulan, kemudian meninggalkan trauma emosional dan psikologis yang mendalam bagi korban.

*****

Upaya penerapan Pendidikan karakter merupakan langkah penting dalam mengatasi maraknya kasus bullying di sekolah. Pendidikan karakter di sekolah memiliki peran yang lebih luas daripada sekadar menangani kasus perundungan. Program ini bertujuan untuk membentuk perilaku positif pada peserta didik secara menyeluruh. Melalui pendidikan karakter, siswa diajarkan untuk berinteraksi dengan sesama secara baik, saling membantu, dan berkomunikasi dengan sopan, yang pada akhirnya dapat mencegah terjadinya kekerasan di lingkungan sekolah. (Nenden, dkk, 2024). Siswa yang memiliki karakter yang baik lebih mampu untuk mengelola emosi dan menyelesaikan konflik secara damai tanpa menggunakan kekerasan. Pendidikan karakter dianggap sebagai fondasi penting yang perlu diterapkan di lingkungan sekolah. Oleh karena itu, pengenalan dan penerapan nilai-nilai pendidikan karakter kepada siswa sebaiknya dimulai sejak usia dini guna membentuk pribadi yang berakhlak mulia dan bertanggung jawab. (Taufik, 2020).

Implementasi pendidikan karakter dapat dilakukan melalui empat model alternatif, salah satunya adalah model monolitik, di mana pendidikan karakter diposisikan sebagai mata pelajaran tersendiri. Dalam model ini, pendidikan karakter diajarkan secara terpisah dari mata pelajaran lain dan dimasukkan secara khusus dalam kurikulum sekolah. Model pembelajaran ini diajarkan secara sistematis dan terstruktur, yang bertujuan agar siswa dapat memahami nilai moral yang penting. Kelebihan dari pembelajaran ini memungkinkan guru dapat untuk fokus secara mendalam pada pengembangan karakter siswa dan juga sebaliknya, siswa juga dapat fokus menerima Pelajaran Pendidikan karakter itu sendiri.

Pendidikan karakter memiliki kelemahan dalam hal ketergantungan yang tinggi terhadap tuntutan kurikulum, yang dapat mengurangi fleksibilitas dalam implementasinya. Selain itu, nilai-nilai yang diajarkan sering kali dipandang sebagai tanggung jawab eksklusif guru, tanpa melibatkan peran serta pihak lain seperti keluarga dan masyarakat. Akibatnya, dampak yang dihasilkan dari pendidikan karakter cenderung hanya terbatas pada aspek kognitif, tanpa mampu mencapai internalisasi nilai yang mendalam pada peserta didik (Aminah, dkk, 2023).

(2) Model gabungan: Metode gabungan merupakan metode yang menggabungkan pembelajaran yang berbasis nilai dengan metode pembentukan sikap dan perilaku positif. Sebagai contoh melalui pembelajaran kelompok, siswa dapat bekerja sama, menghargai perbedaan, dan mengembangkan rasa tanggung jawab sosial. Dengan melibatkan orang tua dan Masyarakat agar terciptanya lingkungan yang mendukung perkembangan karakter di luar sekolah. Metode ini mengutamakan keseimbangan antara teori dan praktik, serta menberikan ruang kepada siswa agar dapat menerapkan  nilai-nilai yang telah diajarkan dalam kehidupan sehari-hari. Melalui metode ini siswa tidak hanya memperoleh pengetahuan akademis, tetapi juga keterampilan sosial dan emosional yang sangat penting di lingkungan Masyarakat.

Baca Juga :  Peran Fisioterapi terhadap Rehabilitasi Cedera ACL pada Atlet Sepak Bola

Pendekatan gabungan memiliki keunggulan yang lebih signifikan karena tidak hanya memberikan informasi kepada siswa, tetapi juga memungkinkan mereka untuk menggali dan menginternalisasi nilai-nilai pendidikan karakter. Pendidikan karakter yang diajarkan melalui kegiatan kontekstual akan menciptakan pengalaman yang lebih mendalam bagi siswa, yang pada gilirannya dapat meningkatkan keterlibatan dan memberikan kepuasan emosional yang lebih besar dalam proses pembelajaran. (Aminah dkk, 2023). Ketika siswa memahami pentingnya karakter positif, siswa akan lebih sadar akan dampak perilaku bullying terhadap orang lain. Dan diharapkan angka bullying terus menurun, dimana siswa lebih menghargai sesama dan tidak ada diskriminasi. Selain itu, pendekatan ini juga dapat meningkatkan motivasi siswa untuk terus belajar dan berkembang

