
TANGERANG, JOGLOSEMARNEWS.COM – Keberanian warga Kampung Alar Jiban di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, semakin meningkat. Setelah bertahun-tahun merasa dipinggirkan dan tidak dilindungi hak-haknya, sebanyak 55 warga akhirnya memberanikan diri menggugat Presiden Republik Indonesia hingga Kepala Desa Kohod melalui Citizen Lawsuit atau gugatan warga negara.
Langkah tersebut juga menyeret PT Agung Sedayu Grup sebagai turut tergugat.
Gugatan yang telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut dijadwalkan memasuki tahap legal standing pada 4 Maret 2025. Mereka menuntut keadilan atas dugaan pembiaran dan kelalaian pemerintah dalam melindungi hak warga yang terancam oleh cengkeraman calo atau vendor tanah yang diduga ditunjuk oleh pihak turut tergugat.
Pengacara warga, Henri Kusuma dari HK Law Firm, menjelaskan bahwa gugatan itu merupakan upaya hukum untuk membela hak-hak warga yang merasa dirugikan. “Dalam gugatan kami menyatakan para tergugat telah lalai dan abai dalam melindungi warga negara yang memohon perlindungan dari cengkeraman calo/vendor tanah,” kata Henri kepada Tempo, Kamis (27/2/2025).
Gugatan itu terdaftar dengan nomor perkara 111/Pdt.G/2025/Pn. Jkt.pst dan melibatkan 55 penggugat, termasuk Oman, Sumantri, Andi bin Asim, Marto bin Rahman, Anton bin Aca, Muhamad Soleh, Sadeli, dan lainnya. Dalam gugatannya, warga menuntut pertanggungjawaban dari Presiden sebagai tergugat 1, Menteri Dalam Negeri sebagai tergugat 2, Gubernur Banten sebagai tergugat 3, Bupati Tangerang sebagai tergugat 4, Camat Pakuhaji sebagai tergugat 5, dan Kepala Desa Kohod sebagai tergugat 6. Sementara itu, PT Agung Sedayu Grup disebut sebagai turut tergugat.
Henri menegaskan bahwa gugatan tersebut tidak hanya sekadar mencari keadilan, tetapi juga sebagai upaya untuk melindungi warga negara dari kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat kecil. Ia juga menuntut agar pejabat yang korup dan tidak melindungi warganya dicopot dari jabatannya.
“Petitum kami juga meminta pencopotan pejabat yang korup dan abai terhadap warganya. Kami sudah mengadu ke Pemkab Tangerang pada Agustus 2024, sebelum ramai isu pagar laut, dan melaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi terkait dugaan penjualan laut,” ujarnya.
Gugatan tersebut juga tidak lepas dari perkembangan terbaru kasus hukum yang menjerat Kepala Desa Kohod, Arsin bin Asip, yang telah ditahan oleh Polri atas dugaan pemalsuan dokumen untuk penerbitan Surat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Surat Hak Milik (SHM) di wilayah pagar laut perairan utara Desa Kohod. Selain Arsin, Bareskrim Polri juga menetapkan Sekretaris Desa Kohod, Ujang Karta, serta dua orang lainnya sebagai tersangka.
Penahanan Arsin bin Asip disambut dengan syukur oleh 50 dari 55 penggugat yang menggunduli kepala mereka sebagai simbol kemenangan kecil dalam perjuangan mereka mencari keadilan. “Kami berharap semua pihak hadir di persidangan tanpa menunda-nunda, sebagai bentuk keseriusan dan penebusan kesalahan,” tegas Henri.
Tak berhenti di situ, Henri juga mengultimatum PT Agung Sedayu Grup agar serius dalam menghadapi gugatan itu. Ia menegaskan bahwa pihak turut tergugat sebaiknya menunjuk pengacara terbaik, bukan sekadar pengacara yang bersuara nyaring tanpa substansi. “Ada potensi kerugian yang serius bagi PT Agung Sedayu Grup. Jangan sampai menunjuk pengacara hanya untuk membuat gaduh,” tandasnya.
Langkah berani warga Desa Kohod tersebut tidak hanya menuntut keadilan, tetapi juga menjadi simbol perlawanan warga kecil terhadap kebijakan yang dianggap tidak adil dan mengancam hak-hak masyarakat.