(3) Model terintegrasi dalam berbagai bidang studi: Metode ketiga mengedepankan penerapan pendidikan karakter yang disampaikan secara menyeluruh dalam setiap mata pelajaran. Dengan demikian, tanggung jawab penerapan pendidikan karakter menjadi kewajiban bagi seluruh guru. Dalam hal ini, setiap pendidik diberikan kebebasan untuk memilih materi pendidikan karakter yang relevan dengan tema atau topik yang diajarkan dalam bidang studi masing-masing. Melalui penerapan model terintegrasi ini, setiap guru berperan sebagai pengajar pendidikan karakter tanpa kecuali. Hal ini memungkinkan siswa secara konsisten menerima pesan tentang nilai moral dan sosial dalam berbagai konteks.

Dengan metode terintegrasi ini, Pendidikan karakter tidak lagi terkesan sebagai pembelajaran yang terpisah atau tambahan, tetapi juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari setiap mata Pelajaran yang diajarkan. Misalnya dalam Pelajaran matematika, guru dapat mengaitkan nilai-nilai seperti kejujuran dan tanggung jawab. Sementara itu dalam Pelajaran Bahasa, siswa dapat belajar mengenai empati dan cara berkomunikasi dengan baik. Dengan cara ini, siswa tidak hanya memperoleh pengetahuan akademis, tetapi juga pembelajaran tentang sikap dan perilaku yang positif. Dengan metode ini siswa tidak akan merasa keberatan, dikarenakan pembelajaran tetap dilakukan seperti sebelumnya, hanya saja terdapat tambahan materi.

(4) Model di luar pembelajaran (Non formal): Metode ini merujuk pada proses pembelajaran yang dilakukan di luar pembelajaran formal di sekolah, seperti ekstrakurikuler, komunitas, keluarga, dan Masyarakat. Model ini memiliki peran penting dalam memperkuat nilai karakter siswa secara lebih luas. karena memberikan kesempatan bagi siswa unuk mengembangkan karakter melalui pengalaman praktis dan interaksi langsung. Sehingga memudahkan siswa menerima Pendidikan karakter dan mudah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Melalui kegiatan ekstrakurikuler, seperti pramuka, olahraga, atau organisasi lain-nya, siswa dapat belajar tentang kepemimpinan, kerjasama, dan keterampilan komunikasi yang baik. Kegiatan ini membentuk siswa untuk lebih menghargai perbedaan, dan menghindari perilaku mendominasi. Pengalaman ini juga mengajarkan siswa untuk mengelola perasaan dan menyelesaikan masalah tanpa kekerasan, serta meningkatkan empati mereka terhadap sesame. Siswa yang terlibat dalam organisasi atau kegiatan ekstrakurikuler akan cepat belajar mengatasi konflik secara positif dan mengembangkan rasa tanggung jawab, sehingga dapat memperkecil kemungkinan melakukan bullying di sekolah. Selain itu melalui interaksi dengan berbagai individu dari latar belakang yang berbeda, siswa dapat memperluas wawasan mereka mengenai keragaman, yang pada akhirnya terciptanya rasa saling hormat dan toleransi.

Upaya menangani kasus bullying seharusnya tidak hanya melalui Pendidikan karakter tetapi juga harus ada tindakan tegas dalam bidang hukum. Hal ini penting agar kasus bullying tidak menjadi kejahatan yang berulang, dengan memberikan sanksi yang tegas agar memberikan efek jera pada pelaku. Tetapi hukum yang berlaku saat ini tidak dapat digunakan secara maksimal karna terhalang oleh Undang-undang perlindungan anak. Undang-Undang ini dapat membatasi pemberian sanksi hukum yang lebih berat terhadap pelaku bullying yang masih berstatus sebagai anak, meskipun perbuatannya telah merugikan korban secaa fisik maupun psikologis. Diharapkan segera ada regulasi atau penerapan hukum yang lebih tepat dan adabtif terhadap situasi bullying.

*****

Pendidikan karakter memiliki peranan yang sangat penting dalam Upaya menangani kasus bullying di lingkungan sekolah. Sedangkan kasus bullying yang terus meningkat tiap tahun-nya menunjukkan bahwa Pendidikan yang selama ini diberikan belum sepenuhnya mampu membentuk karakter siswa, terutama pada nilai empati, etika. Bullying memberikan dampak buruk yang mendalam bagi korban baik itu secara fisik maupun psikologis, bahkan bullying dapat mempengaruhi masa depan korban. Sehingga Pendidikan karakter perlu ditanamkan sedini mungkin agar terbentuknya karakter siswa yang berakhlak mulia, bertanggung jawab serta, serta rasa menghargai orang lain.

Pendidikan karakter efektif jika diterapkan menggunakan berbagai metode, seperti model sebagai mata Pelajaran sendiri, gabungan, model di luar pembelajaran, dan model terinegrasi dengan semua bidang studi. Semua metode memiliki peran penting dalam membentuk karakter siswa, namun model gabungan dan non formal memiliki keunggulan tersendiri daripada model pembelajaran yang lain. Karena model ini memberikan kesempatan siswa untuk menerapkan nilai-nilai karakter secara praktis dan konstektual dalam kehidupan sehari-hari. Penerapan Pendidikan karakter bukan hanya tanggung jawab dari guru semata, tetapi juga keluarga dan masyarakat agar terciptanya ekosistem yang mendukung perkembangan karakter siswa. Dengan mengedepankan nilai-nilai karakter seperti empati dan pengelolaan emosi, diharapkan siswa dapat menghindari perilaku bullying di sekolah,baik sebagai pelaku maupun korban.

Secara keseluruhan, melalui Pendidikan karakter yang terintegrasi dalam kehidupan sehari-hari siswa. Bangsa ini dapat membentuk generasi muda yang tidak hanya cerdas dalam bidang akademik saja tetapi juga memiliki kualitas moral yang baik. Pendidikan karakter diharapkan dapat menjadi solusi utama dalam mengatasi permasalahan bullying yang terjadi di sekolah, sehingga terciptanya lingkungan sekolah yang aman, nyaman, dan harmonis. Dengan demikian Pendidikan karakter tidak hanya sekedar menanamkan nilai-nilai empati saja, tetapi juga membangun kekuatan mental dan kebiasaan baik siswa yang kedepannya akan menjadi manfaat bagi negara.

Upaya penerapan pendidikan karakter terhadap maraknya kasus bullying di sekolah membuahkan beberapa hasil, beberapa diantaranya yaitu: (1) Meningkatkan empati dan kesadaran diri:  Pendidikan karakter membantu siswa dalam memahami perasaan orang lain, membangun empati, yang membuat siswa sadar akan dampak perilaku bullying terhadap korban. (2) Pengembangan nilai-nilai positif: Pendidikan karakter mengajarkan rasa saling menghormati, kejujuran, tanggung jawab, dan toleransi, nilai ini membentuk perilaku positif dan memperkecil kemungkinan siswa akan terlibat dalam tindakan bullying. (3) Menciptakan lingkungan sekolah yang positif; Dengan mengintegrasikan Pendidikan karakter dalam kurikulum, sekolah dapat menciptakan budaya yang lebih inklusif dan lebih mendukung. Lingkungan yang saling menghargai sesama dapat mengurangi kemungkinan bullying terjadi. (4) Keterlibatan guru dan orang tua: Keberhasilan Pendidikan karakter juga melibatkan peran guru dan orang tua dalam memberikan teladan yang baik. Kolaborasi ini memperkuat pesan tentang pentingnya perilaku yang baik dan dapat mengurangi Tindakan bullying

Sedangkan hukum yang mengatur bullying tidak bisa di diterapkan secara maksimal. Dikarenakan terhalang oleh undan-undang perlindungan anak, sehingga pelaku yang masih dalam kategori anak tidak dapat dihukum lebih berat. Diharapkan bahwa akan adanya peraturan baru yang lebih tepat terhadap pelaku bullying yang masih anak-anak. Termasuk melalui proses rehabilitasi yang mendidik bukan hanya memberi hukuman kepada pelaku anak-anak. Pendekatan rehabilitasi ini penting agar pelaku dapat menyadari kesalahannya, memperbaiki perilakunya, dan tidak mengulangi tindakan kekerasan lagi di masa depan. [*]

Titis Mey Fajriyani
Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan/Fisioterapi
Universitas Muhammadiyah Malang